Merajut Mimpi di Lubang Aron

Selasa, 15 September 2020 - 19:32 WIB
Menurut Unit Manager Communication & CSR Pertamina MOR III Eko Kristiawan, sampai saat ini dana yang telah disalurkan Pertamina bagi pelaku usaha rajut Binong Jati mencapai Rp1,9 miliar. Tidak sedikit multiplier effect yang telah ditimbulkan dari dana program kemitraan yang dialokasikan dari sebagian keuntungan perusahaan ini.

Kampoeng Rajoet Binong Jati dinilai memiliki potensi untuk lebih berkembang di masa mendatang. Namun dalam perjalanannya, mereka perlu dorongan baik dalam bentuk pelatihan, promosi, atau pinjaman modal usaha.

"Program Kemitraan Pertamina dikhususkan bagi pelaku UMKM. Ini dalam rangka membantu pemerintah dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Ikut menggali potensi usaha yang lahir dari kearifan lokal, sehingga memberi dampak bagi ekonomi masyarakat," kata Eko.

Selain Kampoeng Rajout Binong Jati, sektor lainnya yang menjadi perhatian Program Kemitraan Pertamina adalah perdagangan, pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, dan usaha jasa lainnya.

Secara nasional, tercatat lebih dari 60.000 pelaku UMKM di Tanah Air yang telah menjadi mitra binaan Pertamina. Dana pinjaman modal usaha yang telah disalurkan Pertamina dari Sabang hingga Merauke tak kurang dari Rp3,3 triliun.

Ketua Kampoeng Rajoet Eka Rahmat Jaya, satu industri rumahan rajutan bisa mencatat transaksi Rp100 juta hingga Rp1 miliar per bulan. Cash flow sentra ini diperkirakan mencapai Rp800 juta per hari, dengan transaksi penjualan bulanan sekitar Rp20 miliar.

Perhitungan itu didasarkan pada keberadaan 4.000 tenaga kerja yang mampu menghasilkan 1 lusin produk rajutan seharga Rp200.000 perhari. "Contoh saja, transaksi toko bahan baku benang di kawasan ini bisa mencatat penjualan hingga Rp1,2 miliar perhari," jelas Eka.

Mimpi Menjadi Kampung Wisata dan Edukasi

Sekitar 60 tahun lalu, Kampoeng Rajoet Binong Jati dimulai oleh lima perajin, membuat rajutan dengan sistem maklun untuk pengusaha besar. Pada 1970-an, sekitar 10 kepala keluarga kemudian berinisiatif membeli mesin rajut berukuran kecil yang diikuti keluarga lainnya.

Sejak saat itu, usaha rumahan skala kecil terus bermunculan. Mereka tak lagi mengandalkan pemilik modal, tapi berinisiatif membuka usaha sendiri. Hasil rajutan dijual di sekitar Pasar Kiaracondong dan Pasar Baru Bandung. Pesanan pun bermunculan dari berbagai daerah, hingga eksistensinya diakui sebagai pusat rajutan di Indonesia.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content