Kisah Manik Angkeran dan Naga Besukih, Perseteruan Bapak Anak yang Pisahkan Pulau Jawa-Bali

Jum'at, 01 Maret 2024 - 08:06 WIB
Di tengah perairan yang memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Bali, terdapat sebuah selat yang dikenal sebagai Selat Bali. Foto/Dok.Sindonews
Di tengah perairan yang memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Bali, terdapat sebuah selat yang dikenal sebagai Selat Bali . Menurut legenda yang telah berabad-abad beredar di masyarakat, selat tersebut bukanlah semata-mata hasil dari proses geologis alami, melainkan akibat dari sebuah peristiwa luar biasa yang melibatkan perseteruan antara seorang bapak dan anak.

Kisah dimulai di Kerajaan Daha, Kediri, Jawa Timur, di mana hiduplah seorang brahamana yang disegani bernama Empu Sidi Mantra. Ia dikenal sebagai seorang pendeta yang kaya raya dan memiliki seorang putra bernama Manik Angkeran. Namun, kehidupan Empu Sidi Mantra dan keluarganya tidaklah tenang, karena putranya memiliki kebiasaan buruk yang sering berjudi dan berhutang.

Setiap hari, rumah keluarga Empu Sidi Mantra dikunjungi oleh para peminta hutang yang menagih utang dari Manik Angkeran. Bahkan, suatu hari, Manik Angkeran diburu oleh orang-orang yang menagih hutangnya hingga ia harus bersembunyi di dalam rumahnya sendiri. Sang ayah, dengan perasaan yang campur aduk antara cemas dan kekecewaan, berjanji akan membayar semua hutang putranya dengan syarat diberi waktu tiga hari.



Pada suatu malam, Empu Sidi Mantra mendapat petunjuk dari suara gaib untuk pergi ke kawah Gunung Agung. Di sana, ia bertemu dengan Naga Besukih, penjaga harta karun di dalam kawah itu. Sang Naga dengan baik hati memberikan harta karun kepada Empu Sidi Mantra untuk membantu membayar hutang putranya.



Namun, ketika Manik Angkeran menerima harta karun tersebut, ia tidak mematuhi janjinya untuk berhenti berjudi. Sebaliknya, ia kembali berjudi dan berhutang, kali ini bahkan mencuri genta sakti milik ayahnya untuk memperoleh harta yang lebih banyak.

Dalam usahanya untuk membayar hutang, Manik Angkeran kembali ke kawah Gunung Agung, kali ini dengan maksud untuk mencuri harta karun Naga Besukih. Namun, rencananya terbongkar, dan ia memotong ekor sang naga ketika hendak mengeluarkan harta karunnya. Ini memicu kemarahan sang Naga, yang menghancurkan Manik Angkeran menjadi abu.

Ketika Empu Sidi Mantra mengetahui nasib tragis yang menimpa putranya, ia memohon kepada Naga Besukih untuk mengembalikan hidup Manik Angkeran. Sang Naga, atas permintaan sang pendeta, menghidupkan kembali Manik Angkeran, namun dengan konsekuensi bahwa Manik Angkeran harus tinggal di sekitar Gunung Agung sebagai hukuman atas perbuatannya.

Pada saat sang ayah hendak pulang, ia menorehkan tongkat saktinya ke tanah, menciptakan sebuah garis batas antara dirinya dan putranya. Hal ini menciptakan sebuah selat yang menjadi batas alami antara dua pulau, Jawa dan Bali. Selat ini kemudian dikenal sebagai Selat Bali, sebagai kenangan akan perseteruan antara Manik Angkeran dan Naga Besukih yang membentuknya.

Legenda tentang perseteruan ini menjadi bagian dari warisan budaya masyarakat Jawa dan Bali, mengajarkan tentang pentingnya menghormati dan mengendalikan kebiasaan buruk serta memahami konsekuensi dari tindakan kita.
(hri)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content