Menanti Tetes Hujan di Masa Panen Kopi Pungkasan Petani Blitar Lereng Kawi

Senin, 02 Agustus 2021 - 01:52 WIB
"Sejak tahun 2012, 90 % tanaman kopi robusta yang ada diganti tanaman kopi baru," terang Kinan. Panen raya berlangsung bulan Mei-Juni. Selama 10-14 hari, petani menikmati masa petik. Di atas lahan seluas setengah hektar, tanaman kopi yang terawat baik, kata Kinan mampu menghasilkan biji kopi hingga dua ton. Tanaman yang dibiarkan begitu saja, masih menghasilkan setengah ton biji kopi .

"Yang dimaksud terawat baik itu pemupukannya betul-betul diperhatikan," terang Kinan. Petani memakai pupuk kandang yang berasal dari kotoran kambing dan sapi. Di wilayah Kecamatan Doko, setiap rumah warga rata-rata memiliki ternak 5-10 ekor kambing. Tidak sedikit yang mempunyai 30-50 ekor kambing. Kebutuhan pakan ternak cukup dipenuhi dari tanaman naungan di kebun kopi. Yakni tanaman gamal dan lamtoro.

Panen kopi berlangsung dua kali dalam setahun. Pada pertengahan Juli sampai awal Agustus ini, kata Kinan memasuki masa panen kopi kedua. Hasil yang didapat tidak sebesar panen raya pertama (Mei-Juni). Petani menyebut sebagai panen pungkasan atau terakhir. Setelah itu tanaman kopi kembali memasuki siklus berbunga dan berbuah. Pada proses ini dibutuhkan hujan untuk merontokkan bunga kopi.



Bunga yang rontok karena tertimpa air hujan, kata Kinan akan berdampak pada bakal buah. Buah menjadi lebih lebat. Lebih lebat dibanding tanaman kopi yang bunganya tidak rontok. "Karenananya ketika datang hujan, para petani merasa bersyukur. Sebab itu yang ditunggu-tunggu," kata Kinan. Saat SINDOnews di Desa Sumberurip, di banyak pelataran rumah warga terlihat biji-biji kopi yang dijemur.

Biji-biji kopi berawarna merah dihamparkan di atas para-para. Mengingat kopi memiliki sifat menyerap, para-para yang terbuat dari bambu diletakkan berjarak dengan tanah. Kendati demikian tidak sedikit petani yang menjemur biji kopi di atas terpal yang langsung dihamparkan di atas tanah.



Saat ini harga kopi robusta gelondongan Rp5-6 ribu/kg. Sedangkan biji yang sudah terkelupas kulitnya Rp12-13 ribu/kg. Beberapa petani, kata Kinan langsung menjual hasil panennya. Kendati demikian tidak sedikit yang memilih menggudangkan dulu. Sampai pasar memberi tawaran harga lebih menguntungkan, kopi baru dikeluarkan. Menurut Kinan, lima tahun terakhir ini, para petani Sumberurip mulai menanam tanaman hortikultura. Yakni di antaranya kentang.

Hasil tanaman hortikultura , ditambah peternakan kambing mereka pakai untuk menyambung hidup bulanan. Agar keuangan mereka terkelola dengan baik, para petani juga mendirikan lembaga koperasi sendiri. "Saat ini untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari para petani cukup mengandalkan dari tanaman hortikultura dan ternak kambing," pungkas Kinan.
(eyt)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content