Kisah Pangeran Diponegoro dan Karomah Para Kiai Kharismatik
Jum'at, 08 Oktober 2021 - 07:45 WIB
Bahkan konon tanah pertanian keluarga Diponegoro, berdekatan dengan empat pusat ahli hukum Islam, yang dikenal sebagai pathok negari pilar negeri, yakni Kasongan, antara Selarong dan Tegalrejo, Dongkelan, yang berada persis di selatan Yogyakarta, arah ke Bantul. Selanjutnya, Papringan, antara Yogyakarta dan Prambanan, dan Melangi, yang berada persis di sebelah barat laut Tegalrejo.
Diponegoro kemudian menikahi anak perempuan kiai guru senior Kasongan, yang pada saat Perang Jawa bergelar Raden Ayu Retnokumulo. Pernikahan ini disebabkan sering melintasnya Pangeran Diponegoro melewati kediaman calon mertuanya dalam perjalanan dari Tegalrejo, ke tanah pelungguh di Selarong, selatan Yogyakarta.
Dari empat pathok negari itu, tampaknya Melangi menjadi yang paling menonjol pada waktu itu. Letaknya hanya berjarak tiga kilometer dari Tegalrejo, dan tanahnya adalah bagian dari warisan keluarga Danurejan, yang berkerabat dekat dengan Diponegoro.
Mereka kemudian menempatkan seorang guru agama di Melangi, yang mengabdi sebagai penasihat spiritual para anggota komunitas Keraton Yogyakarta.
Satu dari para guru ini adalah Kiai Taptojani, yang keluarganya berasal dari Sumatera. Ia mendapat pengakuan lokal yang besar sebagai ahli dan penerjemah teks-teks Islam yang sulit, dan Diponegoro muda begitu menghormatinya.
Pangeran Diponegoro menerima anak laki-lakinya bekerja padanya dalam masa perang dan menjamin pathok negari, terhindar dari kerusakan selama Perang Jawa.
Kiai Taptojani dikatakan sudah berusia sepuh yakni 90 tahun, Beliau merupakan mediator ulung dalam negosiasi - negosiasi pertama antara Belanda dan penasihat utama untuk urusan agama Diponegoro, Kiai Mojo, pada bulan Oktober 1826. Konon dikisahkan pada Babak Diponegoro versi Surakarta, karena suatu urusan kecil, Kiai Taptojani bahkan pernah mengunjungi Diponegoro pada suatu malam.
Kiai Taptojani inilah yang menasehati Diponegoro agar memulai untuk berperang melawan Belanda. Maka hubungan antara keluarga Kiai Taptojani dan Pangeran Diponegoro selama babak perang awal cukup penting.
Dari Kiai Taptojani itulah Diponegoro mulai berusaha berjuang menyusun rencana perang melawan Belanda.
Diponegoro kemudian menikahi anak perempuan kiai guru senior Kasongan, yang pada saat Perang Jawa bergelar Raden Ayu Retnokumulo. Pernikahan ini disebabkan sering melintasnya Pangeran Diponegoro melewati kediaman calon mertuanya dalam perjalanan dari Tegalrejo, ke tanah pelungguh di Selarong, selatan Yogyakarta.
Dari empat pathok negari itu, tampaknya Melangi menjadi yang paling menonjol pada waktu itu. Letaknya hanya berjarak tiga kilometer dari Tegalrejo, dan tanahnya adalah bagian dari warisan keluarga Danurejan, yang berkerabat dekat dengan Diponegoro.
Mereka kemudian menempatkan seorang guru agama di Melangi, yang mengabdi sebagai penasihat spiritual para anggota komunitas Keraton Yogyakarta.
Satu dari para guru ini adalah Kiai Taptojani, yang keluarganya berasal dari Sumatera. Ia mendapat pengakuan lokal yang besar sebagai ahli dan penerjemah teks-teks Islam yang sulit, dan Diponegoro muda begitu menghormatinya.
Baca Juga
Pangeran Diponegoro menerima anak laki-lakinya bekerja padanya dalam masa perang dan menjamin pathok negari, terhindar dari kerusakan selama Perang Jawa.
Kiai Taptojani dikatakan sudah berusia sepuh yakni 90 tahun, Beliau merupakan mediator ulung dalam negosiasi - negosiasi pertama antara Belanda dan penasihat utama untuk urusan agama Diponegoro, Kiai Mojo, pada bulan Oktober 1826. Konon dikisahkan pada Babak Diponegoro versi Surakarta, karena suatu urusan kecil, Kiai Taptojani bahkan pernah mengunjungi Diponegoro pada suatu malam.
Kiai Taptojani inilah yang menasehati Diponegoro agar memulai untuk berperang melawan Belanda. Maka hubungan antara keluarga Kiai Taptojani dan Pangeran Diponegoro selama babak perang awal cukup penting.
Dari Kiai Taptojani itulah Diponegoro mulai berusaha berjuang menyusun rencana perang melawan Belanda.
tulis komentar anda