GKJW Maron Blitar, Cerita Gereja Yang Didirikan Pengikut Pangeran Diponegoro
Senin, 28 Desember 2020 - 05:00 WIB
Saat ini keris pusaka tersebut berada di tangan ahli warisnya, yakni seorang Kristen bernama Suyoso atau Mbah Yoso. Mbah Yoso merupakan keturunan Stepanus yang tidak lain trah langsung pelarian laskar Diponegoro. Adanya pusaka Nogo Siluman membuat Bambang semakin yakin bahwa para pelarian laskar Diponegoro yang mendirikan gereja di Maron.
"Sudah pernah saya bawa untuk dicek di TMII Jakarta. Dan dipastikan asli," terang Bambang yang berasal dari Pacitan dan baru 5 tahun bertugas menjadi pendeta di GKJW Maron. Keterbatasan sumber tertulis diakui Bambang dirinya sulit memastikan alasan empat belas pengikut Pangeran Diponegoro tersebut memilih menjadi seorang Kristen.
Apalagi di masa kolonial itu, orang orang Belanda juga setengah hati membaptis orang Jawa menjadi Kristen. Bahkan tidak sedikit yang menolak. Orang Belanda khawatir, pembaptisan akan membuat kedudukan sosial pribumi menjadi sama. Dari cerita tutur yang Bambang peroleh, perpindahan keyakinan itu kemungkinan karena alasan keselamatan.
Sebab pasca perang Diponegoro mereka terus dikejar kejar Belanda. Dengan menjadi seorang Kristen dan beralih sebagai petani, mereka berpikir akan lebih aman. Mereka tidak lagi hidup dalam pelarian. Namun dalam perjalanannya darah memberontak mereka tetap saja bergolak. "Mungkin awalnya strategi. Namun panggilan Tuhan datangnya dari berbagai jalan," pungkas Bambang.
Seperti diketahu GKJW Maron memiliki sebanyak 700an jamaah. Di Desa Maron juga terdapat pondok pesantren tua. Kendati demikian kehidupan kerukunan beragama antara umat Islam dan Kristen di Desa Maron berlangsung baik. Salah satu dasar terbangunnya kerukunan serta toleransi umat beragama di Maron adalah karena para tokoh Islam dan Kristen di Desa Maron berasal dari satu keturunan yang sama.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
"Sudah pernah saya bawa untuk dicek di TMII Jakarta. Dan dipastikan asli," terang Bambang yang berasal dari Pacitan dan baru 5 tahun bertugas menjadi pendeta di GKJW Maron. Keterbatasan sumber tertulis diakui Bambang dirinya sulit memastikan alasan empat belas pengikut Pangeran Diponegoro tersebut memilih menjadi seorang Kristen.
Apalagi di masa kolonial itu, orang orang Belanda juga setengah hati membaptis orang Jawa menjadi Kristen. Bahkan tidak sedikit yang menolak. Orang Belanda khawatir, pembaptisan akan membuat kedudukan sosial pribumi menjadi sama. Dari cerita tutur yang Bambang peroleh, perpindahan keyakinan itu kemungkinan karena alasan keselamatan.
Sebab pasca perang Diponegoro mereka terus dikejar kejar Belanda. Dengan menjadi seorang Kristen dan beralih sebagai petani, mereka berpikir akan lebih aman. Mereka tidak lagi hidup dalam pelarian. Namun dalam perjalanannya darah memberontak mereka tetap saja bergolak. "Mungkin awalnya strategi. Namun panggilan Tuhan datangnya dari berbagai jalan," pungkas Bambang.
Seperti diketahu GKJW Maron memiliki sebanyak 700an jamaah. Di Desa Maron juga terdapat pondok pesantren tua. Kendati demikian kehidupan kerukunan beragama antara umat Islam dan Kristen di Desa Maron berlangsung baik. Salah satu dasar terbangunnya kerukunan serta toleransi umat beragama di Maron adalah karena para tokoh Islam dan Kristen di Desa Maron berasal dari satu keturunan yang sama.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
(shf)
tulis komentar anda