Strategi Brigjen Suryo Sumpeno Menumpas Pasukan Antek PKI di Jawa Tengah
Jum'at, 24 September 2021 - 06:30 WIB
Aksi penyusupan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965 juga marak terjadi di Jawa Tengah. Dimana Biro Chusus PKI juga telah melakukan penyusupan ke hampir semua Komando Distrik Militer (Kodim) di Jateng. Sehingga sejumlah besar perwira pertama dan menengah TNI AD di Jajaran Kodam VII/Diponegoro (sekarang Kodam IV Diponegoro ) berhasil dipengaruhi komunis.
Sehingga aksi Gerakan 30 September PKI di Jawa Tengah ini mencapai puncaknya dengan ditandai saat RRI Semarang pada 1 Oktober 1965 sekitar pukul 13.00 WIB memberitakan terbentuknya Dewan Revolusi Jawa Tengah yang dipimpin Asisten 1 Intelijen Kodam VII/Diponegoro Kolonel Inf Sahirman.
Dalam pengumuman itu, Kolonel Inf Sahirman yang menjabat sebagai Ketua Dewan Revolusi Jawa Tengah menetapkan Letnan Kolonel Usman Sastrodibroto sebagai perwira yang diserahi tugas mengambil alih pimpinan Kodam VII/Diponegoro. Letnan Kolonel Usman Sastrodibroto sebelumnya menjabat Asisten 6 Kodam Diponegoro.
Lalu Sahirman menggerakan sejumlah pasukan antek komunis sehingga berhasil menguasai Markas Kodam VII/Diponegoro. Dia juga memperluas gerakannya ke Korem-Korem dan Brigade-Brigade Infanteri di Jawa Tengah serta sejumlah Kodim.
Sehingga setengah dari Komandan Kodim di jajaran Kodam VII/Diponegoro sudah berada di bawah kendali PKI.
Untuk menguasai Markas Kodam, pimpinan Pasukan pro PKI kemudian menggerakan dua kompi dari Batalyon K dan dua kompi dari Batalyon P yang didatangkan dari Salatiga. Kedua Kompi pasukan infanteri pemukul ini dikerahkan untuk mengepung Markas Kodam VII/Diponegoro.
Namun Panglima Kodam VII/Diponegoro yang saat itu dijabat Brigjen TNI Surjo Sumpeno tidak tinggal diam. Sebagai pucuk pimpinan tertinggi di Kodam Diponegoro pada 2 Oktober 1965 pukul 02.00 WIB, Brigjen TNI Surjo Sumpeno langsung memerintahkan Kol Inf Sahirman untuk segera datang menghadap ke rumah dinasnya. Namun Sahirman menolak perintah tersebut dan tetap memerintahkan Pasukan Batalyon K dan Batalyon P untuk merebut Markas Kodam VII/Diponegoro.
Di buku Menyeberangi Sungai Air Mata: Kisah Tragis Tapol '65 dan Upaya Rekonsiliasi, Brigjen TNI Surjo Sumpeno diberi saran oleh staf Kodam yang masih loyal kepadanya yang datang kekediamannya untuk segera meninggalkan rumah dinasnya karena adanya informasi pergerakan pasukan infanteri yang menuju kediamannya.
Sehingga aksi Gerakan 30 September PKI di Jawa Tengah ini mencapai puncaknya dengan ditandai saat RRI Semarang pada 1 Oktober 1965 sekitar pukul 13.00 WIB memberitakan terbentuknya Dewan Revolusi Jawa Tengah yang dipimpin Asisten 1 Intelijen Kodam VII/Diponegoro Kolonel Inf Sahirman.
Dalam pengumuman itu, Kolonel Inf Sahirman yang menjabat sebagai Ketua Dewan Revolusi Jawa Tengah menetapkan Letnan Kolonel Usman Sastrodibroto sebagai perwira yang diserahi tugas mengambil alih pimpinan Kodam VII/Diponegoro. Letnan Kolonel Usman Sastrodibroto sebelumnya menjabat Asisten 6 Kodam Diponegoro.
Lalu Sahirman menggerakan sejumlah pasukan antek komunis sehingga berhasil menguasai Markas Kodam VII/Diponegoro. Dia juga memperluas gerakannya ke Korem-Korem dan Brigade-Brigade Infanteri di Jawa Tengah serta sejumlah Kodim.
Sehingga setengah dari Komandan Kodim di jajaran Kodam VII/Diponegoro sudah berada di bawah kendali PKI.
Untuk menguasai Markas Kodam, pimpinan Pasukan pro PKI kemudian menggerakan dua kompi dari Batalyon K dan dua kompi dari Batalyon P yang didatangkan dari Salatiga. Kedua Kompi pasukan infanteri pemukul ini dikerahkan untuk mengepung Markas Kodam VII/Diponegoro.
Namun Panglima Kodam VII/Diponegoro yang saat itu dijabat Brigjen TNI Surjo Sumpeno tidak tinggal diam. Sebagai pucuk pimpinan tertinggi di Kodam Diponegoro pada 2 Oktober 1965 pukul 02.00 WIB, Brigjen TNI Surjo Sumpeno langsung memerintahkan Kol Inf Sahirman untuk segera datang menghadap ke rumah dinasnya. Namun Sahirman menolak perintah tersebut dan tetap memerintahkan Pasukan Batalyon K dan Batalyon P untuk merebut Markas Kodam VII/Diponegoro.
Di buku Menyeberangi Sungai Air Mata: Kisah Tragis Tapol '65 dan Upaya Rekonsiliasi, Brigjen TNI Surjo Sumpeno diberi saran oleh staf Kodam yang masih loyal kepadanya yang datang kekediamannya untuk segera meninggalkan rumah dinasnya karena adanya informasi pergerakan pasukan infanteri yang menuju kediamannya.
tulis komentar anda