1 Juni Pancasila Lahir di Tengah Pemikiran Tokoh Tua Pilihan Militer Jepang

Sabtu, 01 Juni 2024 - 13:27 WIB
loading...
1 Juni Pancasila Lahir...
Pancasila lahir 1 Juni 1945 dari buah pikir Soekarno setelah melewati perdebatan panas di dalam rapat Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Foto/Ilustrasi/Dok.SINDOnews
A A A
PANCASILA lahir 1 Juni 1945 dari buah pikir Soekarno atau Bung Karno setelah melewati perdebatan panas di dalam rapat Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Soekarno merupakan anggota BPUPKI seperti halnya Moh Hatta, Mansur, Ki Hajar Dewantara, Agoes Salim, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Abikoesno Tjokrosoejoso, Ki Bagus Hadi Koesoemo, Wachid Hasyim, dan Muhammad Yamin.



Sedangkan Radjiman Wediodiningrat menempati posisi ketua. Jepang mendirikan BPUPKI pada Maret 1945 dan mengisi organisasi degan sebagian besar pemimpin setengah baya di Jawa yang berasal dari semua aliran pemikiran yang penting.

Jepang memiliki misi bisa tetap mudah menjalin kerja sama jika kemerdekaan Indonesia terwujud. Karenanya sengaja memilih pemimpin-pemimpin dari generasi tua.

“Hendaknya kemerdekaan itu berada di tangan pemimpin dari generasi tua yang mereka pandang lebih mudah untuk bekerja sama daripada generasi muda yang sulit diterka,” demikian dikutip dari buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008).

Di rapat BPUPKI yang berlangsung marathon 29 Mei-1 Juni, konsep dasar negara dalam rangka persiapan menuju kemerdekaan, digodok.



Yamin menawarkan rumusan asas dasar negara sesuai pemikirannya. Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan dan Kesejahteraan Rakyat.

Soepomo usul Dasar Negara Indonesia Merdeka dengan perincian Persatuan, Kekeluargaan, Mufakat dan Demokrasi, Musyawarah serta Keadilan Sosial. Tepat pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno tampil ke depan menyodorkan buah pikirnya.



Lima sila yang kemudian dikenal dengan nama Pancasila, diperkenalkan, yakni Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejehateraan Sosial dan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Soekarno mendesakkan nasionalisme versinya, yakni nasionalisme yang bebas dari agama agar disetujui di dalam rapat BPUPKI.

“Karena konsep ini memang merupakan satu-satunya dasar yang dapat disepakati pemimpin-pemimpin lainnya, menanglah Soekarno,” tulis sejarawan M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.

Secara umum dasar negara yang ditawarkan Bung Karno bisa diterima anggota BPUPKI, namun sejumlah pemimpin Islam merasa tidak senang karena Islam tidak memainkan peranan yang istimewa.

BPUPKI kemudian membentuk panitia sembilan yang di dalamnya termasuk Soekarno. Hasil pembahasan panitia sembilan pada 22 Juni 1945, lahirlah Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.

Pada rumusan pertama menyebut negara didasarkan atas “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Rumusan pertama tersebut kemudian menjadi sumber pertentangan mengingat tidak semua rakyat Indonesia memeluk Islam.

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) kemudian memutuskan kalimat pembuka UUD 1945, yakni “Negara Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai rumusan akhir dasar negara Pancasila.

BPUPKI tidak hanya merancang dasar negara Pancasila, tapi juga konstitusi pertama Indonesia dengan menghendaki sebuah republik kesatuan dengan jabatan kepresidenan yang sangat kuat.

Sebulan setelah kelahiran Pancasila, yakni Juli 1945, semua unsur di kalangan Jepang sepakat kemerdekaan harus diberikan kepada Indonesia dalam waktu beberapa bulan.

Namun sejarah bergerak menurut takdirnya sendiri. Pada 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur Jakarta.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2454 seconds (0.1#10.140)