Kisah Gustaf Wihelm Wiese Peras Keraton Yogyakarta Picu Pemberontakan Raden Ronggo
Jum'at, 29 Maret 2024 - 06:05 WIB
Keraton Yogyakarta konon terpaksa membayar mahal ke Belanda saat Gustaf Wilhelm Wiese bertahta. Wiese yang bertahta sebagai residen Belanda di Yogyakarta meminta sejumlah uang kepada Kesultanan Yogyakarta di bawah sultan kedua Yogya di tahun 1810.
Konon dana itu untuk keperluan dana perang yang sedang dihimpun oleh gubernur jenderal. Tidak ada catatan mengenai jawaban sultan. Namun demikian, bahwa Daendels mendapat 200.000 dolar Spanyol atau sekitar Rp37 miliar, dalam uang sekarang.
Daendels juga konon mendapat bagian terbesar senilai 196.320 dolar Spanyol atau sekitar Rp27,5 miliar, dalam uang saat ini. Uang itu konon berasal dari pembayaran untuk tentara dan pejabat sipilnya, pada Desember 1810.
Setelah dia mengirim ekspedisi militer ke Yogyakarta saat pecahnya pemberontakan Raden Ronggo, dikutip dari “Banteng Terakhir Kesultanan Yogyakarta: Riwayat Raden Ronggo Prawirodirjo III dari Madiun, sekitar 1779 – 1810”.
Menurut babad Keraton Yogyakarta, sultan sudah terlebih dulu memberikan barang perhiasan dari emas senilai 50.000 gulden Hindia Belanda atau sekitar Rp3 miliar rupiah, dalam uang sekarang.
Tak hanya itu, berbagai hadiah resmi lainnya melalui Patih Yogyakarta, yang disampaikan kepada Daendels di Semarang akhir September 1808. Saat itu delegasi keraton-keraton yang dipimpin oleh para patih datang menyampaikan "penghormatan" kepada gubernur-jenderal yang baru itu.
Pendahulu Wiese, Pieter Engelhard, tampaknya telah mengatur hadiah khusus ini, tetapi jika betul demikian, hal itu tidak disebut- sebut dalam sumber-sumber Belanda.
Mungkin penulis babad Keraton Yogyakarta telah mengacaukannya dengan pinjaman pribadi sebanyak 50.000 gulden Hindia Belanda, yang diterima oleh Engelhard dari sultan untuk menutupi kekurangan dana anggaran selama dua masa jabatannya sebagai Residen Yogyakarta.
Walaupun perincian lengkap sulit diperoleh, Daendels sudah memulai proses yang kemudian disempurnakan Inggris, sebuah bangsa yang semestinya mendapat hadiah nomor satu, sebagai pencuri dan perampok selama pemerintahannya 5 tahun antara 1811-1816, di Jawa.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
Konon dana itu untuk keperluan dana perang yang sedang dihimpun oleh gubernur jenderal. Tidak ada catatan mengenai jawaban sultan. Namun demikian, bahwa Daendels mendapat 200.000 dolar Spanyol atau sekitar Rp37 miliar, dalam uang sekarang.
Baca Juga
Daendels juga konon mendapat bagian terbesar senilai 196.320 dolar Spanyol atau sekitar Rp27,5 miliar, dalam uang saat ini. Uang itu konon berasal dari pembayaran untuk tentara dan pejabat sipilnya, pada Desember 1810.
Setelah dia mengirim ekspedisi militer ke Yogyakarta saat pecahnya pemberontakan Raden Ronggo, dikutip dari “Banteng Terakhir Kesultanan Yogyakarta: Riwayat Raden Ronggo Prawirodirjo III dari Madiun, sekitar 1779 – 1810”.
Menurut babad Keraton Yogyakarta, sultan sudah terlebih dulu memberikan barang perhiasan dari emas senilai 50.000 gulden Hindia Belanda atau sekitar Rp3 miliar rupiah, dalam uang sekarang.
Baca Juga
Tak hanya itu, berbagai hadiah resmi lainnya melalui Patih Yogyakarta, yang disampaikan kepada Daendels di Semarang akhir September 1808. Saat itu delegasi keraton-keraton yang dipimpin oleh para patih datang menyampaikan "penghormatan" kepada gubernur-jenderal yang baru itu.
Pendahulu Wiese, Pieter Engelhard, tampaknya telah mengatur hadiah khusus ini, tetapi jika betul demikian, hal itu tidak disebut- sebut dalam sumber-sumber Belanda.
Mungkin penulis babad Keraton Yogyakarta telah mengacaukannya dengan pinjaman pribadi sebanyak 50.000 gulden Hindia Belanda, yang diterima oleh Engelhard dari sultan untuk menutupi kekurangan dana anggaran selama dua masa jabatannya sebagai Residen Yogyakarta.
Walaupun perincian lengkap sulit diperoleh, Daendels sudah memulai proses yang kemudian disempurnakan Inggris, sebuah bangsa yang semestinya mendapat hadiah nomor satu, sebagai pencuri dan perampok selama pemerintahannya 5 tahun antara 1811-1816, di Jawa.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
(ams)
tulis komentar anda