Kopel Sebut Penolakan DPRD Makassar Bahas Rancangan APBD-P Bukan Solusi
Kamis, 01 Oktober 2020 - 14:41 WIB
MAKASSAR - Komisi Pemantau Legislatif (Kopel) mengkritisi langkah Dewan yang menolak Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Perubahan, hal ini justru dianggap bukan solusi dalam mendorong ekonomi seperti yang telah digalakkan presiden lewat Instruksi Presiden (Inpres).
"Kita apresiasi memang mungkin dewan mau percepat ini, cuman memang menolak juga bukan solusi," ujar Ketua Kopel Indonesia Anwar Razak .
Razak membeberkan, ada urgensi khusus mengapa anggaran perubahan harus tetap dilakukan pasalnya ada perbedaan signifikan anggaran belanja dan sejak pada parsial sebelumnya atau setelah adanya insruksi refocusing anggaran oleh pusat.
"Kondisi kuangan sangat berbeda dengan asumsi awal APBD pokok 2020 kan karena ada refocusing ada relokasi, kedua kemungkinan juga pendapatan daerah mengalami perubahan baik pendapatan dan transfer sehingga itu prasyarat kunci perubahan harus dilakukan," ujarnya.
Dia melanjutkan bahwa berdasarkan UU 23 tahun 2014, urgensi anggaran perubahan kian mendesak setelah adanya asumsi perbedaan belanja yang cukup rentan.
Menurutnya, hampir seluruh daerah di Indonesia mengalami hal tersebut sehingga perubahan dianggap penting. Meski terhitung telat yang harusnya telah masuk pada Agustus lalu menurut pedoman APBD No 6 Tahun 2020 penolakan KUA-PPAS Pemerintah Kota sama sekali bukan jalan keluar dalam penyelesaian tersebut. Apalagi urgensi ekonomi juga kian mendesak.
"Untuk pemulihan ekonomi di masa pandemi ini kan jelas, jadi kalau ada penolakan seperti itu. Bagaimana program mau dijalankan. Penolakan itu buka solusi, DPRD harus punya cara untuk mendesak dengan fungsinya sendiri," tandasnya.
"Kita apresiasi memang mungkin dewan mau percepat ini, cuman memang menolak juga bukan solusi," ujar Ketua Kopel Indonesia Anwar Razak .
Razak membeberkan, ada urgensi khusus mengapa anggaran perubahan harus tetap dilakukan pasalnya ada perbedaan signifikan anggaran belanja dan sejak pada parsial sebelumnya atau setelah adanya insruksi refocusing anggaran oleh pusat.
"Kondisi kuangan sangat berbeda dengan asumsi awal APBD pokok 2020 kan karena ada refocusing ada relokasi, kedua kemungkinan juga pendapatan daerah mengalami perubahan baik pendapatan dan transfer sehingga itu prasyarat kunci perubahan harus dilakukan," ujarnya.
Dia melanjutkan bahwa berdasarkan UU 23 tahun 2014, urgensi anggaran perubahan kian mendesak setelah adanya asumsi perbedaan belanja yang cukup rentan.
Menurutnya, hampir seluruh daerah di Indonesia mengalami hal tersebut sehingga perubahan dianggap penting. Meski terhitung telat yang harusnya telah masuk pada Agustus lalu menurut pedoman APBD No 6 Tahun 2020 penolakan KUA-PPAS Pemerintah Kota sama sekali bukan jalan keluar dalam penyelesaian tersebut. Apalagi urgensi ekonomi juga kian mendesak.
"Untuk pemulihan ekonomi di masa pandemi ini kan jelas, jadi kalau ada penolakan seperti itu. Bagaimana program mau dijalankan. Penolakan itu buka solusi, DPRD harus punya cara untuk mendesak dengan fungsinya sendiri," tandasnya.
(agn)
tulis komentar anda