Pengamat: Soal Covid-19 Jika Peran Pemkot Surabaya Maksimal, Tak Akan Banyak Korban
loading...
A
A
A
SURABAYA - Kota Surabaya masih terus menjadi sorotan berbagai pihak, pasca masih mendominasinya daerah tersebut dalam penambahan angka kasus positif COVID-19 di Jawa Timur. Menanggapi hal tersebut, banyak pengamat menilai bahwa peran Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya belum maksimal.
Salah satu pengamat tersebut ialah Agus Pambagio. Pengamat kebijakan publik tersebut menilai bahwa jika peran Pemkot Surabaya maksimal tentu tak akan banyak korban berjatuhan akibat wabah Covid-19 tersebut.
“Kalau sudah maksimal pasti tidak akan ada korban banyak dong," kata Agus saat diwawancarai via sambungan telpon pada Selasa (21/07/2020).
Selain itu, Agus juga menyoroti terkait aturan dalam Perwali Surabaya No. 33/2020 mengenai kewajiban rapid test bagi siapa pun yang ingin keluar masuk Surabaya. Meski rapid test terbilang cukup mahal, namun hal itu menjadi langkah awal dalam penanganan.
"Rapid test tak bisa dijadikan patokan bahwa dia reaktif atau tidak, tapi itu sebagai langkah awal saja. Kenapa rapid test mahal, padahal harganya cuma 6 Dolar (sekitar Rp 90.000), yang kurang ajar itu yang tukang jualannya," sambungnya.
Seperti diketahui bersama, bahwa angka kasus positif COVID-19 di Kota Pahlawan tersebut terus bertambah dari angka 7685 orang. Hingga Senin (20/7/2020) kemarin, penambahan kasus positif COVID-19 di Provinsi Jawa Timur (Jatim) mencapai 237 kasus, dan 102 di antaranya terjadi di Surabaya.
Agus pun meminta agar peran Pemkot Surabaya lebih ditegaskan, terlebih dalam penertiban harga rapid test yang dinilai tak masuk akal. Karena tentunya hal ini akan mencekik masyarakat kecil dengan ekonomi rendah yang juga ingin melakukak rapid test tersebut. (Baca: Polda Jatim Terjunkan Pasukan Elit untuk Edukasi Bahaya COVID-19).
Terlebih, sorotan tajam pun mengacu kepada Eri Cahyadi, selaku Ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Surabaya yang dianggap abai dan mengesampingkan peran dan tanggung jawabnya. Yang mana Eri Cahyadi diduga memanfaatkan situasi ini untuk mengkampanyekan diri sendiri.
Salah satu pengamat tersebut ialah Agus Pambagio. Pengamat kebijakan publik tersebut menilai bahwa jika peran Pemkot Surabaya maksimal tentu tak akan banyak korban berjatuhan akibat wabah Covid-19 tersebut.
“Kalau sudah maksimal pasti tidak akan ada korban banyak dong," kata Agus saat diwawancarai via sambungan telpon pada Selasa (21/07/2020).
Selain itu, Agus juga menyoroti terkait aturan dalam Perwali Surabaya No. 33/2020 mengenai kewajiban rapid test bagi siapa pun yang ingin keluar masuk Surabaya. Meski rapid test terbilang cukup mahal, namun hal itu menjadi langkah awal dalam penanganan.
"Rapid test tak bisa dijadikan patokan bahwa dia reaktif atau tidak, tapi itu sebagai langkah awal saja. Kenapa rapid test mahal, padahal harganya cuma 6 Dolar (sekitar Rp 90.000), yang kurang ajar itu yang tukang jualannya," sambungnya.
Seperti diketahui bersama, bahwa angka kasus positif COVID-19 di Kota Pahlawan tersebut terus bertambah dari angka 7685 orang. Hingga Senin (20/7/2020) kemarin, penambahan kasus positif COVID-19 di Provinsi Jawa Timur (Jatim) mencapai 237 kasus, dan 102 di antaranya terjadi di Surabaya.
Agus pun meminta agar peran Pemkot Surabaya lebih ditegaskan, terlebih dalam penertiban harga rapid test yang dinilai tak masuk akal. Karena tentunya hal ini akan mencekik masyarakat kecil dengan ekonomi rendah yang juga ingin melakukak rapid test tersebut. (Baca: Polda Jatim Terjunkan Pasukan Elit untuk Edukasi Bahaya COVID-19).
Terlebih, sorotan tajam pun mengacu kepada Eri Cahyadi, selaku Ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Surabaya yang dianggap abai dan mengesampingkan peran dan tanggung jawabnya. Yang mana Eri Cahyadi diduga memanfaatkan situasi ini untuk mengkampanyekan diri sendiri.
(nag)