Sultan Nuku, Keberanian dan Kekuatan Batin Mengusir Penjajah dari Tidore
Senin, 21 Desember 2020 - 05:00 WIB
Untuk butir ketiga, Nuku tidak memperoleh dukungan Ternate, walaupun Bacan dan Jailolo menyetujuinya. Peperangan dan pengepungan yang dijalankan Nuku atas Ternate, dalam rangka mengusir Belanda, barangkali membuat Ternate tidak dapat menyetujui gagasan tentang persekutuan empat kerajaan Maluku.
Butir keempat gagasan Nuku juga sulit terlaksana sepenuhnya. Terkecuali Tidore yang secara militer cukup kuat, Ternate, Bacan dan Jailolo praktis tidak berdaya, sehingga upaya mengenyahkan kekuasaan asing di Maluku merupakan impian di siang bolong
Bagi Tidore sendiri, keempat gagasan politik Nuku itu berhasil dijalankan. Nuku berhasil menghidupkan kembali kebesaran Kesultanan Tidore dengan kembali menguasai seluruh wilayah Tidore seutuhnya.
Nuku juga berhasil menghidupkan kembali Kerajaan Jailolo, sehingga untuk pertama kalinya dalam jangka waktu yang relatif cukup lama, Maluku berdiri tegak di atas empat pilar seperti di masa awal kelahirannya. Selanjutnya, ia berhasil menciptakan persekutuan tiga dari empat kerajaan Maluku: Tidore, Bacan, dan Jailolo, kecuali Ternate.
Sementara terusirnya Belanda untuk sementara waktu dari Tidore merupakan keberhasilan Nuku yang lain. Pada titik ini, kebesaran Nuku dapat dibandingkan dengan keagungan Sultan Babullah yang telah mengenyahkan Portugis dari Ternate.
Tetapi, pekerjaan Nuku belum sempat diselesaikan secara tuntas, ketika Tuhan memanggilnya pulang ke haribaan-Nya. Pada 14 November 1805, Maluku kehilangan seorang sultan yang semasa hidupnya dikenal sebagai Jou Barakati, atau di kalangan orang Inggris disapa dengan Lord of Fortune.
Kepergian Nuku merupakan kehilangan besar bagi rakyat Maluku, khususnya warga Kesultanan Tidore. Wafatnya Nuku dalam usia 67 tahun tidak hanya membawa kesedihan bagi rakyat Kesultanan Tidore yang wilayahnya meliputi Halmahera Timur (Weda, Patani, Gebe dan Bicoli), Seram Utara dan Timur, kepulauan Raja Ampat dan Papua daratan.
Wafatnya Nuku juga memberi kedukaan bagi rakyat Tobelo, Galela dan Loloda yang telah bergabung ke dalam barisan Nuku sejak awal perjuangannya, ketika Nuku menyingkir ke kepulauan Raja Ampat, Papua daratan, Seram dan Halmahera Timur, hingga saat terakhir ketika ia menghembuskan napas yang penghabisan.
Setelah Nuku wafat, sejarah lama Tidore berulang kembali. Perebutan kekuasaan oleh pengganti-pengganti Nuku dan campur tangan pemerintah Belanda dalam suksesi Tidore, menyebabkan pamor Tidore terpuruk kembali menjadi kesultanan yang lemah.
Untuk mengenang kepahlawanan Sultan Nuku, namanya digunakan sebagai nama salah satu kapal perang Indonesia, yaitu KRI Sultan Nuku-373. Kapal ini merupakan kapal perang TNI Angkatan Laut yang tergabung dalam Satuan Kapal Eskorta Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim), yang bertugas mengamankan perairan teritorial dan yuridiksi Indonesia khususnya wilayah Timur.
Butir keempat gagasan Nuku juga sulit terlaksana sepenuhnya. Terkecuali Tidore yang secara militer cukup kuat, Ternate, Bacan dan Jailolo praktis tidak berdaya, sehingga upaya mengenyahkan kekuasaan asing di Maluku merupakan impian di siang bolong
Bagi Tidore sendiri, keempat gagasan politik Nuku itu berhasil dijalankan. Nuku berhasil menghidupkan kembali kebesaran Kesultanan Tidore dengan kembali menguasai seluruh wilayah Tidore seutuhnya.
Nuku juga berhasil menghidupkan kembali Kerajaan Jailolo, sehingga untuk pertama kalinya dalam jangka waktu yang relatif cukup lama, Maluku berdiri tegak di atas empat pilar seperti di masa awal kelahirannya. Selanjutnya, ia berhasil menciptakan persekutuan tiga dari empat kerajaan Maluku: Tidore, Bacan, dan Jailolo, kecuali Ternate.
Sementara terusirnya Belanda untuk sementara waktu dari Tidore merupakan keberhasilan Nuku yang lain. Pada titik ini, kebesaran Nuku dapat dibandingkan dengan keagungan Sultan Babullah yang telah mengenyahkan Portugis dari Ternate.
Tetapi, pekerjaan Nuku belum sempat diselesaikan secara tuntas, ketika Tuhan memanggilnya pulang ke haribaan-Nya. Pada 14 November 1805, Maluku kehilangan seorang sultan yang semasa hidupnya dikenal sebagai Jou Barakati, atau di kalangan orang Inggris disapa dengan Lord of Fortune.
Kepergian Nuku merupakan kehilangan besar bagi rakyat Maluku, khususnya warga Kesultanan Tidore. Wafatnya Nuku dalam usia 67 tahun tidak hanya membawa kesedihan bagi rakyat Kesultanan Tidore yang wilayahnya meliputi Halmahera Timur (Weda, Patani, Gebe dan Bicoli), Seram Utara dan Timur, kepulauan Raja Ampat dan Papua daratan.
Wafatnya Nuku juga memberi kedukaan bagi rakyat Tobelo, Galela dan Loloda yang telah bergabung ke dalam barisan Nuku sejak awal perjuangannya, ketika Nuku menyingkir ke kepulauan Raja Ampat, Papua daratan, Seram dan Halmahera Timur, hingga saat terakhir ketika ia menghembuskan napas yang penghabisan.
Setelah Nuku wafat, sejarah lama Tidore berulang kembali. Perebutan kekuasaan oleh pengganti-pengganti Nuku dan campur tangan pemerintah Belanda dalam suksesi Tidore, menyebabkan pamor Tidore terpuruk kembali menjadi kesultanan yang lemah.
Untuk mengenang kepahlawanan Sultan Nuku, namanya digunakan sebagai nama salah satu kapal perang Indonesia, yaitu KRI Sultan Nuku-373. Kapal ini merupakan kapal perang TNI Angkatan Laut yang tergabung dalam Satuan Kapal Eskorta Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim), yang bertugas mengamankan perairan teritorial dan yuridiksi Indonesia khususnya wilayah Timur.
tulis komentar anda