Ada Mafia HKM di Bima, BKPH Terus Telusuri Oknum yang Terlibat
Kamis, 25 Februari 2021 - 22:01 WIB
BIMA - Setelah sebagian lahan kawasan hutan tutupan milik negara diketahui dalam penguasaan pengelolaan pribadi sejumlah oknum yang diantaranya terdapat mantan pejabat di Kota Bima-Nusa Tenggara Barat, kini Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Maria Donggo Masa kembali menelusuri Hutan Kemasyarakatan (HKM) secara keseluruhan yang jumlahnya ribuan hektar.
Berdasarkan data BKPH setempat, seluas 3230 hektar HKM di wilayah Kota Bima dan Kabupaten Bima menjadi kawasan pengelolaan Maria Donggo Masa. Dari jumlah data tersebut, 2200 hektar telah memiliki izin dari Kementerian terkait untuk dijadikan lahan pertanian yang dikelola oleh masyarakat. Sementara sekitar ada puluhan hektar telah dijadikan lahan pribadi.
Namun disisi lain, BKPH saat ini sedang menelusuri para oknum yang melakukan perampasan hutan milik negara dengan modus praktek jual beli dengan bekerjasama Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di masing-masing wilayah.
"Hasil telusur kita dari BKPH, telah ditemukan adanya sejumlah pihak atau oknum yang telah mengalihkan HKM menjadi hak milik pribadi. Sebagai lembaga publik, kami tidak hanya menerima isu, akan tetapi lebih mengecek langsung fakta di lapangan," kata Kepala Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Maria Donggo Masa, Ahyar HMA, saat dikonfirmasi di ruangannya pada Kamis (25/02/2021).
Diakuinya, kejahatan praktek jual beli kawasan HKM telah terjadi di kawasan Ncai Kapenta, Kelurahan Jatibaru, Kecamatan Asakota, Kota Bima-NTB sekitar pada tahun 2019. Terbukti, ada 5 hektar dari 750 hektar HKM di kawasan tersebut telah dijadikan hak milik, 2 hektar diantaranya telah dipagari keliling oleh pemiliknya yang diduga mantan pejabat daerah berinisial QU."Dari dulu kami BKPH telah mengeluarkan warning kepada seluruh Gapoktan untuk tidak boleh dipindahtangankan, apalagi HKM diperjual belikan kepada pihak lain," jelasnya.
Diungkapkan Ahyar, saat ini pihaknya telah berhasil mengungkap adanya praktek jual beli HKM di wilayah Matakando, Kecamatan Mpunda, Kota Bima. Meski lokasi HKM hanya 1 hektar, namun hal itu membuktikan adanya kejahatan dalam menjual hutan milik negara dan sangat bertentangan dengan aturan. Tidak menuntup kemungkinan, adanya praktek seperti itu dibeberapa wilayah lain seperti terjadi di wilayah HKM Ncai Kapenta yang menyeret nama mantan pejabat daerah Kota Bima.
"Hasil akhirnya belum kita dapatkan semua, termasuk punya mantan pejabat QU. Kalau di Kelurahan Matakando yang luasnya 1 hektar, itu milik Sahlan warga kelurahan setempat. Namun setelah di klarifikasi serta dilakukan pemeriksaan, yang bersangkutan telah legowo untuk mengembalikan HKM tersebut ke status milik negara. Bahkan ia bersedia untuk mencabut kembali sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN),"ungkapnya.
Lebih mendalam masalah HKM Ncai Kapenta, Ahyar mengakui jika keberadaan petani di sana sebelum terbentuknya HKM tahun 2012. Praktek jual beli lahan itu terjadi setelah tahun 2012 yang diduga kuat adanya keterlibatan oknum di Gapoktan yang telah diberikan izin resmi.
Diuraikannya, berdasarkan aturan, HKM dibuat untuk dikelola untuk kepentingan para petani didijadikan hak kelola sementara dengan jangka waktu yang telah diatur. Akan tetapi, petani yang sudah diberikan izin harus juga melihat kondisi hutan jangan sampai merusak areal sekitar kawasan."Biasanya kerusakan hutan akibat adanya penyemprotan yang menggunakan Herbisida, sehingga menyebabkan pohon sekitar mati. Selain itu juga, dampak kerusakan diakibatkan adanya pembakaran hutan secara meluas,"bebernya.
Berdasarkan intruksi, BKPH sebagai pengontrol HKM, akan terus melakukan sosialisasi terhadap petani untuk mencegah terjadinya kerusakan hutan, terutama bagi para petani jagung yang kerap membuat kerusakan pada areal hutan.
"Kami bersyukur adanya aparat penegak hukum yang mau bekerjasama dengan BKPH untuk memberantas mafia jual beli di kawasan hutan. Sesungguhnya, kami hanya memiliki kewenangan terbatas dalam hal bertindak. Dan tindakan yang sudah kami lakukan selama ini yakni membongkar bangunan permanen yang dibangun di areal HKM Ncai Kapenta,"pungkasnya.
Berdasarkan data BKPH setempat, seluas 3230 hektar HKM di wilayah Kota Bima dan Kabupaten Bima menjadi kawasan pengelolaan Maria Donggo Masa. Dari jumlah data tersebut, 2200 hektar telah memiliki izin dari Kementerian terkait untuk dijadikan lahan pertanian yang dikelola oleh masyarakat. Sementara sekitar ada puluhan hektar telah dijadikan lahan pribadi.
Namun disisi lain, BKPH saat ini sedang menelusuri para oknum yang melakukan perampasan hutan milik negara dengan modus praktek jual beli dengan bekerjasama Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di masing-masing wilayah.
"Hasil telusur kita dari BKPH, telah ditemukan adanya sejumlah pihak atau oknum yang telah mengalihkan HKM menjadi hak milik pribadi. Sebagai lembaga publik, kami tidak hanya menerima isu, akan tetapi lebih mengecek langsung fakta di lapangan," kata Kepala Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Maria Donggo Masa, Ahyar HMA, saat dikonfirmasi di ruangannya pada Kamis (25/02/2021).
Diakuinya, kejahatan praktek jual beli kawasan HKM telah terjadi di kawasan Ncai Kapenta, Kelurahan Jatibaru, Kecamatan Asakota, Kota Bima-NTB sekitar pada tahun 2019. Terbukti, ada 5 hektar dari 750 hektar HKM di kawasan tersebut telah dijadikan hak milik, 2 hektar diantaranya telah dipagari keliling oleh pemiliknya yang diduga mantan pejabat daerah berinisial QU."Dari dulu kami BKPH telah mengeluarkan warning kepada seluruh Gapoktan untuk tidak boleh dipindahtangankan, apalagi HKM diperjual belikan kepada pihak lain," jelasnya.
Diungkapkan Ahyar, saat ini pihaknya telah berhasil mengungkap adanya praktek jual beli HKM di wilayah Matakando, Kecamatan Mpunda, Kota Bima. Meski lokasi HKM hanya 1 hektar, namun hal itu membuktikan adanya kejahatan dalam menjual hutan milik negara dan sangat bertentangan dengan aturan. Tidak menuntup kemungkinan, adanya praktek seperti itu dibeberapa wilayah lain seperti terjadi di wilayah HKM Ncai Kapenta yang menyeret nama mantan pejabat daerah Kota Bima.
"Hasil akhirnya belum kita dapatkan semua, termasuk punya mantan pejabat QU. Kalau di Kelurahan Matakando yang luasnya 1 hektar, itu milik Sahlan warga kelurahan setempat. Namun setelah di klarifikasi serta dilakukan pemeriksaan, yang bersangkutan telah legowo untuk mengembalikan HKM tersebut ke status milik negara. Bahkan ia bersedia untuk mencabut kembali sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN),"ungkapnya.
Lebih mendalam masalah HKM Ncai Kapenta, Ahyar mengakui jika keberadaan petani di sana sebelum terbentuknya HKM tahun 2012. Praktek jual beli lahan itu terjadi setelah tahun 2012 yang diduga kuat adanya keterlibatan oknum di Gapoktan yang telah diberikan izin resmi.
Diuraikannya, berdasarkan aturan, HKM dibuat untuk dikelola untuk kepentingan para petani didijadikan hak kelola sementara dengan jangka waktu yang telah diatur. Akan tetapi, petani yang sudah diberikan izin harus juga melihat kondisi hutan jangan sampai merusak areal sekitar kawasan."Biasanya kerusakan hutan akibat adanya penyemprotan yang menggunakan Herbisida, sehingga menyebabkan pohon sekitar mati. Selain itu juga, dampak kerusakan diakibatkan adanya pembakaran hutan secara meluas,"bebernya.
Berdasarkan intruksi, BKPH sebagai pengontrol HKM, akan terus melakukan sosialisasi terhadap petani untuk mencegah terjadinya kerusakan hutan, terutama bagi para petani jagung yang kerap membuat kerusakan pada areal hutan.
Baca Juga
"Kami bersyukur adanya aparat penegak hukum yang mau bekerjasama dengan BKPH untuk memberantas mafia jual beli di kawasan hutan. Sesungguhnya, kami hanya memiliki kewenangan terbatas dalam hal bertindak. Dan tindakan yang sudah kami lakukan selama ini yakni membongkar bangunan permanen yang dibangun di areal HKM Ncai Kapenta,"pungkasnya.
(don)
tulis komentar anda