Tak Rela Ladang Minyak Dikuasai Belanda Kembali, Brandan Bumi Hangus pun Terjadi

Senin, 07 September 2020 - 05:00 WIB
Ekspoloitasi terus berlanjut. Pada 1890, Jans Zijlker mengalihkan konsesinya kepada perusahaan minyak Belanda, Royal Dutch. Direktur pelaksananya ialah J.A. de Gelder, seorang insinyur berpengalaman di Hindia Belanda dan berkantor pusat di Pangkalan Brandan.

Sejak kilang minyak Pangkalan Brandan dibangun pada 1892, Royal Dutch telah memproduksi minyak sebanyak 1.200 ton dari lapangan Telaga Tunggal. Untuk memperlancar distribusi, dibangun beberapa tangki penimbunan dan pelabuhan di Pangkalan Susu yang selesai pada 1898.

Kemudian pada 1907, kilang minyak Pangkalan Brandan dikelola Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), anak perusahan dari Royal Dutch bersama Shell. Sumur minyak utama BPM berasal dari kilang minyak Pangkalan Brandan. Dari waktu ke waktu, produksi minyak di Pangkalan Brandan kian meningkat.

Dalam laporannya di Trade Information Bulletin No.11 tahun 1923 berjudul “Petroleum Production and Trade The Dutch East Indies” Albert Thomson Coumbe mencatat, kilang minyak Pangkalan Brandan mampu menghasilkan 10.000 barel minyak mentah per hari.

Cadangan minyak mentahnya sebesar 1.000.000 barel sedangkan dalam bentuk bahan bakar hasil penyulingan sebesar 50.000 barel. Angka itu belum termasuk deposit minyak untuk produk olahan. Produktivitas itu menempatkan Pangkalan Brandan sebagai kilang minyak yang terbesar di Sumatra hingga 1920-an. (BACA JUGA: Ini Cara Jenderal Maraden Panggabean Membuat Perampok Kendaraan Menjadi Kapok)

Situasi di Pangkalan Brandan mulai mengalami perubahan menjelang kedatangan tentara Jepang. Tentara koloni Belanda merusak semua instalasi kilang minyak.

Hasilnya? Pertambangan minyak di Pangkalan Brandan terlantar selama pendudukan tentara Jepang. Eksploitasi produksi minyak dilakukan Jepang hanya sekadar untuk keperluan militernya saja.

Situasi pun mulai berubah setelah Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 memproklamasikan Kemeredekan Republik Indonesia. Para buruh minyak di Pangkalan Brandan mengira setelah Indonesia merdeka, maka ladang minyak menjadi milik Indonesia.



(Pertamina membangun tugu ini di Pangkalan Brandan, Langkat, sebagai tandaperingatan 100 tahun perminyakan Indonesia. (Foto/Ist)

Namun Belanda tak tinggal diam. Belanda kembali berhasrat menjajah kembali juga mengincarnya guna memasok bahan bakar dalam operasi militer setelah Jepang kalah Perang Dunia ke II.

Buruh minyak Pangkalan Brandan pun bergerak tak mau diam begitu saja. Merekan pun membentuk sebuah wadah perjuangan dengan membentuk Laskar Minyak. Niat mereka mempertahankan ladang minyak semakin kuat setelah bergabung dengan Tentara Republik yang dipimpin oleh Mayor Nazaruddin Nasution. Keduanya bergabung dalam Komando Pertempuran Pangkalan Brandan.

Nah, pada 13 Agustus 1947 itulah diambil keputusan sangat penting dan strategis yakni embumihanguskan Pangkalan Brandan. Menurut Edi Saputra dalam Sumatra dalam Perang Kemerdekaan, rakyat Pangkalan Brandan lebih memilih memusnahkan tambang minyak daripada jatuh ke tangan Belanda kembali. (BACA JUGA: Kisah Manis Kopi Asal Simalungun Kini Disajikan di Starbucks)

Tepay pukul 03.00 pagi, bunyi sirine panjang mendahulu ledakan hebat yang terjadi di tangki-tangki minyak Pangkalan Brandan. Api kemudian merembet ke kilang penyulingan, gedung-gedung hingga pelabuhan.

Tak tangung-tanggung salam tujuh hari api melalap ladang minyak dan Kota Pangkalan Brandan. Tentara Belanda pun kocar-kacir dan mereka membatalkan niat untuk menguasai kembali ladang minyak.

“Pangkalan Brandan yang terbakar hangus, rata menjadi abu, senantiasa menjadi saksi sejarah akan kegegahberanian rakyat pejuang yang bahu-membahu bergandengan tangan dengan Tentara Republik Indonesia Divisi-X/Komandemen Sumatra,” tulis Amran Zamzami veteran perang front Medan Area dalam Jihad Akbar di Medan Area.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More