Kisah Prabu Jayabaya Jadikan Kediri Kiblat Kemajuan Kesusastraan Nusantara
Kamis, 11 Juli 2024 - 06:39 WIB
Karya sastra ini digubah oleh Mpu Sedah dan belakangan diselesaikan oleh Mpu Panuluh ini dipersembahkan bagi Prabu Jayabaya pada1135 - 1157Masehi. Kitab ini ditulis pada sekitar akhir masa pemerintahan Raja Daha tersebut.
Kakawin ini tepatnya selesai ditulis pada 6 November 1157.Kitab kedua yang ditulis Mpu Panuluh adalah Kakawin Hariwangsa, salah satu karya sastra Jawa kuno ditulis saat Prabu Jayabaya memerintah pada tahun1135 - 1157Masehi.
Kata hariwangsa secara harfiah berarti silsilah atau garis keturunan Sang Hari atau Wisnu. Cerita yang dikisahkan dalam bentuk kakawin ini adalah cerita ketika sang Prabu Kresna, titisan Batara Wisnu, ingin menikah dengan Dewi Rukmini dari negeri Kundina, putri Prabu Bismaka.
Prabu Kresna ingin menculik Dewi Rukmini. Lalu pada saat malam sebelum pesta pernikahan dilaksanakan, Kresna datang ke Kundina dan membawa lari Rukmini. Sementara itu, para tamu dari negeri-negeri lain banyak yang sudah datang.
Prabu Bismaka sangat murka, dan ia langsung berdiskusi dengan raja-raja lainnya yang sedang bertamu.Kitab berikutnya yang dihasilkan pujangga Mpu Panuluh adalah Kakawin Gatotkaca Sraya adalah kitab gubahan Panuluh selain Hariwangsa dan Bharatayuddha.
Raja yang disebut dalam kitab Gatotkaca Sraya bernama Prabu Jayabaya. Menurut tulisan batu, memang pada zaman Kediri ada seorang raja bernama Kertajaya, yang bertahta sekitar tahun 1110 Saka atau 1188 Masehi. Raja Kertajaya adalah raja pengganti Prabu Jayabaya.
Mpu Dharmaja juga menjadi salah satu pujangga yang ada di era Kerajaan Kediri. Kitab yang dihasilkan yakni Kakawin Smaradhana mengisahkan terbakarnya Batara Kamajaya. Nama Smaradhana berasal dari kata asmara dan dhana.
Asmara adalah nama dewa percintaan, sedangkan Dhana berasal dari kata Dahana yang berarti api.Nama Asmaradana berkaitan dengan peristiwa hangusnya Dewa Asmara oleh sorot mata ketiga Dewa Siwa.
Pada Kitab Smaradhana, disebut nama Raja Kediri Prabu Kameswara, yang merupakan titisan Dewa Wisnu, yang ketiga kalinya dan berpermaisuri Sri Kirana Ratu, putri dari Kerajaan Jenggala.
Kakawin ini tepatnya selesai ditulis pada 6 November 1157.Kitab kedua yang ditulis Mpu Panuluh adalah Kakawin Hariwangsa, salah satu karya sastra Jawa kuno ditulis saat Prabu Jayabaya memerintah pada tahun1135 - 1157Masehi.
Kata hariwangsa secara harfiah berarti silsilah atau garis keturunan Sang Hari atau Wisnu. Cerita yang dikisahkan dalam bentuk kakawin ini adalah cerita ketika sang Prabu Kresna, titisan Batara Wisnu, ingin menikah dengan Dewi Rukmini dari negeri Kundina, putri Prabu Bismaka.
Prabu Kresna ingin menculik Dewi Rukmini. Lalu pada saat malam sebelum pesta pernikahan dilaksanakan, Kresna datang ke Kundina dan membawa lari Rukmini. Sementara itu, para tamu dari negeri-negeri lain banyak yang sudah datang.
Prabu Bismaka sangat murka, dan ia langsung berdiskusi dengan raja-raja lainnya yang sedang bertamu.Kitab berikutnya yang dihasilkan pujangga Mpu Panuluh adalah Kakawin Gatotkaca Sraya adalah kitab gubahan Panuluh selain Hariwangsa dan Bharatayuddha.
Raja yang disebut dalam kitab Gatotkaca Sraya bernama Prabu Jayabaya. Menurut tulisan batu, memang pada zaman Kediri ada seorang raja bernama Kertajaya, yang bertahta sekitar tahun 1110 Saka atau 1188 Masehi. Raja Kertajaya adalah raja pengganti Prabu Jayabaya.
Mpu Dharmaja juga menjadi salah satu pujangga yang ada di era Kerajaan Kediri. Kitab yang dihasilkan yakni Kakawin Smaradhana mengisahkan terbakarnya Batara Kamajaya. Nama Smaradhana berasal dari kata asmara dan dhana.
Asmara adalah nama dewa percintaan, sedangkan Dhana berasal dari kata Dahana yang berarti api.Nama Asmaradana berkaitan dengan peristiwa hangusnya Dewa Asmara oleh sorot mata ketiga Dewa Siwa.
Pada Kitab Smaradhana, disebut nama Raja Kediri Prabu Kameswara, yang merupakan titisan Dewa Wisnu, yang ketiga kalinya dan berpermaisuri Sri Kirana Ratu, putri dari Kerajaan Jenggala.
tulis komentar anda