Polisi Diminta Penuhi Jaminan Kesehatan Korban Penembakan Barukang

Selasa, 15 September 2020 - 23:25 WIB
Hasbiah, memperlihatkan foto putranya, Anjas, yang tewas setelah dihantam peluru yang diduga berasal dari pistol milik oknum polisi. Foto: SINDOnews/Faisal Mustafa
MAKASSAR - Sorot mata Hasbiah masih labil, tampak memendam perasaan duka akibat kehilangan anak ketiganya Anjas. Putranya itu meregang nyawa tertembak peluru tajam milik oknum polisi dari Polsek Ujung Tanah, Minggu 30 Agustus 2020 lalu.

Mata wanita 45 tahun itu berkaca-kaca ketika ditemui SINDOnews di rumahnya, Jalan Barukang, Kelurahan Pattingallongan, Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar, Selasa (15/9/2020), tepat pukul 17.45 Wita. Hasbiah sedikit lirih menceritakan kepergian anaknya yang pendiam dan pekerja keras itu.



Anjas pergi meninggalkan keluarga besarnya di usia 23 tahun. Hasbiah tak pernah menyangka insiden memilukan itu, merenggut nyawa buah hati yang bekerja serabutan di Pelabuhan Paotere . Nyawa Anjas tak tertolong walau sudah dirawat intensif di Rumah Sakit Bhayangkara .

Setelah menjalani operasi, sekitar pukul 15.30 Wita. Anjas dinyatakan telah berpulang ke Rahmatullah. "Lima mami anak laki-laki ku. Anjas anak ke tiga. Ssmuanya sembilan. Itumi ku bilang bisa-bisanya itu polisi tembak anakku. Baru tidak ada salahnya kodong," ujar Hasbiah.



Ibu sembilan orang anak itu, mengingat kembali kejadian nahas yang dialami putranya. Bahkan Hasbiah sempat melihat seorang pemuda diseret beberapa orang, persis di depan rumahnya yang berseberangan dengan Jalan Tol Reformasi, sekitar pukul 01.45 Wita di hari kejadian.

Hasbiah tak menyangka pemuda yang ia saksikan diseret dengan kaki menjuntai di atas sepeda motor dan diapit dua pria berbadan kekar diduga polisi, adalah anaknya.

"Saya berdiri di depan rumah, ku lihat mi diseret dari dalam lorong, kayak polisi itu, sempat di kasih berhenti di aspal. Baru dibawa naik motor boncengan tiga. Ku bilang siapami kodong anak-anak diseret-seret seperti binatang," ucapnya.



Wanita asal Kabupaten Maros itu, baru tersadar ketika beberapa tetangganya mengabarkan Anjas tertembak di kepala dan dibawa ke rumah sakit Angkatan Laut Jalan Ammari.

"Barupi saya lihat ke di lorong, adami yang tanyaka. Anjas itu yang dibawa (ke rumah sakit) kena tembakan di kepalanya," jelas Hasbiah.

Sayang, peralatan rumah sakit tersebut yang belum memadai, memaksa pihak keluarga dan beberapa kerabat dekat Anjas membawanya ke Rumah Sakit Bhayangkara sekira pukul 03.30 Wita.

"Samaka bapaknya ke sana (rumah sakit) ternyata anakku betul, karena celananya ku liat, warna coklat. Baju hitam. Itumi yang selalu terbayang-bayang waktunya diseret," papar Hasbiah.

Hasbiah tinggal bersama keluarga besarnya di sebuah rumah panggung bercat biru dan hijau. Di rumahnya masih terpajang karangan bunga, ucapan dari Kapolres Pelabuhan Makassar , AKBP Kadarislam Kasim dan ditambah bubuhan kata beserta staf dan Bhayangkari.

"Saya mau dihukum seberat-beratnya itu pelaku, polisi. Tidak tegaka liat anakku dikasih begitu, pas di rumah sakit, itu daging jempolnya anakku terkikis. Masih seringka itu pergi lihat di sana, menangis. Kayak orang gila saya. Kalau ku ingat anakku (Anjas)," kata dia.



Wahyuni, kakak perempuan pertama Anjas menceritakan selama ini, almarhum kerap membawa hasil laut dari pelelangan ikan Paotere, tempatnya mencari nafkah. Wanita 30 tahun itu berkata, Anjas memilih meninggalkan bangku sekolah untuk membantu perekonomian keluarga.

"SD tidak tamat itu. Sembarang na kerja kodong, biasa parkir. Bantu-bantu jual ikan. Biasa bawa ikan pulang. Memang pekerja keras itu anak. Pergi kerja itu jam setengah satu pulang jam 7. Kadang jam 5 pulang jam 10. Baru kalau sudah itu pergi main futsal, sudah Asar, Magrib pi baru pulang," ujarnya.

Wahyuni bilang, beberapa kali Anjas sempat membicarakan soal kematian sekitar pertengahan bulan Juli. "Sama mamaku cerita, biasa bilang duluanka mati dari pada kita mak. Janganki menangis. Sering kali bilang begitu, na bilang mamaku, jangan begitu. Baru selalu termenung," ucapnya.

Anjas dimakamkan di pekuburan keluarga di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, pada Senin 31 Agustus lalu. "Banyak temannya itu datang. Almarhum bilang dulu, itupi diliat semua temanku kalau matika. Ternyata betul, banyak memang temannya adikku kodong," ujar Wahyuni.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More