Hadapi Platfom Digital, Media Perlu Bangun Kemandirian

Rabu, 06 April 2022 - 08:00 WIB
Media nasional perlu membangun kemandirian relatif terhadap platform digital, yaitu kemandirian secara teknologi, secara bisnis dan secara jurnalistik. Foto ist
BOGOR - Media nasional perlu membangun kemandirian relatif terhadap platform digita l, yaitu kemandirian secara teknologi, secara bisnis dan secara jurnalistik. Kemandirian relatif artinya tidak putus secara total dalam menjalin kerja sama dengan platfom digital.

Hal ini diungkapkan Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo dalam acara bedah buku berjudul Dialektika Digital: Kolaborasi dan Kompetisi Media Massa Vs Digital Platform yang digelar FMB9, Selasa (5/4/2022). Dalam buku yang ditulis Agus ini ditawarkan bukan sikap anti platfom, bukan menolak transformasi digital karena transformasi digital itu suatu keniscayaan.

Lanjut Agus, kemandirian relatif juga tidak terlalu tergantung pada paltfom dalam mendistribusikan konten, memproduksi jurnalisme dan juga dalam berbisnis. "Namun, kemandirian relatif ini harus didukung dengan kebijakan yang memadai dari pemerintah," jelas Agus Sudibyo.

Sehingga, lanjutnya, publisher right, serta undang-undang perlindungan data pribadi, sosial media dan lain-lain yang dibuat oleh pemerintah adalah unsur-unsur regulasi dimana negara hadir untuk menyehatkan ekosistem media dan menjaga ruang publik yang beradab.

Di era digital ini, dia mengingatkan, media massa dituntut untuk menghadirkan informasi yang lebih cepat, variatif, personal dan interaktif. "Ketidakmampuan media konvensional dalam memenuhi hal tersebut membuat masyarakat meninggalkannya dan beralih ke platform digital.



Kehadiran platform digital global seperti Google , Facebook dan lain sebagainya merupakan teman sekaligus lawan atau friend sekaligus enenemy bagi masyarakat, utamanya mereka yang bergerak di media konvensional. Hal inilah yang menyulitkan dalam menghadapi kehadiran platfom digital," imbuhnya.

Menurut Agus, menghadapi platfom digital ini juga tidak gampang. Sebab, mereka adalah teman sekaligus musuh (frenemy). Publisher dengan mereka hubungannya bukan hanya kompetisi tapi juga coopertaion.

"Kita tidak bisa mengelak bahwa jurnalis selaku publisher banyakterbantu oleh platfrom-platform seperti google, facebook dan lainnya dalam memproduksi konten dan mendistribusikan. Jadi ini yang susah. Kalau mereka musuh seratus persen, itu mudah menghadapinya. Tetapi yang dilawan adalah musuh sekaligus teman. Ini sulit dihadapi," beber Agus.

Anggota BPIP Rikard Bagun yang hadir secara virtual, engapresiasi atas diterbitkannya buku Dialektika Digital ini. Menurut penilaian Rikard, penulis buku ini sangat dipengaruhi pemikiran Hegel."Jadi sampai pada suatu keinginan untuk berkolaborasi dan itulah sintesa. Bung Agus mengatakan perlu sintesa atau bahasa bisnisnya itu kolaborasi," kata Rikard.

Pengaruh yang kedua, kata Rikard, adalah secara kultur. Menurutnya, penulis buku ini sangat Bhineka Tunggal Ika. Bahwa kendati ada perbedaan, namun disatukan dalam sebuah kerjasama. Jadi berbeda-beda tapi kita bisa disatukan dalam sebauh kerjasama.

"Tetapi saya melihat, syarat-syarat kerja samanya tidak terpenuhi. Karena media konvensional sudah dihajar habis oleh yang namanya gangguan dan guncangan digital. Jadi digital disruption," ujar Rikard.

Rikard menjelaskan, digital tranformation atau transformasi digital bukan hanya menyangkut bentuk atau form, namun juga isi atau konten. "Dan seluruh ekosistem media konvensinal itu tidak hanya diganggu bahkan boleh dikatakan dirusak," tutup Rikard.
(don)
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More