FEB UNISMA Kupas Problematika UMKM Disaat Pandemi COVID-19
Rabu, 20 Mei 2020 - 20:48 WIB
"Asia diprediksi melemah dan belum lama ini juga disusul ada krisis kesehatan yang mana WHO telah menetapkan COVID-19 sebagai Wabah Pandemi Global. Perlu kita sadari pemerintah hingga para investor selalu memperhatikan perkembangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, yang memiliki efek domino kepada ekonomi Indonesia, dampak perang dagang ke ekonomi Indonesia memang tak terelakan," ujarnya.
"Lihat saja meskipun perang dagang berdampak kepada pelemahan ekonomi AS dan China ini akan memberikan pengaruh pada negara Indonesia. Setiap perlambatan ekonomi AS dan Cina secara bersamaan, akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 0,32 persen. Apalagi AS dan China adalah dua mitra dagang utama Indonesia," lanjutnya.
Pelemahan ekonomi keduanya, diakui Diana bisa membuat permintaan barang dari Indonesia (ekspor) ikut anjlok. Padahal ekspor merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Selanjutnya setiap satu persen perlambatan ekonomi AS akan memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,05 persen. Begitu pula dengan Cina, tiap satu persen perlambatan ekonominya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,27 persen. "Itulah kalau ekonomi AS-Cina melambat, Indonesia juga terdampak. Karena negara ini cross ride dengan Indonesia," tambahnya.
Selanjutnya Diana megungkapkan, bahwa krisis global yang hadir di Indonesia, diperparah lagi dengan krisis kesehatan dimana pemerintah Indonesia, memberlakukan serangkaian kebijakan seperti social distancing maupun PSBB pada beberapa wilayah kota maupun kabupaten.
PSBB dan social distancing mengharuskan belajar, bekerja dan beribadah dari rumah, serta melarang berbagai aktivitas yang mengumpulkan orang banyak disemua sektor, demi menghambat penyebaran virus. Hal ini berimbas secara tidak langsung terhadap perekonomian Indonesia.
"Kurs mata uang dollar terhadap mata uang rupiah berfluktuasi secara tidak stabil. Bahkan laporan dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan terjadi penurunan dalam beberapa minggu terakhir. Belum lagi terjadi panic buying di dalam masyarakat, yang disertai dengan kenaikan harga akibat kelangkaan sejumlah barang, khususnya alat-alat kesehatan. Menurunnya konsumsi dan investasi, baik dalam lingkup rumah tangga maupun lingkup pemerintah. Beberapa usaha mengalami krisis akibat penurunan omzet, khususnya perhotelan, tempat wisata, tempat hiburan, transportasi, restoran, cafe, pusat oleh-oleh dan usaha," katanya.
Menurut Diana, ada sejumlah langkah strategis yang bisa dilakukan, antara lain percepatan bagi upaya relaksasi restrukturisasi kredit UMKM yang mengalami kesulitan. Berikutnya, penyiapan skema baru pembiayaan, terutama berkaitan dengan investasi dan modal kerja yang pengajuannya lebih mudah dengan jangkauan terutama bagi daerah-daerah yang terdampak.
"Memasukkan para pelaku usaha mikro atau masyarakat yang membutuhkan dalam skema bantuan sosial, terutama yang berkaitan dengan paket sembako. Serta, UMKM diberikan peluang terus untuk berproduksi di sektor pertanian, industri rumah tangga, warung tradisional sektor makanan, dengan protokol kesehatan yang ketat," pungkasnya.
Sementara itu Nurhajati banyak mengulas tentang pertumbuhan sektor UMKM akibat krisis ekonomi dan krisis kesehatan. Beliau mengungkapkan bahwa dilihat sudut pandang pertumbuhan UMKM, dampak krisis ekonomi dan kesehatan bagi perekonomian UMKM sangat nyata.
"Lihat saja meskipun perang dagang berdampak kepada pelemahan ekonomi AS dan China ini akan memberikan pengaruh pada negara Indonesia. Setiap perlambatan ekonomi AS dan Cina secara bersamaan, akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 0,32 persen. Apalagi AS dan China adalah dua mitra dagang utama Indonesia," lanjutnya.
Pelemahan ekonomi keduanya, diakui Diana bisa membuat permintaan barang dari Indonesia (ekspor) ikut anjlok. Padahal ekspor merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Selanjutnya setiap satu persen perlambatan ekonomi AS akan memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,05 persen. Begitu pula dengan Cina, tiap satu persen perlambatan ekonominya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,27 persen. "Itulah kalau ekonomi AS-Cina melambat, Indonesia juga terdampak. Karena negara ini cross ride dengan Indonesia," tambahnya.
Selanjutnya Diana megungkapkan, bahwa krisis global yang hadir di Indonesia, diperparah lagi dengan krisis kesehatan dimana pemerintah Indonesia, memberlakukan serangkaian kebijakan seperti social distancing maupun PSBB pada beberapa wilayah kota maupun kabupaten.
PSBB dan social distancing mengharuskan belajar, bekerja dan beribadah dari rumah, serta melarang berbagai aktivitas yang mengumpulkan orang banyak disemua sektor, demi menghambat penyebaran virus. Hal ini berimbas secara tidak langsung terhadap perekonomian Indonesia.
"Kurs mata uang dollar terhadap mata uang rupiah berfluktuasi secara tidak stabil. Bahkan laporan dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan terjadi penurunan dalam beberapa minggu terakhir. Belum lagi terjadi panic buying di dalam masyarakat, yang disertai dengan kenaikan harga akibat kelangkaan sejumlah barang, khususnya alat-alat kesehatan. Menurunnya konsumsi dan investasi, baik dalam lingkup rumah tangga maupun lingkup pemerintah. Beberapa usaha mengalami krisis akibat penurunan omzet, khususnya perhotelan, tempat wisata, tempat hiburan, transportasi, restoran, cafe, pusat oleh-oleh dan usaha," katanya.
Menurut Diana, ada sejumlah langkah strategis yang bisa dilakukan, antara lain percepatan bagi upaya relaksasi restrukturisasi kredit UMKM yang mengalami kesulitan. Berikutnya, penyiapan skema baru pembiayaan, terutama berkaitan dengan investasi dan modal kerja yang pengajuannya lebih mudah dengan jangkauan terutama bagi daerah-daerah yang terdampak.
"Memasukkan para pelaku usaha mikro atau masyarakat yang membutuhkan dalam skema bantuan sosial, terutama yang berkaitan dengan paket sembako. Serta, UMKM diberikan peluang terus untuk berproduksi di sektor pertanian, industri rumah tangga, warung tradisional sektor makanan, dengan protokol kesehatan yang ketat," pungkasnya.
Sementara itu Nurhajati banyak mengulas tentang pertumbuhan sektor UMKM akibat krisis ekonomi dan krisis kesehatan. Beliau mengungkapkan bahwa dilihat sudut pandang pertumbuhan UMKM, dampak krisis ekonomi dan kesehatan bagi perekonomian UMKM sangat nyata.
tulis komentar anda