Kisah Sentot, Sang Panglima Perang Muda Diponegoro yang Jatuh karena Uang dan Dibuang

Jum'at, 08 April 2022 - 05:03 WIB
Sentot akhirnya menyerah kepada Belanda pada 16 Oktober 1829. Penyerahannya menimbulkan kontroversi. Ia disebut mengambil keuntungan pribadi dari penyerahan itu. Alasan lain menyebut ia sebenarnya masih ingin meneruskan perang. Namun karena kondisi perekonomian rakyat yang semakin memburuk karena perang tak kunjung usai, Sentot memilih menyerah.

Di bawah perintah Belanda, Sentot sempat bertugas di Salatiga, Batavia, dan Karawang. Pada 1832, ia dikirim ke Padang untuk membendung pemberontakan para ulama di sana pimpinan Imam Bonjol.

Namun, bukannya meredam pemberontakan, pihak Belanda curiga bahwa Sentot memiliki hubungan dengan para pemberontak. Dia kemudian ditahan oleh Belanda dan kembali ke Batavia pada Maret 1833. Dari Batavia, pada Agustus 1833 Sentot dikirim ke Bengkulu untuk menjalani masa pembuangan.

Sebelum menjalani masa hukumannya di tahun 1833, Sentot diizinkan untuk menunaikan ibadah haji ke Makkah. Dalam pembuangannya, ia banyak mengajarkan ilmu-ilmu dan kaidah-kaidah agama Islam kepada masyarakat Bengkulu. Sentot Alibasah Abdulmustopo Prawirodirdjo meninggal dunia di pembuangan pada 17 April 1855 dalam usia 48 tahun.

Makam Sentot Alibasyah Abdullah Mustofa Prawirodirjo yang terletak di Jalan Sentot Alibasyah, Kelurahan Bajak, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu kini telah ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya Indonesia. (Sumber: Wikipedia/diolah berbagai sumber)
(nic)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content