Penanganan Kasus Wakil Wali Kota Bima Dinilai Lamban
Sabtu, 30 Januari 2021 - 23:56 WIB
BIMA - Penanganan kasus dengan tersangka Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofiyan dinilai lamban. Setelah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 9 November 2020, berkas kasus Feri Sofiyan itu masih tertahan di meja penyidik Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Polres Bima Kota, Nusa Tenggara Barat.
Terlihat berkas tersangka Wakil Wali Kota Bima , berada di atas meja penyidik Tipidter. Diketahui, berkas tersangka kasus Feri Sofiyan yang membangun dermaga milik pribadi tanpa izin di atas tanah milik negara di kawasan Bonto, Kelurahan Kolo, Asakota, Kota Bima, telah dikembalikan oleh pihak Kejaksaan atau P19. Sebelumnya berkas tersebut dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bima oleh penyidik kepolisian.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari LSM yang melaporkan kasus tersebut, diketahui bahwa dikembalikannya berkas oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), meminta penyidik Kepolisian Polres Bima Kota untuk menambahkan pasal teringan dari UU Pelayaran. Sementara, dalam kasus tersebut pihak penyidik Polres setempat telah menetapkan pasal 109 Undang-Undang Cipta Kerja, atas perubahan pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
"Saya menduga Kejaksaan Negeri Bima telah konspirasi dengan pihak tersangka Feri Sofiyan, agar vonis yang diberikan hakim nantinya ringan karena merujuk pada Undang-undang pelayaran. Sementara dalam kasus tersebut, tidak ada kaitanya dengan UU Pelayaran," beber pelapor AI, sesaat mengetahui kejadian tersebut, pada Sabtu (30/01/2021).
Diungkapkannya, pokok perkara yang telah dilaporkan pada bulan Juni 2020 adalah menyangkut pembangunan dermaga/jetty sepanjang 60 meter kedalam laut, sebagai tempat objek wisata di kawasan perairan Bonto, Kecamatan Asakota, Kota Bima. Namun dermaga milik Wakil Wali Kota Bima yang dibangun di atas tanah milik negara tersebut, tak mengantongi izin dari sejumlah dinas terkait.
Tak hanya itu, di area lokasi pantai tersebut telah terjadi penimbunan sekitar 3 meter dari bibir pantai, serta terjadi pula pembabatan hutan magrove yang ditanam di sekitar pantai tersebut.
Dari hasil penyelidikan dan penyidikan pihak kepolisian, dampak akibat adanya dermaga tanpa izin, kini dilokasi kawasan pantai tersebut terjadi kerusakan pada terumbu karang dan lamon, sebagai ekosistem laut yang hidup di sekitar.
"Dari hasil laporan kami saja mengarah pada izin dermaga yang dibangun. Jika pihak Kejaksaan Negeri Bima tetap ngotot untuk tidak mau menangani serius kasus tersebut, maka kami akan gempur bersama seluruh LSM yang ada di NTB," tegasnya.
Menurut AI, pihak Kejaksaan sangat konyol jika memaksakan kasus itu untuk mengarah ke Undang undang pelayaran. Semestinya, pihak Kejaksaan harus sinergi dengan proses penyelidikan polisi. , telah diturunkan kembalikan oleh Kejaksaan setelah 14 hari kami ajukan untuk diproses tindak lanjut.
Ditanya soal alasan pihak kejaksaan, Hilmi hanya tersenyum dan menjawab, "Yang jelas berkas ini kami tindaklanjuti secara profesional sampai akhirnya dinyatakan lengkap oleh JPU alias P21," jawab Hilmi singkat, saat dikonfirmasi pada Sabtu malam.
Terlihat berkas tersangka Wakil Wali Kota Bima , berada di atas meja penyidik Tipidter. Diketahui, berkas tersangka kasus Feri Sofiyan yang membangun dermaga milik pribadi tanpa izin di atas tanah milik negara di kawasan Bonto, Kelurahan Kolo, Asakota, Kota Bima, telah dikembalikan oleh pihak Kejaksaan atau P19. Sebelumnya berkas tersebut dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bima oleh penyidik kepolisian.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari LSM yang melaporkan kasus tersebut, diketahui bahwa dikembalikannya berkas oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), meminta penyidik Kepolisian Polres Bima Kota untuk menambahkan pasal teringan dari UU Pelayaran. Sementara, dalam kasus tersebut pihak penyidik Polres setempat telah menetapkan pasal 109 Undang-Undang Cipta Kerja, atas perubahan pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
"Saya menduga Kejaksaan Negeri Bima telah konspirasi dengan pihak tersangka Feri Sofiyan, agar vonis yang diberikan hakim nantinya ringan karena merujuk pada Undang-undang pelayaran. Sementara dalam kasus tersebut, tidak ada kaitanya dengan UU Pelayaran," beber pelapor AI, sesaat mengetahui kejadian tersebut, pada Sabtu (30/01/2021).
Diungkapkannya, pokok perkara yang telah dilaporkan pada bulan Juni 2020 adalah menyangkut pembangunan dermaga/jetty sepanjang 60 meter kedalam laut, sebagai tempat objek wisata di kawasan perairan Bonto, Kecamatan Asakota, Kota Bima. Namun dermaga milik Wakil Wali Kota Bima yang dibangun di atas tanah milik negara tersebut, tak mengantongi izin dari sejumlah dinas terkait.
Tak hanya itu, di area lokasi pantai tersebut telah terjadi penimbunan sekitar 3 meter dari bibir pantai, serta terjadi pula pembabatan hutan magrove yang ditanam di sekitar pantai tersebut.
Baca Juga
Dari hasil penyelidikan dan penyidikan pihak kepolisian, dampak akibat adanya dermaga tanpa izin, kini dilokasi kawasan pantai tersebut terjadi kerusakan pada terumbu karang dan lamon, sebagai ekosistem laut yang hidup di sekitar.
"Dari hasil laporan kami saja mengarah pada izin dermaga yang dibangun. Jika pihak Kejaksaan Negeri Bima tetap ngotot untuk tidak mau menangani serius kasus tersebut, maka kami akan gempur bersama seluruh LSM yang ada di NTB," tegasnya.
Menurut AI, pihak Kejaksaan sangat konyol jika memaksakan kasus itu untuk mengarah ke Undang undang pelayaran. Semestinya, pihak Kejaksaan harus sinergi dengan proses penyelidikan polisi. , telah diturunkan kembalikan oleh Kejaksaan setelah 14 hari kami ajukan untuk diproses tindak lanjut.
Ditanya soal alasan pihak kejaksaan, Hilmi hanya tersenyum dan menjawab, "Yang jelas berkas ini kami tindaklanjuti secara profesional sampai akhirnya dinyatakan lengkap oleh JPU alias P21," jawab Hilmi singkat, saat dikonfirmasi pada Sabtu malam.
(don)
tulis komentar anda