Mengenang Arif Yoshizumi, Tokoh Intel Jepang Binaan Tan Malaka yang Gugur di Blitar
Jum'at, 18 Desember 2020 - 05:00 WIB
Sejarawan Harry A. Poeze menyebut Kaigun Bukanfu Daisangka yang dipimpin Yoshizumi, memang sangat bersimpati dengan kaum nasionalis kiri Indonesia. "Berkali kali kantor Kaigun Bukanfu digunakan sebagai tempat berlindung orang orang Indonesia dari pengejaran Kempeitai," tulis Harry A. Poeze.
Bersama Tan Malaka, Yoshizumi dan Nishijima merancang aksi militer dan gerilya. Terutama di wilayah Banten, Bogor dan Jakarta. Tujuannya satu, yakni melawan tentara sekutu (NICA) dan Belanda yang hendak kembali menduduki Indonesia. Dalam situasi politik yang tidak menentu itu (Setelah proklamasi kemerdekaan) Yoshizumi aktif membangun laskar gerilya.
Kelompok gerilyawan tersebut kemudian menyatu dengan kelompok Persatuan Perjuangan bentukan Tan Malaka. Sebelum gugur di kawasan hutan Sengon, Wlingi, Kabupaten Blitar, jejak pergerakan Yoshizumi muncul di Surabaya. Yoshizumi berhasil mempengaruhi Affandi, pimpinan PAL (Penataran Angkatan Laut).
(Baca juga: Kisah Cinta Saudagar Tiongkok Tan Bun An dengan Gadis Palembang Siti Fatimah di Pulau Kemaro )
Atas arahan Yoshizumi, Affandi mengorganisir ribuan buruh galangan kapal Ujung, Surabaya, yang sekaligus mengarahkan para tenaga tekhnisi untuk mendirikan pabrik dan bengkel senjata. Setelah proklamasi kemerdekaan, pabrik ini merupakan pabrik senjata pertama yang dimiliki Republik Indonesia. Dalam berproduksi dan menyimpan peralatan, para gerilyawan pejuang tersebut juga menggunakan bangunan bekas pabrik gula.
Sejarawan Wenri Wanhar dalam Jejak Intel Jepang, Kisah Pembelotan Tomegoro Yoshizumi menyebut, ada tiga pabrik senjata yang didirikan. Pertama, di lokasi Pabrik Gula Modjopanggung, Kabupaten Tulungagung. Sejak Agustus 1946, pabrik aktif memproduksi senjata karaben, mitraliur kecil, luplup mitraliur, kakidanto serta peluru dan mortir.
Kemudian yang kedua, di wilayah Karangsari, Blitar. Selain mereparasi dan memproduksi segala jenis senjata, disini juga membuat pakaian untuk seragam angkatan laut. Yang ketiga, di Pare, Kediri. Pabrik senjata yang dipimpin seorang ahli torpedo itu memproduksi penyembur api dan granat api.
Atas undangan Affandi, pada tahun 1947 Presiden Soekarno datang ke Modjopanggung, Tulungagung. Melihat pabrik senjata beserta bengkel, Soekarno tercengang. Dalam Jejak Intel Jepang, Kisah Pembelotan Tomegoro Yoshizumi, disebutkan, "Menurut Affandi, semua itu otaknya seorang Jepang bernama Yoshizumi".
Selama menjadi intel Jepang, Yoshizumi pernah ditawan Sekutu di Australia. Ia mendapat siksaan berat yang itu membuat badannya menjadi kurus dan terserang TBC. Saat memimpin Pasukan Gerilya Istimewa dan akhirnya gugur di Hutan Sengon, Wlingi, Blitar tahun 1948, Yoshizumi juga dalam keadaan sakit sakitan.
Sepuluh tahun kemudian. Yakni tepatnya 3 Februari 1958, Soekarno bertemu Kaisar Jepang Hirohito. Di kediaman sang Kaisar, Bung Karno mendapat perjamuan makan siang. Di acara itu, Soekarno bertemu Nishijima, tangan kanan Laksamana Muda Maeda yang sekaligus kawan Yoshizumi. Catatan Jejak Intel Jepang, Kisah Pembelotan Tomegoro Yoshizumi, menuliskan, di sela senda gurau Bung Karno menyelipkan sepucuk surat ke tangan Nishijima.
Bersama Tan Malaka, Yoshizumi dan Nishijima merancang aksi militer dan gerilya. Terutama di wilayah Banten, Bogor dan Jakarta. Tujuannya satu, yakni melawan tentara sekutu (NICA) dan Belanda yang hendak kembali menduduki Indonesia. Dalam situasi politik yang tidak menentu itu (Setelah proklamasi kemerdekaan) Yoshizumi aktif membangun laskar gerilya.
Kelompok gerilyawan tersebut kemudian menyatu dengan kelompok Persatuan Perjuangan bentukan Tan Malaka. Sebelum gugur di kawasan hutan Sengon, Wlingi, Kabupaten Blitar, jejak pergerakan Yoshizumi muncul di Surabaya. Yoshizumi berhasil mempengaruhi Affandi, pimpinan PAL (Penataran Angkatan Laut).
(Baca juga: Kisah Cinta Saudagar Tiongkok Tan Bun An dengan Gadis Palembang Siti Fatimah di Pulau Kemaro )
Atas arahan Yoshizumi, Affandi mengorganisir ribuan buruh galangan kapal Ujung, Surabaya, yang sekaligus mengarahkan para tenaga tekhnisi untuk mendirikan pabrik dan bengkel senjata. Setelah proklamasi kemerdekaan, pabrik ini merupakan pabrik senjata pertama yang dimiliki Republik Indonesia. Dalam berproduksi dan menyimpan peralatan, para gerilyawan pejuang tersebut juga menggunakan bangunan bekas pabrik gula.
Sejarawan Wenri Wanhar dalam Jejak Intel Jepang, Kisah Pembelotan Tomegoro Yoshizumi menyebut, ada tiga pabrik senjata yang didirikan. Pertama, di lokasi Pabrik Gula Modjopanggung, Kabupaten Tulungagung. Sejak Agustus 1946, pabrik aktif memproduksi senjata karaben, mitraliur kecil, luplup mitraliur, kakidanto serta peluru dan mortir.
Kemudian yang kedua, di wilayah Karangsari, Blitar. Selain mereparasi dan memproduksi segala jenis senjata, disini juga membuat pakaian untuk seragam angkatan laut. Yang ketiga, di Pare, Kediri. Pabrik senjata yang dipimpin seorang ahli torpedo itu memproduksi penyembur api dan granat api.
Atas undangan Affandi, pada tahun 1947 Presiden Soekarno datang ke Modjopanggung, Tulungagung. Melihat pabrik senjata beserta bengkel, Soekarno tercengang. Dalam Jejak Intel Jepang, Kisah Pembelotan Tomegoro Yoshizumi, disebutkan, "Menurut Affandi, semua itu otaknya seorang Jepang bernama Yoshizumi".
Selama menjadi intel Jepang, Yoshizumi pernah ditawan Sekutu di Australia. Ia mendapat siksaan berat yang itu membuat badannya menjadi kurus dan terserang TBC. Saat memimpin Pasukan Gerilya Istimewa dan akhirnya gugur di Hutan Sengon, Wlingi, Blitar tahun 1948, Yoshizumi juga dalam keadaan sakit sakitan.
Sepuluh tahun kemudian. Yakni tepatnya 3 Februari 1958, Soekarno bertemu Kaisar Jepang Hirohito. Di kediaman sang Kaisar, Bung Karno mendapat perjamuan makan siang. Di acara itu, Soekarno bertemu Nishijima, tangan kanan Laksamana Muda Maeda yang sekaligus kawan Yoshizumi. Catatan Jejak Intel Jepang, Kisah Pembelotan Tomegoro Yoshizumi, menuliskan, di sela senda gurau Bung Karno menyelipkan sepucuk surat ke tangan Nishijima.
tulis komentar anda