Mengulas Jejak Pertemuan Akbar PKI - Masyumi di Alun-alun Malang Tahun 1955
Sabtu, 30 September 2023 - 06:09 WIB
”Kemudian ketika PKI leading pasca Pemilu 57, kemudian dianggap sebagai ancaman bagi kelompok-kelompok poros tengah terutama PNI, kemudian NU dan Masyumi akhirnya ketika kekuatan kekuatan oposisi berkurang dalam gelanggang politik itu kan antara PNI,” tambahnya.
Di Malang sendiri jauh sebelum PKI menjadi partai politik yang diperhitungkan ada partai politik bernama Akoma yang berintegrasi dengan ideologi komunis. Partai ini salah satu tokohnya adalah Ibnu Parna yang merupakan pengikut Tan Malaka.
Tetapi diakui Faishal tidak semua anggota Partai Akoma pro PKI dan upaya-upaya yang dilakukannya.
”Jadi kalau tokoh Malang kiri tapi tidak semua tokoh kiri pro PKI, bisa pro Murba, Akoma, keterkaitan dengan Madiun 48 nggak ada, kalau ada tokoh memang memiliki kaitan dengan orang terlibat peristiwa itu jelas. Karena Ibnu Parna sosok sangat kontra dengan Amir," paparnya.
Menariknya dari catatan dosen di Binus University Malang ini, Malang justru menjadi kantong - kantong suara bagi PKI di Pemilu 1955.
Roda partai berhasil menggerakkan kaum buruh dari pabrik gula, buruh transportasi, dan buruh lainnya untuk bergerak. Bahkan PKI pernah menjadi partai politik dengan mengumpulkan massa hingga mencapai 200 ribu.
”Tidak heran kalau suara PKI di Malang di tahun 55 cukup besar dan diperhitungkan. Soal bertemunya Masyumi dan PKI rapat Akbar di Alun-alun Kota Malang itu jadi salah satu pertemuan akrab yang luar biasa besar. Padahal antara Masyumi dan PKI terjadi gesekan luar biasa besar saat itu,” jelas dosen sejarah ini.
Usai peristiwa berdarah di 30 September 1965, banyak simpatisan PKI di Malang yang juga turut menjadi korban. Mereka yang dituduh komunis dan dicap terlibat peristiwa 30 September 1965, langsung dijatuhi hukuman.
Di Malang sendiri jauh sebelum PKI menjadi partai politik yang diperhitungkan ada partai politik bernama Akoma yang berintegrasi dengan ideologi komunis. Partai ini salah satu tokohnya adalah Ibnu Parna yang merupakan pengikut Tan Malaka.
Tetapi diakui Faishal tidak semua anggota Partai Akoma pro PKI dan upaya-upaya yang dilakukannya.
”Jadi kalau tokoh Malang kiri tapi tidak semua tokoh kiri pro PKI, bisa pro Murba, Akoma, keterkaitan dengan Madiun 48 nggak ada, kalau ada tokoh memang memiliki kaitan dengan orang terlibat peristiwa itu jelas. Karena Ibnu Parna sosok sangat kontra dengan Amir," paparnya.
Baca Juga
Menariknya dari catatan dosen di Binus University Malang ini, Malang justru menjadi kantong - kantong suara bagi PKI di Pemilu 1955.
Roda partai berhasil menggerakkan kaum buruh dari pabrik gula, buruh transportasi, dan buruh lainnya untuk bergerak. Bahkan PKI pernah menjadi partai politik dengan mengumpulkan massa hingga mencapai 200 ribu.
”Tidak heran kalau suara PKI di Malang di tahun 55 cukup besar dan diperhitungkan. Soal bertemunya Masyumi dan PKI rapat Akbar di Alun-alun Kota Malang itu jadi salah satu pertemuan akrab yang luar biasa besar. Padahal antara Masyumi dan PKI terjadi gesekan luar biasa besar saat itu,” jelas dosen sejarah ini.
Usai peristiwa berdarah di 30 September 1965, banyak simpatisan PKI di Malang yang juga turut menjadi korban. Mereka yang dituduh komunis dan dicap terlibat peristiwa 30 September 1965, langsung dijatuhi hukuman.
tulis komentar anda