Perusahaan Tambang Pasir Dinilai Cemari Sungai di Natuna
Rabu, 05 Juni 2024 - 22:52 WIB
NATUNA - Aktivitas perusahaan tambang pasir di Kecamatan Bunguran Utara, Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) dinilai telah memberikan dampak negatif pada lingkungan setempat. Pasalnya warna air sungai di daerah tersebut mengalami perubahan dan membuat warga resah.
Aktivis Lingkungan sekaligus Leader Komunitas Jelajah Bahari Natuna (JBN) Kabupaten Natuna, Cherman mengatakan, salah satu indikator air tercemar adalah adanya perubahan warna pada air.
"Sebelum ada aktifitas penambangan, setiap hujan pasti keruh tapi bukan kuning begini. Dulu juga warga tahu kalau hujan keruh, tapi keruhnya seperti air teh dampak dari akar kayu, kalau ini kan dampak dari sedimen lumpur," ucap Cherman, Rabu (05/06/2024).
Ia menerangkan, sedimen lumpur yang berada di air tersebut akan merusak ekosistem yang pada akhirnya akan berdampak pada perekonomian warga setempat.
"Tempat berkembang biak bibit ikan, kerapu, kepiting dan udang juga pastinya akan rusak dan berdampak pada mata pencaharian warga. Mungkin dua atau tiga tahun ke depan belum dirasakan oleh warga tetapi jika ini terus berlangsung, yakinlah lima atau enam tahun ke depan warga akan merasakan dampaknya secara nyata," katanya.
Oleh karena itu ia meminta pemerintah melakukan ulang Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dari aktivitas penambangan agar tidak merugikan masyarakat.
Ia menegaskan, dirinya sejak awal telah mengingatkan tokoh masyarakat setempat akan dampak tersebut jauh sebelum adanya aktifitas penambangan.
Aktivis Lingkungan sekaligus Leader Komunitas Jelajah Bahari Natuna (JBN) Kabupaten Natuna, Cherman mengatakan, salah satu indikator air tercemar adalah adanya perubahan warna pada air.
"Sebelum ada aktifitas penambangan, setiap hujan pasti keruh tapi bukan kuning begini. Dulu juga warga tahu kalau hujan keruh, tapi keruhnya seperti air teh dampak dari akar kayu, kalau ini kan dampak dari sedimen lumpur," ucap Cherman, Rabu (05/06/2024).
Ia menerangkan, sedimen lumpur yang berada di air tersebut akan merusak ekosistem yang pada akhirnya akan berdampak pada perekonomian warga setempat.
"Tempat berkembang biak bibit ikan, kerapu, kepiting dan udang juga pastinya akan rusak dan berdampak pada mata pencaharian warga. Mungkin dua atau tiga tahun ke depan belum dirasakan oleh warga tetapi jika ini terus berlangsung, yakinlah lima atau enam tahun ke depan warga akan merasakan dampaknya secara nyata," katanya.
Oleh karena itu ia meminta pemerintah melakukan ulang Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dari aktivitas penambangan agar tidak merugikan masyarakat.
Ia menegaskan, dirinya sejak awal telah mengingatkan tokoh masyarakat setempat akan dampak tersebut jauh sebelum adanya aktifitas penambangan.
tulis komentar anda