Sejarah Tribhuwana Wijayatunggadewi, Raja Perempuan Majapahit yang Menaklukkan Wilayah Nusantara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tribhuwana Wijayatunggadewi merupakan penguasa Kerajaan Majapahit ketiga. Dirinya dikenal sebagai raja perempuan yang pemberani karena pernah memimpin pasukan Majapahit berperang.
Menjadi raja perempuan pertama bagi Kerajaan Majapahit tak mudah bagi adik dari Raja Jayanegara ini. Terdapat rangkaian peristiwa panjang yang dilewatinya hingga dikenal sebagai perempuan tangguh penguasa tanah jawa.
Setelah dirinya menjadi seorang raja, Th. Pigeaud, Java in the 14th Century: A Study in Cultural History, 2001: 540 menuliskan, Tribhuwana Tunggadewi disunting oleh Pangeran Cakradhara atau Kertawardhana, bangsawan muda keturunan raja-raja Singhasari.
Setelah perkawinan itu terjadi, nama Cakradhara kemudian bergelar Kertawardhana Bhre Tumapel. Beberapa waktu setelah pernikahan itu terjadi, keduanya dikaruniai anak bernama Hayam Wuruk yang kemudian menjadi pemimpin Majapahit setelah ibunya.
Pada masa pemerintahan Tribhuwana terkenal akan masa perluasan wilayah Majapahit ke segala arah yang dipimpin oleh orang kepercayaannya yakni, Gajah Mada. Hal itu dilakukan karena dirinya mempunyai misi untuk menaklukan seluruh kerajaan di wilayah nusantara.
Oleh karena itu tercatat dalam Pararaton bahwa pada era Sri Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani inilah terucapnya Sumpah Amukti Palapa oleh Mahapatih Gajah Mada.
Dalam sumpah tersebut Gajah Mada berikrar pantang merasakan kenikmatan duniawi sebelum mempersatukan Nusantara di bawah naungan Kemaharajaan Majapahit.
Baca juga: Strategi Gajah Mada Redam Pemberontakan di Kerajaan Majapahit
Pada pemberontakan inilah Tribhuwana Raja Majapahit mulai dikenal sebagai pemimpin yang pemberani. Dirinya tampil sendiri menyerang Sadeng karena Gajah Mada dan Ra Kembar terjadi perselisihan dalam memperebutkan posisi panglima penumpasan Sadeng.
Menjadi raja perempuan pertama bagi Kerajaan Majapahit tak mudah bagi adik dari Raja Jayanegara ini. Terdapat rangkaian peristiwa panjang yang dilewatinya hingga dikenal sebagai perempuan tangguh penguasa tanah jawa.
Masa Pemerintahan Tribhuwana
Menurut Nagarakretagama, Tribuwana merupakan putri dari Raden Wijaya yang naik takhta atas perintah ibunya, Gayatri (Rajapatni). Dirinya diperintahkan menjadi seorang raja untuk menggantikan kakak tirinya Jayanegara yang meninggal pada tahun 1328.Setelah dirinya menjadi seorang raja, Th. Pigeaud, Java in the 14th Century: A Study in Cultural History, 2001: 540 menuliskan, Tribhuwana Tunggadewi disunting oleh Pangeran Cakradhara atau Kertawardhana, bangsawan muda keturunan raja-raja Singhasari.
Setelah perkawinan itu terjadi, nama Cakradhara kemudian bergelar Kertawardhana Bhre Tumapel. Beberapa waktu setelah pernikahan itu terjadi, keduanya dikaruniai anak bernama Hayam Wuruk yang kemudian menjadi pemimpin Majapahit setelah ibunya.
Pada masa pemerintahan Tribhuwana terkenal akan masa perluasan wilayah Majapahit ke segala arah yang dipimpin oleh orang kepercayaannya yakni, Gajah Mada. Hal itu dilakukan karena dirinya mempunyai misi untuk menaklukan seluruh kerajaan di wilayah nusantara.
Oleh karena itu tercatat dalam Pararaton bahwa pada era Sri Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani inilah terucapnya Sumpah Amukti Palapa oleh Mahapatih Gajah Mada.
Dalam sumpah tersebut Gajah Mada berikrar pantang merasakan kenikmatan duniawi sebelum mempersatukan Nusantara di bawah naungan Kemaharajaan Majapahit.
Baca juga: Strategi Gajah Mada Redam Pemberontakan di Kerajaan Majapahit
Perluasan Wilayah Majapahit
Upaya uji coba perluasan pun terjadi di beberapa kerajaan di Nusantara. Salah satunya penaklukan kepada kerajaan Sadeng yang timbul karena aksi pembalasan terhadap kematian Nambi yang terbunuh saat melawan pasukan Majapahit pada 1331 Masehi.Pada pemberontakan inilah Tribhuwana Raja Majapahit mulai dikenal sebagai pemimpin yang pemberani. Dirinya tampil sendiri menyerang Sadeng karena Gajah Mada dan Ra Kembar terjadi perselisihan dalam memperebutkan posisi panglima penumpasan Sadeng.