Dari Kanreapia, Rumah Koran Andil Entaskan Buta Aksara Petani
loading...
A
A
A
GOWA - Entah bagaimana nasib Mardi, 34 tahun, bersama sejumlah petani lainnya yang bermukim di Desa Lappara, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, jika sampai hari ini tak mengenal Rumah Koran, yang berlokasi di Desa Kanreapia, Kecamatan Tombolo Pao. Bisa jadi, usahanya tak sesukses ini dan tak merintis pembangunan Rumah Kambing yang merupakan mitra Rumah Koran.
Madi sapaan akrabnya berkisah, jika baru di usia 25 tahun bisa membaca dan menulis . Dahulu, jika melihat koran atau majalah, hanya terfokus pada gambarnya saja tanpa harus mengerti apa sebenarnya makna dalam susunan kalimat di dalamnya.
Semuanya berubah setelah mengenal Rumah Koran. Rasa penasarannnya mengunjungi Rumah Koran yang dipenuhi tempelan kertas koran di semua dindingnya membuatnya kemudian tergerak untuk ikut dalam program yang dihadirkan Rumah Koran.
“Dulu saya tidak tahu membaca, gampang dibodoh-bodohi kalau ada surat menyurat urusan apa saja. Alhamdulillah berkat Rumah Koran semuanya berubah, saya dan anak saya bisa membaca serta berhitung. Tak hanya itu, seluruh petani yang ada di dekat Rumah Koran menjadi pintar membaca dan meningkatkan usaha mereka,” ujarnya, saat dihubungi, Senin (9/11/2020).
Dia mengaku, tak hanya kemampuan membaca diperoleh, tapi juga kemampuan dalam hal berdagang dan pemasaran. Sebab dari edukasi dan literasi buku yang ada, petani semakin sukses karena didampingi oleh pengelola Rumah Koran untuk berkembang, tidak saja membaca tapi juga bagaimana mengembangkan hasil pertanian, sehingga bisa menjangkau banyak pembeli di luar Tombolo Pao, Gowa hingga Sulawesi Selatan.
“Anak-anak dulu hanya tahu bermain saja, mereka kini sudah pintar karena diajar di Rumah Koran. Di sana mereka bermain sambil belajar, dan didorong untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya,” ujarnya.
Rumah Koran ini dirintis oleh Jamaluddin, 32 tahun, pemuda asal Desa Kanreapia, Kecamatan Tombolo Pao. Desa Kanreapia berada di dataran tinggi kaki Gunung Bawakareng yang bersuhu dingin. Daerah ini sangat masyhur sebagai penghasil beragam sayuran, makanya penduduknya banyak bekerja sebagai petani.
Jamaluddin pertama kali membangun Rumah Koran ini pada 2011. Namun karena Jamaluddin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, maka akhirnya barulah pada 2014 Rumah Koran kembali diaktifkan usai menyelesaikan pendidikan S2-nya.
Dia berkisah, jika pengalaman pernah putus sekolah menjadi inspirasi baginya menggagas lahirnya Rumah Koran.
Tak hanya itu, rasa kepeduliannya yang begitu tinggi melihat masih banyaknya anak-anak dan petani di daerahnya tak tahu membaca alias buta huruf . Meski, tingkat ekonomi mereka di atas rata-rata. Bahkan, mereka enggan menyekolahkan anaknya.
Di desanya kala itu, masih ada 1.000 lebih masyarakat tidak tamat SD dan buta huruf 252 orang.
Melalui Rumah Koran inilah, alumnus Universitas Bosowa Makassar ini melakukan sosialisasi agar para petani rajin membaca dan berorganisasi.
“Berbagai tantangan harus dihadapi, antara lain minimnya keinginan penduduk untuk sekolah dan tingginya angka pernikahan dini . Namun dengan keuletan, 75 persen penduduk telah menikmati hasil kerja kerasnya, dari mulai bisa baca tulis, belajar Bahasa Arab dan Bahasa Inggris hingga mampu mengantarkan mereka untuk lanjut sekolah, lanjut kuliah, bisa baca tulis, dan menjadi petani organik,” ujarnya berkisah dengan begitu sumringah, saat ditemui beberapa waktu lalu.
Memanfaatkan lahan yang ada, kemudian Jamaluddin membangun Ruman Koran. Kenapa Rumah Koran, Karena bangunan kayu itu berukuran sekitar 4×5 meter dengan dinding yang dipenuhi tempelan koran.
Tempat yang dulunya kandang bebek itu disulap menjadi rumah baca, tempat pemuda desa berdiskusi tentang apa saja, khususnya terkait pertanian. Karena dipenuhi banyak tempelan koran, oleh pemiliknya gubuk itu diberi nama Rumah Koran.
“Sengaja ditempeli koran, biar setiap mereka yang datang mau itu dari anak-anak, pemuda dan orang tua bisa melihat apa yang ditempel. Meski belum tahu baca, sehingga mereka penasaran mau tahu apa yang ada di koran tersebut. Apalagi, rata-rata mereka merupakan petani,” tuturnya.
Sebagai rumah baca, Rumah Koran lebih banyak mengajak warga untuk membaca koran. Tujuannnya, agar warga memiliki pengetahuan lebih luas dan bisa mengenal dunia luar selain daerahnya. Selain itu, dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang pengembangan sektor pertanian .
“Sengaja di dinding-dinding di tempel artikel-artikel biar yang datang penasaran. Lama kelamaan, kemudian mereka tertarik melihat lebih dekat dan akhirnya mau membaca apalagi bacaannnya bukan bacaan berat,” jelasnya.
Jamaluddin menuturkan, di Rumah Koran inilah, pihaknya melahirkan program gerakan cerdas anak petani. Targetnya, agar bagaimana menanamkan minat baca untuk anak-anak, belajar berorganisasi dan memanfaatkan media sosial untuk hal positif bagi petani muda, serta membangun kesadaran petani tua untuk menyekolahkan anak-anaknya.
“Tiga hal yang jadi fokus perhatian, yakni anak-anak, pemuda dan petaninya. Semuanya diedukasi, agar mereka bisa saling mensupport bahwa betapa pentingnya sebuah pendidikan,” tuturnya.
Tak hanya itu, Jamaluddin juga mengedukasi pemuda di daerahnya untuk memperkuat kelembagaan di desa dengan belajar tentang organisasi. Seperti, kelompok tani didorong agar bisa berdaya dan menjadi penggerak di lingkungannya.
Termasuk mengajarkan mereka pola pemasaran agar mudah dikenal dengan memanfaatkan media sosial seperti Facebook dan Instagram.
“Tidak mudah mengedukasi mereka, karena biasa ada tidak percaya diri apalagi merekakan petani. Tapi, saya sampaikan agar tidak perlu demikian. Justru hal ini bisa membuat mereka dikenal diluar,” terangnya.
Jamaluddin menegaskan, petani harus berpendidikan agar bisa membaca dan memahami takaran dosis pupuk atau pestisida yang mereka gunakan. Karena, tentunya ketidaktepatan dosis akan berdampak pada tanaman dan merugikan mereka.
“Sejak mereka tahu membaca, petani sudah pintar menakar kebutuhan pupuk pertanian mereka. Dan tentunya ini sangat membantu,” ungkapnya.
Rumah Koran sendiri memiliki program yang disebut Kampung Sayur, seperti label yang diberikan untuk kawasan dataran tinggi Gowa. Melalui program ini, Rumah Koran berupaya memperbaiki lahan yang rusak melalui pertanian organik. Tujuannya untuk pertanian bisa berkelanjutan, ekosistem bisa tetap terjaga, dan sayur yang dihasilkan segar dan sehat.
Tak hanya melalui Facebook dan Instagram , Jamaluddin sedang mengintegrasikan program itu melalui perdagangan online salah satunya dengan menghadirkan “Sayur Grosir Makassar”. Di sini, masyarakat bisa melakukan transaksi pembelian sayur memanfaatkan marketplace dengan keuntungannya bebas ongkir dan harga grosir.
Atas dedikasinya pada kemajuan daerahnya, Jamaluddin bersama anggota komunitasnya mendapat penghargaan semangat Astra terpadu untuk (SATU) Indonesia awards dari Astra untuk bidang pendidikan tahun 2017.
Jamaluddin dianggap berhasil membangun gerakan dari desa, khususnya dalam meningkatkan tingkat pendidikan anak petani. Atas usahanya itu, Jamaluddin memperoleh hadiah Rp60 juta.
Hadiah dari Astra ini kemudian digunakan untuk modal usaha komunitas dan membangun demplot untuk lahan pertanian organik. Dalam mendukung kegiatan Rumah Koran, Jamaluddin memang menjual pupuk organik dan mengembangkan wisata pertanian organik.
Jamaluddin hingga saat ini masih fokus dalam mengembangkan program Rumah Koran dan berharap kelak bisa memiliki mobil perpustakaan. Wisata pertanian organik yang dikelolanya berkembang dengan baik. Ia bahkan bisa memberdayakan masyarakat sekitar, memberi penghasilan tambahan.
Terpisah, Kepala UPT Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kanreapi, Gowa, Ria mengaku kehadiran Rumah Koran sangat membantu petani. Utamanya, mengedukasi bagaimana seharunya bercocok tanam yang baik dengan menerapkan sistem organik.
“Rumah Koran tak hanya memberikan literasi ke anak-anak dan orang tua petani, tapi juga mengajarkan bercocok tanam organik. Rumah Koran menjadi sumber inspirasi bagi petani, mereka tidak lagi buta aksara. Dan membantu mengembangkan hasil pertanian mereka, hingga dikenal diluar,” paparnya.
Madi sapaan akrabnya berkisah, jika baru di usia 25 tahun bisa membaca dan menulis . Dahulu, jika melihat koran atau majalah, hanya terfokus pada gambarnya saja tanpa harus mengerti apa sebenarnya makna dalam susunan kalimat di dalamnya.
Semuanya berubah setelah mengenal Rumah Koran. Rasa penasarannnya mengunjungi Rumah Koran yang dipenuhi tempelan kertas koran di semua dindingnya membuatnya kemudian tergerak untuk ikut dalam program yang dihadirkan Rumah Koran.
“Dulu saya tidak tahu membaca, gampang dibodoh-bodohi kalau ada surat menyurat urusan apa saja. Alhamdulillah berkat Rumah Koran semuanya berubah, saya dan anak saya bisa membaca serta berhitung. Tak hanya itu, seluruh petani yang ada di dekat Rumah Koran menjadi pintar membaca dan meningkatkan usaha mereka,” ujarnya, saat dihubungi, Senin (9/11/2020).
Dia mengaku, tak hanya kemampuan membaca diperoleh, tapi juga kemampuan dalam hal berdagang dan pemasaran. Sebab dari edukasi dan literasi buku yang ada, petani semakin sukses karena didampingi oleh pengelola Rumah Koran untuk berkembang, tidak saja membaca tapi juga bagaimana mengembangkan hasil pertanian, sehingga bisa menjangkau banyak pembeli di luar Tombolo Pao, Gowa hingga Sulawesi Selatan.
“Anak-anak dulu hanya tahu bermain saja, mereka kini sudah pintar karena diajar di Rumah Koran. Di sana mereka bermain sambil belajar, dan didorong untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya,” ujarnya.
Rumah Koran ini dirintis oleh Jamaluddin, 32 tahun, pemuda asal Desa Kanreapia, Kecamatan Tombolo Pao. Desa Kanreapia berada di dataran tinggi kaki Gunung Bawakareng yang bersuhu dingin. Daerah ini sangat masyhur sebagai penghasil beragam sayuran, makanya penduduknya banyak bekerja sebagai petani.
Jamaluddin pertama kali membangun Rumah Koran ini pada 2011. Namun karena Jamaluddin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, maka akhirnya barulah pada 2014 Rumah Koran kembali diaktifkan usai menyelesaikan pendidikan S2-nya.
Dia berkisah, jika pengalaman pernah putus sekolah menjadi inspirasi baginya menggagas lahirnya Rumah Koran.
Tak hanya itu, rasa kepeduliannya yang begitu tinggi melihat masih banyaknya anak-anak dan petani di daerahnya tak tahu membaca alias buta huruf . Meski, tingkat ekonomi mereka di atas rata-rata. Bahkan, mereka enggan menyekolahkan anaknya.
Di desanya kala itu, masih ada 1.000 lebih masyarakat tidak tamat SD dan buta huruf 252 orang.
Melalui Rumah Koran inilah, alumnus Universitas Bosowa Makassar ini melakukan sosialisasi agar para petani rajin membaca dan berorganisasi.
“Berbagai tantangan harus dihadapi, antara lain minimnya keinginan penduduk untuk sekolah dan tingginya angka pernikahan dini . Namun dengan keuletan, 75 persen penduduk telah menikmati hasil kerja kerasnya, dari mulai bisa baca tulis, belajar Bahasa Arab dan Bahasa Inggris hingga mampu mengantarkan mereka untuk lanjut sekolah, lanjut kuliah, bisa baca tulis, dan menjadi petani organik,” ujarnya berkisah dengan begitu sumringah, saat ditemui beberapa waktu lalu.
Memanfaatkan lahan yang ada, kemudian Jamaluddin membangun Ruman Koran. Kenapa Rumah Koran, Karena bangunan kayu itu berukuran sekitar 4×5 meter dengan dinding yang dipenuhi tempelan koran.
Tempat yang dulunya kandang bebek itu disulap menjadi rumah baca, tempat pemuda desa berdiskusi tentang apa saja, khususnya terkait pertanian. Karena dipenuhi banyak tempelan koran, oleh pemiliknya gubuk itu diberi nama Rumah Koran.
“Sengaja ditempeli koran, biar setiap mereka yang datang mau itu dari anak-anak, pemuda dan orang tua bisa melihat apa yang ditempel. Meski belum tahu baca, sehingga mereka penasaran mau tahu apa yang ada di koran tersebut. Apalagi, rata-rata mereka merupakan petani,” tuturnya.
Sebagai rumah baca, Rumah Koran lebih banyak mengajak warga untuk membaca koran. Tujuannnya, agar warga memiliki pengetahuan lebih luas dan bisa mengenal dunia luar selain daerahnya. Selain itu, dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang pengembangan sektor pertanian .
“Sengaja di dinding-dinding di tempel artikel-artikel biar yang datang penasaran. Lama kelamaan, kemudian mereka tertarik melihat lebih dekat dan akhirnya mau membaca apalagi bacaannnya bukan bacaan berat,” jelasnya.
Jamaluddin menuturkan, di Rumah Koran inilah, pihaknya melahirkan program gerakan cerdas anak petani. Targetnya, agar bagaimana menanamkan minat baca untuk anak-anak, belajar berorganisasi dan memanfaatkan media sosial untuk hal positif bagi petani muda, serta membangun kesadaran petani tua untuk menyekolahkan anak-anaknya.
“Tiga hal yang jadi fokus perhatian, yakni anak-anak, pemuda dan petaninya. Semuanya diedukasi, agar mereka bisa saling mensupport bahwa betapa pentingnya sebuah pendidikan,” tuturnya.
Tak hanya itu, Jamaluddin juga mengedukasi pemuda di daerahnya untuk memperkuat kelembagaan di desa dengan belajar tentang organisasi. Seperti, kelompok tani didorong agar bisa berdaya dan menjadi penggerak di lingkungannya.
Termasuk mengajarkan mereka pola pemasaran agar mudah dikenal dengan memanfaatkan media sosial seperti Facebook dan Instagram.
“Tidak mudah mengedukasi mereka, karena biasa ada tidak percaya diri apalagi merekakan petani. Tapi, saya sampaikan agar tidak perlu demikian. Justru hal ini bisa membuat mereka dikenal diluar,” terangnya.
Jamaluddin menegaskan, petani harus berpendidikan agar bisa membaca dan memahami takaran dosis pupuk atau pestisida yang mereka gunakan. Karena, tentunya ketidaktepatan dosis akan berdampak pada tanaman dan merugikan mereka.
“Sejak mereka tahu membaca, petani sudah pintar menakar kebutuhan pupuk pertanian mereka. Dan tentunya ini sangat membantu,” ungkapnya.
Rumah Koran sendiri memiliki program yang disebut Kampung Sayur, seperti label yang diberikan untuk kawasan dataran tinggi Gowa. Melalui program ini, Rumah Koran berupaya memperbaiki lahan yang rusak melalui pertanian organik. Tujuannya untuk pertanian bisa berkelanjutan, ekosistem bisa tetap terjaga, dan sayur yang dihasilkan segar dan sehat.
Tak hanya melalui Facebook dan Instagram , Jamaluddin sedang mengintegrasikan program itu melalui perdagangan online salah satunya dengan menghadirkan “Sayur Grosir Makassar”. Di sini, masyarakat bisa melakukan transaksi pembelian sayur memanfaatkan marketplace dengan keuntungannya bebas ongkir dan harga grosir.
Atas dedikasinya pada kemajuan daerahnya, Jamaluddin bersama anggota komunitasnya mendapat penghargaan semangat Astra terpadu untuk (SATU) Indonesia awards dari Astra untuk bidang pendidikan tahun 2017.
Jamaluddin dianggap berhasil membangun gerakan dari desa, khususnya dalam meningkatkan tingkat pendidikan anak petani. Atas usahanya itu, Jamaluddin memperoleh hadiah Rp60 juta.
Hadiah dari Astra ini kemudian digunakan untuk modal usaha komunitas dan membangun demplot untuk lahan pertanian organik. Dalam mendukung kegiatan Rumah Koran, Jamaluddin memang menjual pupuk organik dan mengembangkan wisata pertanian organik.
Jamaluddin hingga saat ini masih fokus dalam mengembangkan program Rumah Koran dan berharap kelak bisa memiliki mobil perpustakaan. Wisata pertanian organik yang dikelolanya berkembang dengan baik. Ia bahkan bisa memberdayakan masyarakat sekitar, memberi penghasilan tambahan.
Terpisah, Kepala UPT Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kanreapi, Gowa, Ria mengaku kehadiran Rumah Koran sangat membantu petani. Utamanya, mengedukasi bagaimana seharunya bercocok tanam yang baik dengan menerapkan sistem organik.
“Rumah Koran tak hanya memberikan literasi ke anak-anak dan orang tua petani, tapi juga mengajarkan bercocok tanam organik. Rumah Koran menjadi sumber inspirasi bagi petani, mereka tidak lagi buta aksara. Dan membantu mengembangkan hasil pertanian mereka, hingga dikenal diluar,” paparnya.
(luq)