Kisah Kedekatan Pangeran Diponegoro dengan Kiai dan Santri

Selasa, 19 Maret 2024 - 05:57 WIB
Pangeran Diponegoro merupakan sosok pejuang kemerdekaan Indonesia yang mengusir Belanda. Foto/Ilustrasi/Dok.Sindonews
Pangeran Diponegoro merupakan sosok pejuang kemerdekaan Indonesia yang mengusir Belanda. Sosok Pangeran Diponegoro sendiri bukan hanya sebagai seorang pejuang dan pahlawan, tapi juga merupakan tokoh ulama Islam, yang memiliki pengetahuan keagamaan tinggi.

Sejak kecil Pangeran Diponegoro memang diajarkan ilmu keagamaan Islam yang intensif. Bahkan sejak anak-anak Diponegoro muda tumbuh dalam sebuah lingkungan yang sarat akan diskusi keagamaan. Sudah sejak anak-anak ketika di keraton, Diponeg kecil sudah berbaur dengan kaum santri.

Korps Suranatan, sebuah kelompok keagamaan bersenjata di Istana Yogyakarta, misalnya, merupakan bagian dari kesatuan militer di Kadipaten, wilayah Putra Mahkota, yang merupakan tempat kediaman ayah Diponegoro, dikutip dari "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro : 1785 - 1855".



Konon di sana ada juga para warga kaum dengan komunitas Islam yang kuat, penerima zakat dari istana yang terdaftar dalam catatan keraton sebagai penghuni Kadipaten dan Tegalrejo pada akhir 1790-an. Ratu Ageng, ibu kandung Pangeran Diponegoro juga telah mendorong para tokoh agama di Yogya untuk mengunjungi dan mengambil tempat tinggal di Tegalrejo.



Di antara mereka adalah penghulu kepala lembaga agama yakni Kiai Muhamad Bahwi, yang kemudian dikenal dalam Perang Jawa, sebagai Muhamad Ngusman Ali Basah. Sebelumnya mengabdi sebagai ketua forum ulama Masjid Suranatan atau masjid pribadi Sultan.

Tokoh lainnya adalah Haji Badarudin, komandan Korps Suranatan, yang sudah dua kali naik haji ke Mekkah atas biaya Keraton Yogyakarta dan memiliki pengetahuan, tentang sistem pemerintahan Ottoman di kota-kota suci.

Di masa mudanya di Tegalrejo, Diponegoro selain memiliki hubungan dengan para petinggi agama keraton, ia hampir dapat dipastikan juga memiliki hubungan dengan banyak guru independen ternama di wilayah Yogya. Tanah pertanian itu berdekatan dengan empat pusat ahli hukum Islam, yang dikenal sebagai pathok negari ('pilar negeri'), yakni Kasongan, antara Selarong dan Tegalrejo, Dongkelan, wilayah persis di selatan Yogyakarta, arah ke Bantul.

Berikutnya wilayah Papringan, di antara Yogyakarta dan Prambanan, dan Melangi, persis di sebelah barat laut Tegalrejo. Diponegoro kemudian di tahun 1827 akhirnya menikahi anak perempuan kiai guru yang juga guru senior Kasongan.

Pada saat Perang Jawa bergelar Raden Ayu Retnokumolo. Pangeran Diponegoro tentu sering melewati tempat kediaman calon mertuanya, dalam perjalanan dari Tegalrejo ke tanah pelungguh di Selarong di selatan Yogya.
(hri)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content