Asal Usul Alas Mentaok Jadi Kesultanan Mataram yang Disegani

Minggu, 28 Januari 2024 - 08:27 WIB
Kawasan Alas Mentaok. Foto/Ilustrasi/Humas Pemprov Jateng
Sultan Hadiwijaya akhirnya memenuhi janjinya dengan menyerahkan tanah Pati dan tanah Mentaok. Penyerahan ini terjadi setelah Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir mengikuti sayembara yang diadakan oleh Sultan Pajang.

Tanah Pati diserahkan kepada Ki Panjawi, sementara tanah Mentaok yang masih berupa hutan belantara di Jawa Tengah bagian selatan, diserahkan kepada Ki Ageng Pamanahan. Kelak, Alas Mentaok inilah yang menjadi cikal bakal Kerajaan Mataram Islam.

Namun, janji Sultan Hadiwijaya tidak segera dilaksanakan. Sikap Sultan yang cenderung menunda penyerahan tanah Alas Mentaok membuat Ki Ageng Pamanahan gelisah. Dengan dorongan dari Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan memutuskan untuk meminta bantuan kepada Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga, sebagaimana dikutip dari "Tuah Bumi Mataram: Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II", memberikan nasehat kepada Sultan Hadiwijaya bahwa tuntutan Ki Pemanahan adalah wajar dan bahwa seorang raja harus konsisten dengan ucapannya. Sabda pandita ratu tan kena wola-wali (sabda seorang raja tidak boleh mencla-mencle).





Meskipun demikian, Sunan Kalijaga menyarankan Ki Ageng Pemanahan untuk tetap menepati janjinya bahwa jika benar-benar mendapatkan tanah Mataram, ia tidak akan memberontak terhadap Pajang. Melalui jasa Sunan Kalijaga, Sultan Hadiwijaya akhirnya menyerahkan tanah Mataram kepada Pemanahan pada tahun 1556. Meskipun Sultan Pajang menawarkan tanah alternatif selain Alas Mentaok, Sultan Hadiwijaya harus tetap menepati ucapannya sesuai dengan sabda raja yang tidak bisa ditarik kembali.

Proses penyerahan tanah Alas Mentaok kepada Ki Ageng Pamanahan diuraikan dengan detail dalam Babad Tanah Jawi. Dalam Babad Tanah Jawi, diceritakan bahwa Sultan Hadiwijaya telah menjadi raja Pajang untuk waktu yang cukup lama, namun belum juga memenuhi janjinya untuk menyerahkan Alas Mentaok.

Ki Juru Martani memberikan nasihat agar Ki Pamanahan bersabar, mengingat tidak ada raja yang seharusnya mengkhianati ucapannya sendiri. Namun, Ki Pamanahan, yang merasa ditipu dan dipermainkan oleh Sultan Hadiwijaya, sudah sangat malu di hadapan publik. Untuk menenangkan hatinya, Ki Ageng Pamanahan pergi menyendiri ke desa Kembang Lampir.
(hri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content