Mahkota Binokasih, Pusaka Pajajaran yang Dipakai untuk Penobatan Raja Sumedang

Sabtu, 10 September 2022 - 05:00 WIB
Mengutip Okezone.com, kerajaan-kerajaan bawahan Pajajaran sudah tidak terawasi dan secara de facto menjadi merdeka. Setelah melihat keadaan Pajajaran yang sudah tak menentu Prabu Ragamulya Suryakancana memerintahkan empat Senapati Pajajaran untuk menyelamatan Pusaka Pajajaran sebagai lambang eksistensi kekuasaan Pajajaran di Tatar Sunda ke Sumedang,

Berangkatlah empat Senapati Pajajaran yang menyamar sebagai Kandaga Lante bersama rakyat Pajajaran yang mengungsi. "Di tengah perjalanan rombongan dibagi dua, rombongan pertama meneruskan perjalanan ke Sumedang dan rombongan lainnya menuju ke arah pantai selatan," kata Latif Kabid Cagar Budaya Majelis Cendekiawan Keraton Nusantara (MCKN) Jabar .

Latif yang juga kerabat Keraton Sumedang menerangkan, pada 1578 tepatnya pada hari Jum’at legi tanggal 22 April 1578 atau bulan syawal bertepatan dengan Idul Fitri di Keraton Kutamaya Sumedanglarang, Ratu Pucuk Umum dan Pangeran Santri menerima empat Kandaga Lante.

Mereka dipimpin oleh Sanghyang Hawu atau Jaya Perkosa. Mereka adalah Batara Dipati Wiradidjaya (Nangganan), Sangyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana Terong Peot yang membawa pusaka Pajajaran “Mahkota Binokasih” yang dibuat pada masa Prabu Bunisora Suradipati (1357 – 1371).

Raja Sumedang Larang

Mahkota tersebut kemudian diserahkan kepada penguasa Sumedanglarang. Pada masa itu pula Pangeran Angkawijaya dinobatkan sebagai raja Sumedanglarang dengan gelar Prabu Geusan Ulun (1578 – 1601), sebagai nalendra penerus kerajaan Sunda dan mewarisi daerah bekas wilayah Pajajaran.

Sebagaimana dikemukakan dalam Pustaka Kertabhumi I/2 (h. 69) yang berbunyi; “Ghesan Ulun nyakrawartti mandala ning Pajajaran kangwus pralaya, ya ta sirnz, ing bhumi Parahyangan. Ikang kedatwan ratu Sumedang haneng Kutamaya ri Sumedangmandala” (Geusan Ulun memerintah wilayah Pajajaran yang telah runtuh, yaitu sirna, di bumi Parahiyangan. Keraton raja Sumedang ini terletak di Kutamaya dalam daerah Sumedang). .

Selanjutnya diberitakan “Rakyan Samanteng Parahyangan mangastungkara ring sira Pangeran Ghesan Ulun” (Para penguasa lain di Parahiyangan merestui Pangeran Geusan Ulun).

“Anyakrawartti” biasanya digunakan kepada pemerintahan seorang raja yang merdeka dan cukup luas kekuasaannya,"ucapnya.

Dalam hal ini istilah “nyakrawartti” maupun “samanta” sebagai bawahan, cukup layak dikenakan kepada Prabu Geusan Ulun, hal ini terlihat dari luas daerah yang dikuasainya, dengan wilayahnya meliputi seluruh Pajajaran sesudah 1527 masa Prabu Prabu Surawisesa, dengan batas meliputi; Sungai Cipamali (daerah Brebes sekarang) di sebelah timur, Sungai Cisadane di sebelah barat, Samudra Hindia sebelah Selatan dan Laut Jawa sebelah utara.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More