Kisah Sentot, Sang Panglima Perang Muda Diponegoro yang Jatuh karena Uang dan Dibuang
Jum'at, 08 April 2022 - 05:03 WIB
Pangeran Diponegoro adalah pahlawan yang gigih melawan dan menentang Belanda. Dalam melakukan perlawanan, Diponegoro memiliki taktik bergerilya hal itu pula yang diturunkan kepada para pengikutnya.
Salah satu pengikutnya yang dikenal mewarisi kepandaian Pangeran Diponegoro dalam taktik gerilya hingga ditakuti lawan-lawannya adalah Sentot Ali Basyah, seorang pemuda yang memiliki semangat juang melawan penjajah Belanda.
Saat bergabung dengan pasukan Diponegoro, Sentot masih berusia sangat muda yakni berumur 17 tahun pada tahun 1825. Misinya bergabung dengan Pangeran Diponegoro karena dengan terhadap Belanda yang membunuh ayahnya, Ronggo Prawirodirjo, ipar Sultan Hamengku Buwono IV.
Karena keberanian dan kepandaiannya dia pun diangkat sebagai panglima perang Diponegoro pada tahun 1828. Selain karena keberaniannya, pengangkatan sebagai panglima perang karena usulan dari panglima perang Dipenogor Gusti Basyah, yang gugur di medan perang. Sebelum wafat, ia berpesan pada Pangeran Diponegoro agar yang menggantikannya adalah Sentot. Pangeran Diponegoro menyetujui usulan itu.
Setelah diangkat menjadi panglima perang oleh Pangeran Diponegoro kemudian menjadi Sentot Alibasyah Prawirodirjo. Sentot memiliki pasukan khusus gerilya berkuda sejumlah 1.000 orang yang semuanya bersorban.
Pasukan Sentot tak ada yang infanteri. Semua kavaleri berkuda dengan keutamaan serangan kilat, cepat, dan mematikan. Panglima militer muda yang jenius dan ditakuti lawan-lawannya ini terlibat dalam Perang Padri (1821 β 1837).
Dalam buku berjudul βDe-Java-oorlog van 1825-1830β yang ditulis E.S de Klerck dia menceritakan, tak lama setelah diangkat jadi panglima perang, Sentot Ali Basyah langsung menunjukkan kemampuannya. Pada 5 September 1828, dia dikirim ke Progo Timur dan berhasil memukul mundur tentara Belanda di bawah pimpinan Sollewijn.
Beberapa minggu kemudian, dia juga berhasil mengatasi perlawanan Belanda di wilayah Banyumas dan Bagelen. Saat peperangan Sentot seringkali menggunakan penggerebekan sebagai taktik perang.
Salah satu pengikutnya yang dikenal mewarisi kepandaian Pangeran Diponegoro dalam taktik gerilya hingga ditakuti lawan-lawannya adalah Sentot Ali Basyah, seorang pemuda yang memiliki semangat juang melawan penjajah Belanda.
Saat bergabung dengan pasukan Diponegoro, Sentot masih berusia sangat muda yakni berumur 17 tahun pada tahun 1825. Misinya bergabung dengan Pangeran Diponegoro karena dengan terhadap Belanda yang membunuh ayahnya, Ronggo Prawirodirjo, ipar Sultan Hamengku Buwono IV.
Baca Juga
Karena keberanian dan kepandaiannya dia pun diangkat sebagai panglima perang Diponegoro pada tahun 1828. Selain karena keberaniannya, pengangkatan sebagai panglima perang karena usulan dari panglima perang Dipenogor Gusti Basyah, yang gugur di medan perang. Sebelum wafat, ia berpesan pada Pangeran Diponegoro agar yang menggantikannya adalah Sentot. Pangeran Diponegoro menyetujui usulan itu.
Setelah diangkat menjadi panglima perang oleh Pangeran Diponegoro kemudian menjadi Sentot Alibasyah Prawirodirjo. Sentot memiliki pasukan khusus gerilya berkuda sejumlah 1.000 orang yang semuanya bersorban.
Pasukan Sentot tak ada yang infanteri. Semua kavaleri berkuda dengan keutamaan serangan kilat, cepat, dan mematikan. Panglima militer muda yang jenius dan ditakuti lawan-lawannya ini terlibat dalam Perang Padri (1821 β 1837).
Dalam buku berjudul βDe-Java-oorlog van 1825-1830β yang ditulis E.S de Klerck dia menceritakan, tak lama setelah diangkat jadi panglima perang, Sentot Ali Basyah langsung menunjukkan kemampuannya. Pada 5 September 1828, dia dikirim ke Progo Timur dan berhasil memukul mundur tentara Belanda di bawah pimpinan Sollewijn.
Beberapa minggu kemudian, dia juga berhasil mengatasi perlawanan Belanda di wilayah Banyumas dan Bagelen. Saat peperangan Sentot seringkali menggunakan penggerebekan sebagai taktik perang.
tulis komentar anda