Diintai Banjir, Warga Pinggiran Sungai Citarum Diminta Pakai Aplikasi Bencana

Sabtu, 12 Juni 2021 - 15:07 WIB
"Tidak hanya itu, aplikasi juga bisa mendeteksi levelnya, tinggi, sedang, atau rendah. Kalau misalnya tinggi, di situ ada panduannya, apa yang harus dilakukan sebelum, ketika, dan setelah bencana menimpa kita. Tidak hanya peringatan, tapi juga paket komplit tentang panduannya," lanjut dia.

Aplikasi lainnya untuk masyarakat di DAS Citarum, tambah Dani, yakni aplikasi Info BMKG. "Itu kalau dibuka, lalu cari nama provinsi, nama kabupaten, nama kecamatan, di situ perkiraan cuaca mulai dari hujan, angin, kelembapan, atau tinggi gelombang, itu ada sampai enam hari ke depan, per tiga jam. Tingkat akurasinya 90 persen," sebutnya.

Menurut Dani, kedua aplikasi tersebut penting digunakan warga, khususnya warga DAS Citarum. Dengan dua aplikasi tersebut, warga dapat melakukan langkah antisipasi sebelum bencana datang.

"Di Citarum sekarang ada juga komunitas, seperti di Baleendah ada namanya Jaga Bale. Itu mereka membentuk WA grup dan men-share telemetri (ketinggian air di hulu). Kalau misalnya sudah naik, kira-kira satu jam berikutnya ada kenaikan berapa itu sudah bisa diperkirakan," katanya.

"Sampai ke hilir Bekasi juga ada komunitas-komunitas relawan yang menyediakan informasi tersebut melalui WA grup. Nanti masyarakat bisa menyebarluaskannya dengan kentongan, speaker masjid dan lainnya," sambung Dani.

Selain mitigasi bencana non-struktural yang dilakukan pihaknya, lanjut Dani, upaya lainnya yakni mitigasi struktural yang berkaitan dengan infrastruktur, seperti pembangunan check dam, normalisasi sungai, situ, dan embung yang dilaksanakannya oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, contohnya Terowongan Nanjung, dan Floodway Cisangkuy.

"BBWS juga memasang telemetri untuk peringatan dini banjir di beberapa titik. Lalu di Subang ada Waduk Sadawarna, ini pembangunannya sudah 50 persen," katanya.

Dengan adanya upaya-upaya mitigasi tersebut, Dani meminta warga, khususnya warga di kawasan DAS Citarum tidak panik saat menghadapi bencana. Dani juga menekankan bahwa simulasi penanganan bencana harus dilakukan, sehingga warga terlatih dalam menghadapi bencana.

"Sebenarnya kalau panik pada saat bencana itu normal. Namun bagaimana caranya supaya tidak panik? Maka harus terlatih," ucapnya.

Menurut Dani, berdasarkan hasil survei saat peristiwa bencana gempa besar di Jepang, 35 persen faktor keselamatan ternyata ada pada diri sendiri. Karenanya, warga harus memiliki pengetahuan dan berlatih menghadapi bencana.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More