2.389 Handphone Black Market di Batam Disita Ditreskrimsus Polda Kepri
Jum'at, 10 Juli 2020 - 14:10 WIB
BATAM - Sebanyak 2.389 unit handphone black market berbagai merek asal China diamankan oleh Ditreskrimsus Polda Kepulauan Riau (Kepri).
Hal ini disampaikan Wadir Reskrimsus Polda Kepri AKBP Nugroho Agus Setiawan didampingi oleh Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Kepri AKBP Priyo Prayitno dan Kasubdit I Dit Reskrimsus Polda Kepri AKBP Tidar Wulung Dahono pada saat Konferensi Pers yang digelar di Media Center Polda Kepri pada Jumat (10/7/20).
"Berdasarkan LP-A/91/VII/2020/Spkt-Kepri Tanggal 4 Januari 2020, dengan Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Ruko Taman Nagoya Indah, Lubuk Baja Kota Batam," ujarnya. (BACA JUGA: 3.304 Ponsel Bodong Disita Bea Cukai di Perairan Pulau Patah)
Dijelaskannya bahwa kejadian tersebut pada Kamis, tanggal 2 Juli 2020, jam 13.00 WIB, pelaku berinisial A. Kronologisnya berawal dari informasi yang diberikan oleh masyarakat terkait adanya dugaan tempat penyimpanan handphone yang diduga tidak memiliki sertifikasi.
Mendapatkan Informasi tersebut Tim Subdit Indag Ditreskrimsus Polda Kepri langsung bergerak menuju tempat yang dimaksud.
Saat dilakukan pengecekkan benar di lokasi tersebut didapatkan sebanyak 2.389 unit handphone berbagai merek di antaranya Nokia, Samsung dan Lenovo dengan pemilik berinisial A.
Dari hasil pemeriksaan bahwa pemilik tidak dapat menunjukkan sertifikasi dari kemenkominfo terhadap jenis dan merek handphone tersebut.
"2.389 unit handphone berbagai merek tersebut diperoleh dari Negara China yang dibawa oleh jasa pengiriman, setelah tiba barang tersebut disimpan di gudang yang ada di Ruko Taman Nagoya Indah," ujarnya.
Kemudian, dari hasil keterangan pemeriksaan handphone tersebut di distribusikan di 18 counter handphone yang tersebar di beberapa pusat perbelanjaan elektronik di Kota Batam, di antaranya di kawasan Lucky Plaza, Nagoya Hill, Top 100 dan di Aviari. Dari perdagangan handphone black market ini negara berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp600 juta. (BACA JUGA: Pangdam I/Bukit Barisan Sambangi Polda Kepri, Ada apa?)
"Modus yang dilakukan oleh pelaku adalah memperdagangkan handphone dengan tidak memiliki sertifikasi yang diperoleh dari China (Black Market) dengan motif untuk memperoleh keuntungan," ujarnya.
Atas tindakan ini pelaku diancam dengan Pasal 52 Jo Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi. Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 1 tahun dan atau denda paling banyak Rp100 juta.
Sementara handphone tersebut diduga diperoleh dari China yang dibawa oleh jasa pengiriman BZ dan H. Penyidikan dan penyelidikan akan terus dikembangkan, dari hal ini kemungkinan akan ada dugaan tindak pidana lainnya baik itu diperdagangan atau di kepabeanannya dan akan dilakukan koordinasi dengan Bea Cukai.
Hal ini disampaikan Wadir Reskrimsus Polda Kepri AKBP Nugroho Agus Setiawan didampingi oleh Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Kepri AKBP Priyo Prayitno dan Kasubdit I Dit Reskrimsus Polda Kepri AKBP Tidar Wulung Dahono pada saat Konferensi Pers yang digelar di Media Center Polda Kepri pada Jumat (10/7/20).
"Berdasarkan LP-A/91/VII/2020/Spkt-Kepri Tanggal 4 Januari 2020, dengan Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Ruko Taman Nagoya Indah, Lubuk Baja Kota Batam," ujarnya. (BACA JUGA: 3.304 Ponsel Bodong Disita Bea Cukai di Perairan Pulau Patah)
Dijelaskannya bahwa kejadian tersebut pada Kamis, tanggal 2 Juli 2020, jam 13.00 WIB, pelaku berinisial A. Kronologisnya berawal dari informasi yang diberikan oleh masyarakat terkait adanya dugaan tempat penyimpanan handphone yang diduga tidak memiliki sertifikasi.
Mendapatkan Informasi tersebut Tim Subdit Indag Ditreskrimsus Polda Kepri langsung bergerak menuju tempat yang dimaksud.
Saat dilakukan pengecekkan benar di lokasi tersebut didapatkan sebanyak 2.389 unit handphone berbagai merek di antaranya Nokia, Samsung dan Lenovo dengan pemilik berinisial A.
Dari hasil pemeriksaan bahwa pemilik tidak dapat menunjukkan sertifikasi dari kemenkominfo terhadap jenis dan merek handphone tersebut.
"2.389 unit handphone berbagai merek tersebut diperoleh dari Negara China yang dibawa oleh jasa pengiriman, setelah tiba barang tersebut disimpan di gudang yang ada di Ruko Taman Nagoya Indah," ujarnya.
Kemudian, dari hasil keterangan pemeriksaan handphone tersebut di distribusikan di 18 counter handphone yang tersebar di beberapa pusat perbelanjaan elektronik di Kota Batam, di antaranya di kawasan Lucky Plaza, Nagoya Hill, Top 100 dan di Aviari. Dari perdagangan handphone black market ini negara berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp600 juta. (BACA JUGA: Pangdam I/Bukit Barisan Sambangi Polda Kepri, Ada apa?)
"Modus yang dilakukan oleh pelaku adalah memperdagangkan handphone dengan tidak memiliki sertifikasi yang diperoleh dari China (Black Market) dengan motif untuk memperoleh keuntungan," ujarnya.
Atas tindakan ini pelaku diancam dengan Pasal 52 Jo Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi. Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 1 tahun dan atau denda paling banyak Rp100 juta.
Sementara handphone tersebut diduga diperoleh dari China yang dibawa oleh jasa pengiriman BZ dan H. Penyidikan dan penyelidikan akan terus dikembangkan, dari hal ini kemungkinan akan ada dugaan tindak pidana lainnya baik itu diperdagangan atau di kepabeanannya dan akan dilakukan koordinasi dengan Bea Cukai.
(vit)
tulis komentar anda