FEB UNISMA Kupas Problematika UMKM Disaat Pandemi COVID-19
loading...
A
A
A
MALANG - Dunia sedang menghadapi pandemi COVID-19 yang muncul pertama kali di Wuhan, China, pada akhir tahun 2019. Penyebaran virus COVID-19 yang dahsyat dan mengglobal, telah menyerang di hampir lebih dari 215 negara dan wilayah di dunia.
(Baca juga: Mereka Masih Bisa Menyalurkan BLT DD di Tengah Tumpukan Aturan )
Pada awal bulan Maret 2020, Indonesia memulai perperangan untuk menghadapi pandemi virus Corona yang mulai masuk di Indonesia. Sebagai salah satu negara yang terinfeksi pandemi COVID-19, pada saat ini tercatat 17.645 orang positif virus Corona.
Penyebaran virus sudah terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia, sehingga pemerintah menetapkan surat edaran terkait kebijakan social distancing maupun phisycal distancing yang mengharuskan belajar, bekerja dan beribadah dari rumah, serta melarang berbagai aktivitas yang mengumpulkan orang banyak disemua sektor demi menghambat penyebaran virus, hal ini berimbas secara tidak langsung pada perekonomian nasional.
Atas dasar inilah pada program Kampus Ramadhan yang digelar hasil kerjasama Universitas Islam Malang (Unisma) dengan NU Channel mengupas tuntas tentang "Perekonomian Indonesia antaran Harapan dan Tantangan".
Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan yang disiarkan secara streaming seluruh Indonesia ini yaitu Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unisma, Nur Diana, dan Guru Besar FEB Unisma, Nurhajati.
Rektor Unisma, Masykuri sebagai pemandu acara memberikan pertanyaan yang sangat kristis kepada kedua narasumber terkait kondisi perekeonomian Indonesia di tengah carut marutnya krisis kesehatan, dan mengapa pemerintah tidak melakukan kebijakan lockdown, serta bagiamana imbasnya terhadap pertumbuhan UMKM serta sektor lainnya.
Dalam paparannnya Nur Diana memberikan pandangan yang kritis dan tajam terkait kejadian krisis kesehatan ini. Dia mengatakan, bahwa krisis kesehatan ini sebenarnya bukan satu-satunya penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menurun.
Menurutnya, fakta telah menunjukkan, bahwa kilas balik perkembangan perekonomian dan dunia usaha Indonesia dalam tahun 2019 -2020 masih terus diwarnai dengan tantangan dan ancaman ketidakpastian atas pelambatan ekonomi global, regional dan lokal.
"Asia diprediksi melemah dan belum lama ini juga disusul ada krisis kesehatan yang mana WHO telah menetapkan COVID-19 sebagai Wabah Pandemi Global. Perlu kita sadari pemerintah hingga para investor selalu memperhatikan perkembangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, yang memiliki efek domino kepada ekonomi Indonesia, dampak perang dagang ke ekonomi Indonesia memang tak terelakan," ujarnya.
"Lihat saja meskipun perang dagang berdampak kepada pelemahan ekonomi AS dan China ini akan memberikan pengaruh pada negara Indonesia. Setiap perlambatan ekonomi AS dan Cina secara bersamaan, akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 0,32 persen. Apalagi AS dan China adalah dua mitra dagang utama Indonesia," lanjutnya.
Pelemahan ekonomi keduanya, diakui Diana bisa membuat permintaan barang dari Indonesia (ekspor) ikut anjlok. Padahal ekspor merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Selanjutnya setiap satu persen perlambatan ekonomi AS akan memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,05 persen. Begitu pula dengan Cina, tiap satu persen perlambatan ekonominya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,27 persen. "Itulah kalau ekonomi AS-Cina melambat, Indonesia juga terdampak. Karena negara ini cross ride dengan Indonesia," tambahnya.
Selanjutnya Diana megungkapkan, bahwa krisis global yang hadir di Indonesia, diperparah lagi dengan krisis kesehatan dimana pemerintah Indonesia, memberlakukan serangkaian kebijakan seperti social distancing maupun PSBB pada beberapa wilayah kota maupun kabupaten.
PSBB dan social distancing mengharuskan belajar, bekerja dan beribadah dari rumah, serta melarang berbagai aktivitas yang mengumpulkan orang banyak disemua sektor, demi menghambat penyebaran virus. Hal ini berimbas secara tidak langsung terhadap perekonomian Indonesia.
"Kurs mata uang dollar terhadap mata uang rupiah berfluktuasi secara tidak stabil. Bahkan laporan dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan terjadi penurunan dalam beberapa minggu terakhir. Belum lagi terjadi panic buying di dalam masyarakat, yang disertai dengan kenaikan harga akibat kelangkaan sejumlah barang, khususnya alat-alat kesehatan. Menurunnya konsumsi dan investasi, baik dalam lingkup rumah tangga maupun lingkup pemerintah. Beberapa usaha mengalami krisis akibat penurunan omzet, khususnya perhotelan, tempat wisata, tempat hiburan, transportasi, restoran, cafe, pusat oleh-oleh dan usaha," katanya.
Menurut Diana, ada sejumlah langkah strategis yang bisa dilakukan, antara lain percepatan bagi upaya relaksasi restrukturisasi kredit UMKM yang mengalami kesulitan. Berikutnya, penyiapan skema baru pembiayaan, terutama berkaitan dengan investasi dan modal kerja yang pengajuannya lebih mudah dengan jangkauan terutama bagi daerah-daerah yang terdampak.
"Memasukkan para pelaku usaha mikro atau masyarakat yang membutuhkan dalam skema bantuan sosial, terutama yang berkaitan dengan paket sembako. Serta, UMKM diberikan peluang terus untuk berproduksi di sektor pertanian, industri rumah tangga, warung tradisional sektor makanan, dengan protokol kesehatan yang ketat," pungkasnya.
Sementara itu Nurhajati banyak mengulas tentang pertumbuhan sektor UMKM akibat krisis ekonomi dan krisis kesehatan. Beliau mengungkapkan bahwa dilihat sudut pandang pertumbuhan UMKM, dampak krisis ekonomi dan kesehatan bagi perekonomian UMKM sangat nyata.
Salah satu kegiatan yang menghilang dari rutinitas adalah tidak berbelanja ke luar rumah melalui UMKM yang ada. Karena inilah, UMKM kesulitan membayar biaya-biaya yang ada. Hal itu seperti gaji dan honor pekerja, serta biaya-biaya operasional dan nonoperasional lainnya.
"Belum lagi saat ini kita memasuki bulan Ramadan, dunia UMKM yang normalnya menggenjot industri karena naiknya permintaan masyarakat. Sayangnya, karena wabah COVID-19 datang, dunia usaha tidak bisa melakukannya. Hal ini memaksa perusahaan untuk menurunkan produksinya," tuturnya.
Perusahaan, menurutnya terpaksa melakukan PHK karena terhentinya proses produksi untuk sementara waktu, akibat daya beli konsumen maupun kelangkaan bahan baku produksi yang di impor dari negara luar seperti dari negara Tiongkok sehingga akan menghambat kegiatan industri. Implikasinya terjadi peningkatan jumlah angka pengangguran yang berefek pada penurunan produk domestik bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Saat ini dia berharap, UMKM harus berani melakukan gebrakan nnyata dan berputar haluan supaya bisnisnya eksis. Misalkan core bisnisnya adalah industri garmen dan mengalami penurunan omzet karena turunnya permintaan terhadap produk garmen, mulailah berani memutar haluan untuk berproduksi masker, memproduksi alat pelindung diri karena sangat dibutuhkan oleh tenaga kesehatan dan masyarakat yang membutuhkan masker banyak.
"Saat ini pelaku UMKM harusnya mulai menata diri dan melakukan reorientasi bisnisnya, karena pandemi COVID-19 tidak selamanya akan menetap di Indonesia. Saat wabah ini berakhir pelaku UMKM sudah siap dengan bisnis baru yang diminati oleh konsumennya," tegasnya.
(Baca juga: Mereka Masih Bisa Menyalurkan BLT DD di Tengah Tumpukan Aturan )
Pada awal bulan Maret 2020, Indonesia memulai perperangan untuk menghadapi pandemi virus Corona yang mulai masuk di Indonesia. Sebagai salah satu negara yang terinfeksi pandemi COVID-19, pada saat ini tercatat 17.645 orang positif virus Corona.
Penyebaran virus sudah terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia, sehingga pemerintah menetapkan surat edaran terkait kebijakan social distancing maupun phisycal distancing yang mengharuskan belajar, bekerja dan beribadah dari rumah, serta melarang berbagai aktivitas yang mengumpulkan orang banyak disemua sektor demi menghambat penyebaran virus, hal ini berimbas secara tidak langsung pada perekonomian nasional.
Atas dasar inilah pada program Kampus Ramadhan yang digelar hasil kerjasama Universitas Islam Malang (Unisma) dengan NU Channel mengupas tuntas tentang "Perekonomian Indonesia antaran Harapan dan Tantangan".
Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan yang disiarkan secara streaming seluruh Indonesia ini yaitu Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unisma, Nur Diana, dan Guru Besar FEB Unisma, Nurhajati.
Rektor Unisma, Masykuri sebagai pemandu acara memberikan pertanyaan yang sangat kristis kepada kedua narasumber terkait kondisi perekeonomian Indonesia di tengah carut marutnya krisis kesehatan, dan mengapa pemerintah tidak melakukan kebijakan lockdown, serta bagiamana imbasnya terhadap pertumbuhan UMKM serta sektor lainnya.
Dalam paparannnya Nur Diana memberikan pandangan yang kritis dan tajam terkait kejadian krisis kesehatan ini. Dia mengatakan, bahwa krisis kesehatan ini sebenarnya bukan satu-satunya penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menurun.
Menurutnya, fakta telah menunjukkan, bahwa kilas balik perkembangan perekonomian dan dunia usaha Indonesia dalam tahun 2019 -2020 masih terus diwarnai dengan tantangan dan ancaman ketidakpastian atas pelambatan ekonomi global, regional dan lokal.
"Asia diprediksi melemah dan belum lama ini juga disusul ada krisis kesehatan yang mana WHO telah menetapkan COVID-19 sebagai Wabah Pandemi Global. Perlu kita sadari pemerintah hingga para investor selalu memperhatikan perkembangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, yang memiliki efek domino kepada ekonomi Indonesia, dampak perang dagang ke ekonomi Indonesia memang tak terelakan," ujarnya.
"Lihat saja meskipun perang dagang berdampak kepada pelemahan ekonomi AS dan China ini akan memberikan pengaruh pada negara Indonesia. Setiap perlambatan ekonomi AS dan Cina secara bersamaan, akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 0,32 persen. Apalagi AS dan China adalah dua mitra dagang utama Indonesia," lanjutnya.
Pelemahan ekonomi keduanya, diakui Diana bisa membuat permintaan barang dari Indonesia (ekspor) ikut anjlok. Padahal ekspor merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Selanjutnya setiap satu persen perlambatan ekonomi AS akan memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,05 persen. Begitu pula dengan Cina, tiap satu persen perlambatan ekonominya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,27 persen. "Itulah kalau ekonomi AS-Cina melambat, Indonesia juga terdampak. Karena negara ini cross ride dengan Indonesia," tambahnya.
Selanjutnya Diana megungkapkan, bahwa krisis global yang hadir di Indonesia, diperparah lagi dengan krisis kesehatan dimana pemerintah Indonesia, memberlakukan serangkaian kebijakan seperti social distancing maupun PSBB pada beberapa wilayah kota maupun kabupaten.
PSBB dan social distancing mengharuskan belajar, bekerja dan beribadah dari rumah, serta melarang berbagai aktivitas yang mengumpulkan orang banyak disemua sektor, demi menghambat penyebaran virus. Hal ini berimbas secara tidak langsung terhadap perekonomian Indonesia.
"Kurs mata uang dollar terhadap mata uang rupiah berfluktuasi secara tidak stabil. Bahkan laporan dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan terjadi penurunan dalam beberapa minggu terakhir. Belum lagi terjadi panic buying di dalam masyarakat, yang disertai dengan kenaikan harga akibat kelangkaan sejumlah barang, khususnya alat-alat kesehatan. Menurunnya konsumsi dan investasi, baik dalam lingkup rumah tangga maupun lingkup pemerintah. Beberapa usaha mengalami krisis akibat penurunan omzet, khususnya perhotelan, tempat wisata, tempat hiburan, transportasi, restoran, cafe, pusat oleh-oleh dan usaha," katanya.
Menurut Diana, ada sejumlah langkah strategis yang bisa dilakukan, antara lain percepatan bagi upaya relaksasi restrukturisasi kredit UMKM yang mengalami kesulitan. Berikutnya, penyiapan skema baru pembiayaan, terutama berkaitan dengan investasi dan modal kerja yang pengajuannya lebih mudah dengan jangkauan terutama bagi daerah-daerah yang terdampak.
"Memasukkan para pelaku usaha mikro atau masyarakat yang membutuhkan dalam skema bantuan sosial, terutama yang berkaitan dengan paket sembako. Serta, UMKM diberikan peluang terus untuk berproduksi di sektor pertanian, industri rumah tangga, warung tradisional sektor makanan, dengan protokol kesehatan yang ketat," pungkasnya.
Sementara itu Nurhajati banyak mengulas tentang pertumbuhan sektor UMKM akibat krisis ekonomi dan krisis kesehatan. Beliau mengungkapkan bahwa dilihat sudut pandang pertumbuhan UMKM, dampak krisis ekonomi dan kesehatan bagi perekonomian UMKM sangat nyata.
Salah satu kegiatan yang menghilang dari rutinitas adalah tidak berbelanja ke luar rumah melalui UMKM yang ada. Karena inilah, UMKM kesulitan membayar biaya-biaya yang ada. Hal itu seperti gaji dan honor pekerja, serta biaya-biaya operasional dan nonoperasional lainnya.
"Belum lagi saat ini kita memasuki bulan Ramadan, dunia UMKM yang normalnya menggenjot industri karena naiknya permintaan masyarakat. Sayangnya, karena wabah COVID-19 datang, dunia usaha tidak bisa melakukannya. Hal ini memaksa perusahaan untuk menurunkan produksinya," tuturnya.
Perusahaan, menurutnya terpaksa melakukan PHK karena terhentinya proses produksi untuk sementara waktu, akibat daya beli konsumen maupun kelangkaan bahan baku produksi yang di impor dari negara luar seperti dari negara Tiongkok sehingga akan menghambat kegiatan industri. Implikasinya terjadi peningkatan jumlah angka pengangguran yang berefek pada penurunan produk domestik bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Saat ini dia berharap, UMKM harus berani melakukan gebrakan nnyata dan berputar haluan supaya bisnisnya eksis. Misalkan core bisnisnya adalah industri garmen dan mengalami penurunan omzet karena turunnya permintaan terhadap produk garmen, mulailah berani memutar haluan untuk berproduksi masker, memproduksi alat pelindung diri karena sangat dibutuhkan oleh tenaga kesehatan dan masyarakat yang membutuhkan masker banyak.
"Saat ini pelaku UMKM harusnya mulai menata diri dan melakukan reorientasi bisnisnya, karena pandemi COVID-19 tidak selamanya akan menetap di Indonesia. Saat wabah ini berakhir pelaku UMKM sudah siap dengan bisnis baru yang diminati oleh konsumennya," tegasnya.
(eyt)