1 Juni Pancasila Lahir di Tengah Pemikiran Tokoh Tua Pilihan Militer Jepang
Sabtu, 01 Juni 2024 - 13:27 WIB
Soepomo usul Dasar Negara Indonesia Merdeka dengan perincian Persatuan, Kekeluargaan, Mufakat dan Demokrasi, Musyawarah serta Keadilan Sosial. Tepat pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno tampil ke depan menyodorkan buah pikirnya.
Lima sila yang kemudian dikenal dengan nama Pancasila, diperkenalkan, yakni Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejehateraan Sosial dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Soekarno mendesakkan nasionalisme versinya, yakni nasionalisme yang bebas dari agama agar disetujui di dalam rapat BPUPKI.
“Karena konsep ini memang merupakan satu-satunya dasar yang dapat disepakati pemimpin-pemimpin lainnya, menanglah Soekarno,” tulis sejarawan M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.
Secara umum dasar negara yang ditawarkan Bung Karno bisa diterima anggota BPUPKI, namun sejumlah pemimpin Islam merasa tidak senang karena Islam tidak memainkan peranan yang istimewa.
BPUPKI kemudian membentuk panitia sembilan yang di dalamnya termasuk Soekarno. Hasil pembahasan panitia sembilan pada 22 Juni 1945, lahirlah Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.
Pada rumusan pertama menyebut negara didasarkan atas “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Rumusan pertama tersebut kemudian menjadi sumber pertentangan mengingat tidak semua rakyat Indonesia memeluk Islam.
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) kemudian memutuskan kalimat pembuka UUD 1945, yakni “Negara Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai rumusan akhir dasar negara Pancasila.
BPUPKI tidak hanya merancang dasar negara Pancasila, tapi juga konstitusi pertama Indonesia dengan menghendaki sebuah republik kesatuan dengan jabatan kepresidenan yang sangat kuat.
Lima sila yang kemudian dikenal dengan nama Pancasila, diperkenalkan, yakni Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejehateraan Sosial dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Soekarno mendesakkan nasionalisme versinya, yakni nasionalisme yang bebas dari agama agar disetujui di dalam rapat BPUPKI.
“Karena konsep ini memang merupakan satu-satunya dasar yang dapat disepakati pemimpin-pemimpin lainnya, menanglah Soekarno,” tulis sejarawan M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.
Secara umum dasar negara yang ditawarkan Bung Karno bisa diterima anggota BPUPKI, namun sejumlah pemimpin Islam merasa tidak senang karena Islam tidak memainkan peranan yang istimewa.
BPUPKI kemudian membentuk panitia sembilan yang di dalamnya termasuk Soekarno. Hasil pembahasan panitia sembilan pada 22 Juni 1945, lahirlah Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.
Pada rumusan pertama menyebut negara didasarkan atas “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Rumusan pertama tersebut kemudian menjadi sumber pertentangan mengingat tidak semua rakyat Indonesia memeluk Islam.
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) kemudian memutuskan kalimat pembuka UUD 1945, yakni “Negara Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai rumusan akhir dasar negara Pancasila.
BPUPKI tidak hanya merancang dasar negara Pancasila, tapi juga konstitusi pertama Indonesia dengan menghendaki sebuah republik kesatuan dengan jabatan kepresidenan yang sangat kuat.
tulis komentar anda