Dari Kanreapia, Rumah Koran Andil Entaskan Buta Aksara Petani
Senin, 09 November 2020 - 22:27 WIB
Dia berkisah, jika pengalaman pernah putus sekolah menjadi inspirasi baginya menggagas lahirnya Rumah Koran.
Tak hanya itu, rasa kepeduliannya yang begitu tinggi melihat masih banyaknya anak-anak dan petani di daerahnya tak tahu membaca alias buta huruf . Meski, tingkat ekonomi mereka di atas rata-rata. Bahkan, mereka enggan menyekolahkan anaknya.
Di desanya kala itu, masih ada 1.000 lebih masyarakat tidak tamat SD dan buta huruf 252 orang.
Melalui Rumah Koran inilah, alumnus Universitas Bosowa Makassar ini melakukan sosialisasi agar para petani rajin membaca dan berorganisasi.
“Berbagai tantangan harus dihadapi, antara lain minimnya keinginan penduduk untuk sekolah dan tingginya angka pernikahan dini . Namun dengan keuletan, 75 persen penduduk telah menikmati hasil kerja kerasnya, dari mulai bisa baca tulis, belajar Bahasa Arab dan Bahasa Inggris hingga mampu mengantarkan mereka untuk lanjut sekolah, lanjut kuliah, bisa baca tulis, dan menjadi petani organik,” ujarnya berkisah dengan begitu sumringah, saat ditemui beberapa waktu lalu.
Memanfaatkan lahan yang ada, kemudian Jamaluddin membangun Ruman Koran. Kenapa Rumah Koran, Karena bangunan kayu itu berukuran sekitar 4×5 meter dengan dinding yang dipenuhi tempelan koran.
Tempat yang dulunya kandang bebek itu disulap menjadi rumah baca, tempat pemuda desa berdiskusi tentang apa saja, khususnya terkait pertanian. Karena dipenuhi banyak tempelan koran, oleh pemiliknya gubuk itu diberi nama Rumah Koran.
“Sengaja ditempeli koran, biar setiap mereka yang datang mau itu dari anak-anak, pemuda dan orang tua bisa melihat apa yang ditempel. Meski belum tahu baca, sehingga mereka penasaran mau tahu apa yang ada di koran tersebut. Apalagi, rata-rata mereka merupakan petani,” tuturnya.
Sebagai rumah baca, Rumah Koran lebih banyak mengajak warga untuk membaca koran. Tujuannnya, agar warga memiliki pengetahuan lebih luas dan bisa mengenal dunia luar selain daerahnya. Selain itu, dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang pengembangan sektor pertanian .
Tak hanya itu, rasa kepeduliannya yang begitu tinggi melihat masih banyaknya anak-anak dan petani di daerahnya tak tahu membaca alias buta huruf . Meski, tingkat ekonomi mereka di atas rata-rata. Bahkan, mereka enggan menyekolahkan anaknya.
Di desanya kala itu, masih ada 1.000 lebih masyarakat tidak tamat SD dan buta huruf 252 orang.
Melalui Rumah Koran inilah, alumnus Universitas Bosowa Makassar ini melakukan sosialisasi agar para petani rajin membaca dan berorganisasi.
“Berbagai tantangan harus dihadapi, antara lain minimnya keinginan penduduk untuk sekolah dan tingginya angka pernikahan dini . Namun dengan keuletan, 75 persen penduduk telah menikmati hasil kerja kerasnya, dari mulai bisa baca tulis, belajar Bahasa Arab dan Bahasa Inggris hingga mampu mengantarkan mereka untuk lanjut sekolah, lanjut kuliah, bisa baca tulis, dan menjadi petani organik,” ujarnya berkisah dengan begitu sumringah, saat ditemui beberapa waktu lalu.
Memanfaatkan lahan yang ada, kemudian Jamaluddin membangun Ruman Koran. Kenapa Rumah Koran, Karena bangunan kayu itu berukuran sekitar 4×5 meter dengan dinding yang dipenuhi tempelan koran.
Tempat yang dulunya kandang bebek itu disulap menjadi rumah baca, tempat pemuda desa berdiskusi tentang apa saja, khususnya terkait pertanian. Karena dipenuhi banyak tempelan koran, oleh pemiliknya gubuk itu diberi nama Rumah Koran.
“Sengaja ditempeli koran, biar setiap mereka yang datang mau itu dari anak-anak, pemuda dan orang tua bisa melihat apa yang ditempel. Meski belum tahu baca, sehingga mereka penasaran mau tahu apa yang ada di koran tersebut. Apalagi, rata-rata mereka merupakan petani,” tuturnya.
Sebagai rumah baca, Rumah Koran lebih banyak mengajak warga untuk membaca koran. Tujuannnya, agar warga memiliki pengetahuan lebih luas dan bisa mengenal dunia luar selain daerahnya. Selain itu, dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang pengembangan sektor pertanian .
tulis komentar anda