Kisah Pakubuwono III Dikejar Putri Madura Sambil Menghunus 2 Pusaka, Lari Terbirit-birit hingga Celananya Lepas

Sabtu, 04 Februari 2023 - 08:57 WIB
loading...
Kisah Pakubuwono III Dikejar Putri Madura Sambil Menghunus 2 Pusaka, Lari Terbirit-birit hingga Celananya Lepas
Pakubowono III. Foto/rodovid.org
A A A
Bertahta pada usia masih 17 tahun, Pakubuwono III atau Sri Susuhunan Pakubuwono III merupakan raja Jawa pertama yang dilantik oleh kompeni Belanda. Ia didudukan ke atas singgasana karena ayahnya, yakni Pakubuwono II dalam keadaan sakit keras dan wafat.



Pada masa pemerintahan Pakubuwono III (1749-1788), keraton Surakarta Hadiningrat diwarnai banyak konflik. Pangeran Mangkubumi, adik dari Pakubuwono II, tiba-tiba memberontak. Pakubuwono III terdesak.



Dengan bantuan Belanda, Pangeran Mangkubumi berhasil mendapatkan wilayah kekuasaan di Yogyakarta. Ia pun bertahta sebagai Sultan Hamengkubuwono yang pertama (1749-1792).



Pemberontakan juga dilakukan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa, yakni keponakan Pakubuwono II. Pemberontakan membuahkan sebagian wilayah di Surakarta dan Raden Mas Said dianugerahi gelar Mangkunegara I (1757-1795).

Namun yang paling menarik adalah terjadinya peristiwa percekcokan rumah tangga Pakubuwono III. Dalam Babad Prayud karya Yasadipura disebutkan bagaimana raja Jawa itu berniat menceraikan istrinya, karena tidak kunjung memperoleh keturunan.

Kanjeng Ratu Kencana yang berasal dari Madura, dinikahi Raden Mas Suryadi (nama kecil Pakubuwono III) saat Raden Mas Suryadi masih berstatus pangeran. Keduanya menikah sejak tahun 1748 dan selama Pakubuwono III memerintah 13 tahun, sang ratu belum juga dikaruniai anak. Sementara Pakubuwono III sudah mendambakan hadirnya pewaris kerajaan.

Gelagat Pakubuwono III yang ingin cerai sekaligus mencari ratu pengganti, tercium. Hubungan suami istri itu pun jadi tegang. Saat pejabat tinggi Kompeni Belanda Huprup Beman diminta bantuan untuk memulangkan Kanjeng Ratu Kencana ke Madura, Sang Ratu sontak meradang.

Di halaman istana kerajaan, Ratu Kencana mempertontonkan kenekatan gaya Madura. Keris Kiai Bojiparang dan Kiai Urubjingga dihunus. Begitu juga pistol Kiai Kancaka Rupakinca. Ia menantang suaminya bertempur.



Pakubuwono III yang hanya diiringi tiga abdi dalem terkejut dan sekaligus merasa tersudut. Raja pun memilih kabur. Dalam buku Jawa On The Subject of Java yang mengutip isi Babad Prayud menuliskan, raja berusaha naik tembok istana sebelah timur yang sebelumnya sudah dipasang tangga oleh abdi dalem.

Entah apa yang terjadi. Saat memanjat tangga dengan tergesa-gesa celana raja ketinggalan. "Seorang abdi dalem yang kecil diperintah meminjam celana," demikian yang tertulis dalam buku Jawa On The Subject of Java.

Setelah menuruni tembok dan bercelana kembali, raja tetap mengambil pilihan berlari ke tempat paling aman. Raja masuk ke dalam Loji, benteng Kompeni sekaligus tempat tinggal Huprup Beman yang berada di muka keraton.

Raja panik. Mondar-mandir seperti orang dikejar musuh. Huprup Beman yang sempat merasa heran, lantas dengan senang hati bersedia menyelamatkan. Huprup diiringi pasukan, bergegas mendatangi keraton.

Di depan pintu keraton yang tertutup rapat, ia berteriak agar dibuka. Namun pintu tetap tertutup rapat. Huprup gusar segusar-gusarnya. Pintu keraton didobraknya. Babad Prayud menuliskan, pintu keraton ditendangnya tiga kali. Engsel besi pintu pun rontok. Pada tendangan keempat, pecah jadi empat dan pintu ambruk sebagian.



Huprup masuk ke dalam keraton diiringi enam serdadu dengan Kapten Ajudan Bonggareken yang memimpin. Di dalam keraton Sang Ratu tetap bersiap tempur. Di tangannya masih terhunus keris Kiai Bojiparang.

Hanya ada tujuh abdi yang tinggal di sisi kiri kanan belakangnya, dan semuanya gemetaran. Dengan kemampuannya bernegosiasi Huprup berhasil membujuk Sang Ratu agar bersedia keluar dari keraton. Perceraian Pakubuwono III dengan Sang Ratu juga diaturnya. Kanjeng Ratu Kencana akhirnya bersedia dipulangkan ke Madura dengan sebuah persiapan yang resmi.

Pakubuwono III tutup usia pada 26 September 1788 dan dimakamkan di Astana Kasuwargan Imogiri, Bantul Yogyakarta. Hingga hari kematiannya, situasi politik di keraton Surakarta Hadiningrat berlangsung tidak kondusif.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2045 seconds (0.1#10.140)