Kisah Pasar Pabean dan Jalur Sutra Kolonial Belanda yang Membelah Surabaya

Kamis, 12 November 2020 - 09:53 WIB
Lambat laun seiring perkembangan Kota Surabaya menjadi kota dengan daya tarik kuat khususnya di bidang ekonomi, sosial budaya, dan politik maka lokasi permukiman mulai menyebar ke arah yang lebih luas, yaitu ke Surabaya Selatan, Timur dan Barat.

Bukti sejarah mencatat dalam prasasti Trowulan I yang berangka tahun 1358 Masehi bahwa Surabaya merupakan sebuah desa di tepian sungai yang berfungsi sebagai tempat penyeberangan.

Peran sungai yang melewati Kota Surabaya mempunyai sumbangsih penting dalam penciptaan jaringan jalan Kota Surabaya di masa lalu. Pola jaringan jalan utama Kota Surabaya selalu mengikuti pola aliran Kalimas. Hal ini disebabkan konsentrasi penduduk Kota Surabaya memang berada di tepian kedua sungai tersebut.

Akibat pola jalan yang memanjang mengikuti aliran sungai dari Selatan menuju ke Utara serta penduduk yang terkonsentrasi di kedua tepian sungai, maka konsekuensinya adalah banyak ditemukan jembatan yang menghubungkan penduduk di kedua tepian sungai. Salah satunya seperti jembatan Patok, Peneleh, Bibis, kalianyar, Jagalan, Genteng atau van Deventerlaan dan Cantikan.

Pada tahun 1950-an jumlah jembatan bertambah ke arah selatan, misalnya Jembatan Gubeng, Wonokromo, Sonokembang. Jembatan itu menjadi pendukung transportasi yang terus berkembang ke berbagai pemukiman.

Berdasarkan peta penggunaan lahan tahun 1825, pusat Kota Surabaya masih terletak di daerah Jembatan Merah. Mereka berada di bagian barat Jembatan Merah yang terdiri atas pemukiman orang Eropa. Sementara untuk kawasan penduduk Tionghoa, Arab dan Melayu berdiam di sebelah timur Jembatan Merah. Sedangkan penduduk asli Surabaya menyebar sepanjang Kalimas di sebelah selatan kota.

Sekitar abad 18, Kalimas juga menjadi sumber kehidupan baik sebagai bahan baku air untuk persawahan juga sebagai bahan baku air bersih. Proses pengolahan air Kalimas menjadi air bersih melalui penjernihan dengan overmangaanzure (KMnO4) dan tawas (alum).

Selanjutnya direbus dan disaring. Jika terjadi epidemi kolera, maka dianjurkan agar air yang telah dimasak sekalipun ditambah dengan zoutzuur. Selain sebagai sumber air, Kalimas juga menjadi penampung air untuk pematusan dan pembuangan limbah. Semua itu membuat warga Surabaya menjadi sejahtera. Pertanian berhasil dengan dukungan sungai yang memadai.

Bau ikan tongkol dan bawang merah begitu menyengat. Udara menjadi pekat dalam debu setelah ratusan karung tepung diturunkan dari kapal menuju truk bermuatan besar. Rasanya tak cukup bagi Pasar Pabean untuk menampung semua dagangan.

Kayu-kayu penyangga yang dijadikan tempat muatan ikan sudah disiapkan. Para buruh panggul masih cekatan memindahkan ikan dengan memakai sarung tangan hitam di tangannya. Mereka pecah dalam bising kendaraan. Sesekali riuh canda itu pecah ketika seorang gadis manis berkerudung melintas dihadapan mereka.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More