Jembatan Petekan, Saksi Bisu Kejayaan Surabaya di Masa Kolonial Belanda

Minggu, 13 Juni 2021 - 05:00 WIB
Tampak Jembatan Petekan atau Ferwedarbrug yang berlokasi di Jalan Jakarta, Perak Utara Kecamatan Pabean Cantikan. SINDOnews/Ali
Sebagai salah satu kota penting di zaman penjajahan Belanda , Surabaya menyimpan segudang peninggalan yang mencerminkan kemajuan Kota Pahlawan ini pada masa lalu. Salah satunya adalah Jembatan Petekan atau Ferwedarbrug yang berlokasi di Jalan Jakarta, Perak Utara Kecamatan Pabean Cantikan.

Pemberian nama ini karena diambil dari nama seorang panglima perang angkatan laut Hindia Belanda yakni Admiraal Ferwerda.Jembatan Petekan ini dibangun di atas sungai Kalimas, tepatnya di kawasan Bataviaweg. Jembatan ini dijadikan sebagai cagar budaya berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Surabaya 188.45/004/402.1.04/1998 nomor urut 47 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya Tahun 2008. Jembatan Petekan dibangun oleh NV. Machinefabriek Braat and Co. pada tahun 1900. Jembatan ini beroperasi pertama kali pada 16 Desember 1939.

Pembangunan jembatan berukuran 150 meter ini menelan biaya 133.100 gulden Belanda. Nama jembatan ini awalnya disebut dengan ferwerda brug. Namun karena sistem kerjanya yang ditekan (petekan) maka nama petekan. Dalam bahasa Jawa, petekan artinya “dipencet” atau “ditekan”. Dengan sistem tersebut, Jembatan Petekan merupakan salah satu jembatan tercanggih pada masanya.



Jembatan Petekan dioperasikan menggunakan mesin yang terletak di dalam kedua tiang yang berukuran tebal. Mesin tersebut mempunyai dua roda gigi yang melekat pada tiang. Dua roda gigi tersebut menggerakkan dua tuas yang berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan jembatan konstruksi.

Jembatan ini memiliki ketinggian 1,70 meter di atas permukaan air sungai saat pasang dan 1,20 meter di bawah jalan raya. Di kedua sisi jembatan, sebelah timur dan barat terpasang pilar berukuran 11 meter x 50 meter. Konstruksi geladaknya terdiri dari balok-balok gelagar yang terpasang searah panjang konstruksinya dan diikat dengan baja siku yang posisinya menyilang di antara balok-balok gelagar.

Pada masa kolonial Belanda, jembatan ini berfungsi sebagai jalur untuk keluar dan masuknya kapal dari selat Madura ke pusat kota. Wajar jika Jembatan Petekan ini dijadikan sebagai gerbang perekonomian. Ketika pertempuran yang terjadi pada 10 November 1945 pecah, Jembatan Petekan ini difungsikan sebagai titik kunci untuk menahan serangan tentara sekutu. Baca: Nyabu 4 Kades di Jember Ditangkap Polda Jatim.

Menurut, Direktur Surabaya Heritage Society Freddy H Istanto, setiap harinya ada sekitar 16 kapal tiang dengan ketinggian 17 meter yang lalu lalang melewati jembatan ini. Jumlah ini belum ditambah dengan kapal-kapal kecil lainnya yang dijadikan sebagai tempat bertransaksi bahan pangan. Mulai dari buah-buahan yang dibawa dari Madura sampai bahan pokok kebutuhan masyarakat saat itu. “Jembatan Petekan saat itu menjadi salah satu pusat perdagangan kapal-kapal tradisional," katanya.

Pada tahun 1980-an, geladak jembatan tidak bisa diangkat lagi. Hingga pada Januari 2011 geladak jembatan dipotong, karena balok-balok gelagar dan siku dicuri, yang mengakibatkan geladak ambruk ke sungai dan menghalangi pelayaran kapal-kapal di bawahnya. Karena usia dan perawatan, Jembatan Petekan ini sudah tidak berfungsi. Sebagai gantinya, di kanan kiri Jembatan Petekan ini sudah terbangun jembatan baru. Baca Juga: 3 Hektare Lahan di Sekitar Komplek Perkantor Pemkab Ogan Komering Ulu Selatan Dibakar Orang.
(nag)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content