Diintai Banjir, Warga Pinggiran Sungai Citarum Diminta Pakai Aplikasi Bencana

Sabtu, 12 Juni 2021 - 15:07 WIB
loading...
Diintai Banjir, Warga Pinggiran Sungai Citarum Diminta Pakai Aplikasi Bencana
Warga menyeberang menggunakan perahu di Sungai Citarum yang kini terlihat lebih bersih. Foto/Dok.Satgas Citarum
A A A
BANDUNG - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jabar mengimbau masyarakat, khususnya yang tinggal di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum untuk mewaspadai potensi bencana banjir.

Baca juga: Baliho Mbak Puan Bertebaran di Surabaya, Pengamat: Pemanasan Menuju Pilpres 2024

Kepala Pelaksana BPBD Jabar, Dani Ramdan mengatakan, BPBD Jabar telah menyiapkan upaya untuk meminimalisasi dampak bencana atau mitigasi bencana non-struktural dengan cara mengedukasi atau melakukan sosialisasi penanganan bencana kepada masyarakat.

Baca juga: Sebulan Tebar Teror di Kabupaten Puncak Papua, KKB Dilumpuhkan, 4 Tewas Ditembak, 11 Luka

"Biasanya kita lakukan mulai dari individu melalui media sosial, juga membentuk GATANA (Keluarga Tangguh Bencana), lalu di tingkat komunitasnya ada RT RW Siaga dan Desa Tangguh Bencana (Destana) atau Kelurahan Tangguh Bencana (Katana)," ujar Dani, Sabtu (12/6/2021).

Meski begitu, Dani mengakui, sosialisasi mitigasi bencana bukan hal yang mudah. Terlebih, Jabar merupakan provinsi yang luas dan jumlah penduduknya sangat besar. Kondisi itulah yang menjadi tantangan dalam upaya sosialisasi.

Agar sosialisasi berjalan maksimal, lanjut Dani, pihaknya kini memanfaatkan teknologi informasi dan media sosial, agar warga di DAS Citarum selalu waspada dalam menghadapi potensi bencana, khususnya banjir.

"Yang pertama dari smartphone. Ada aplikasi yang bisa di-download secara gratis namanya Inarisk. Itu tinggal di-download, lalu dibuka di mana pun kita berada, asal GPS-nya nyala itu langsung menginformasikan data kebencanaan di wilayah tersebut," terangnya.

"Tidak hanya itu, aplikasi juga bisa mendeteksi levelnya, tinggi, sedang, atau rendah. Kalau misalnya tinggi, di situ ada panduannya, apa yang harus dilakukan sebelum, ketika, dan setelah bencana menimpa kita. Tidak hanya peringatan, tapi juga paket komplit tentang panduannya," lanjut dia.

Aplikasi lainnya untuk masyarakat di DAS Citarum, tambah Dani, yakni aplikasi Info BMKG. "Itu kalau dibuka, lalu cari nama provinsi, nama kabupaten, nama kecamatan, di situ perkiraan cuaca mulai dari hujan, angin, kelembapan, atau tinggi gelombang, itu ada sampai enam hari ke depan, per tiga jam. Tingkat akurasinya 90 persen," sebutnya.

Menurut Dani, kedua aplikasi tersebut penting digunakan warga, khususnya warga DAS Citarum. Dengan dua aplikasi tersebut, warga dapat melakukan langkah antisipasi sebelum bencana datang.

"Di Citarum sekarang ada juga komunitas, seperti di Baleendah ada namanya Jaga Bale. Itu mereka membentuk WA grup dan men-share telemetri (ketinggian air di hulu). Kalau misalnya sudah naik, kira-kira satu jam berikutnya ada kenaikan berapa itu sudah bisa diperkirakan," katanya.

"Sampai ke hilir Bekasi juga ada komunitas-komunitas relawan yang menyediakan informasi tersebut melalui WA grup. Nanti masyarakat bisa menyebarluaskannya dengan kentongan, speaker masjid dan lainnya," sambung Dani.

Selain mitigasi bencana non-struktural yang dilakukan pihaknya, lanjut Dani, upaya lainnya yakni mitigasi struktural yang berkaitan dengan infrastruktur, seperti pembangunan check dam, normalisasi sungai, situ, dan embung yang dilaksanakannya oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, contohnya Terowongan Nanjung, dan Floodway Cisangkuy.

"BBWS juga memasang telemetri untuk peringatan dini banjir di beberapa titik. Lalu di Subang ada Waduk Sadawarna, ini pembangunannya sudah 50 persen," katanya.

Dengan adanya upaya-upaya mitigasi tersebut, Dani meminta warga, khususnya warga di kawasan DAS Citarum tidak panik saat menghadapi bencana. Dani juga menekankan bahwa simulasi penanganan bencana harus dilakukan, sehingga warga terlatih dalam menghadapi bencana.

"Sebenarnya kalau panik pada saat bencana itu normal. Namun bagaimana caranya supaya tidak panik? Maka harus terlatih," ucapnya.

Menurut Dani, berdasarkan hasil survei saat peristiwa bencana gempa besar di Jepang, 35 persen faktor keselamatan ternyata ada pada diri sendiri. Karenanya, warga harus memiliki pengetahuan dan berlatih menghadapi bencana.

"Tapi hal itu tidak cukup karena biasanya ada faktor lain, 32 persen itu faktor keluarga. Jika di rumah ada lansia, balita atau difabel itu harus ditolong dengan latihan. Lalu 27 persennya adalah komunitas karena itu yang paling dekat membantu. Maka perlu ada sosialisasi dan edukasi di tingkat RT, RW, sampai desa," paparnya.

Dani menambahkan, sosialisasi kebencanaan rutin dilakukan oleh BPBD Jabar. Namun, selama pandemi melanda, sosialisasi lebih banyak dilakukan lewat webinar atau virtual.

"Kita bekerja sama dengan BMH, Bandung Mitigasi Hub. Setiap Senin-Jumat jam 11.00 ada diskusi mengenai berbagai isu dan topik kebencanaan. Tinggal buka instagram BMH atau BPBD Jabar nanti akan kita informasikan," katanya.

Dani pun mengingatkan warga selalu waspada dalam menghadapi potensi bencana di DAS Citarum. "Ingatlah ada ibu-ibu pakai kebaya, duduk di kursi memakai kain sulam. Kebaya itu apa? Kenali bahayanya. Duduk di kursi, kursi itu apa? Kurangi risikonya. Lalu kain sulam, siap untuk selamat. Kenali bahayanya, kurangi risikonya, siap untuk selamat," tandasnya.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1646 seconds (0.1#10.140)