Cantik! Ini Wajah Ken Dedes Hasil Artificial Intelligence, Permaisuri Singasari yang Darahnya Mengaliri Para Raja Nusantara
Sabtu, 04 Maret 2023 - 05:48 WIB
Di areal makam, banyak ditemukan struktur bata kuno, fragmen gerabah dan keramik kuno, dan bahkan mata uang kuno. Dari hasil eskavasi yang dilakukan Pusat Peneliti Arkeologi Nasional, pada tahun 1998. Ditemukan fondasi rumah tinggal dari bata, dan sebuah umpak.
Masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut, juga sering menemukan adanya arung. Yaitu, saluran air bawah tanah kuno, yang dibuat masyarakat pada masa lalu sebagai saluran untuk mengairi area persawahan yang banyak ditanami padi gaga. Hal ini, juga termuat pada prasasti Kanjuruhan B, yang dibuat tahun 943 Masehi.
"Pada prasasti Wurandungan, yang juga terbit pada tahun 943 Masehi. Desa ini masuk dalam desa pertanian yang maju. Yakni, sebagai desa swasembada pangan. Kondisi tersebut, dapat dilihat dari statusnya dalam prasasti Wurandungan, yang menyatakan Panawijen, sebagai sima sawah, atau tanah perdikan pertanian," ungkap Dwi Cahyono.
Jauh sebelum masa Mpu Purwa, Dwi Cahyono menduga, kawasan ini sudah menjadi wilayah kehidupan masa prasejarah. Hal itu dapat dilihat dari penemuan watu kenong, dan lumpang batu. Watu kenong ini, diduga menjadi landasan atau pondasi untuk mendirikan rumah panggung.
Wilayah Polowijen, diakuinya merupakan kawasan yang kaya akan peninggalan sejarah. Bahkan, di kawasan ini Mpu Purwa telah mampu mendirikan tempat pendidikan yang maju, serta menjadi tanah pertanian yang subur dan penghasil pangan.
Sementara, kisah pertemuan antara Ken Dedes dan Ken Arok, justru terjadi disebuah pemandian. Kisah itu juga muncul di Kitab Pararaton. Di mana disebutkan, Ken Arok pertama kali melihat Ken Dedes yang kemaluannya bersinar terang di Patirtan Watu Gede, hingga membuat Ken Arok jatuh hati pada Ken Dedes.
Sumber air yang sampai sekarang masih ada itu, dikenal oleh masyarakat sebagai Situs Patirtan Watu Gede, yang berada di wilayah Desa Watu Gede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, yang jaraknya sekitar 5 km ke arah utara dari Kelurahan Polowijen.
Patirtan Watu Gede di Desa Watu Gede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Foto/Dok.SINDOnews/Yuswantoro
Masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut, juga sering menemukan adanya arung. Yaitu, saluran air bawah tanah kuno, yang dibuat masyarakat pada masa lalu sebagai saluran untuk mengairi area persawahan yang banyak ditanami padi gaga. Hal ini, juga termuat pada prasasti Kanjuruhan B, yang dibuat tahun 943 Masehi.
Baca Juga
"Pada prasasti Wurandungan, yang juga terbit pada tahun 943 Masehi. Desa ini masuk dalam desa pertanian yang maju. Yakni, sebagai desa swasembada pangan. Kondisi tersebut, dapat dilihat dari statusnya dalam prasasti Wurandungan, yang menyatakan Panawijen, sebagai sima sawah, atau tanah perdikan pertanian," ungkap Dwi Cahyono.
Jauh sebelum masa Mpu Purwa, Dwi Cahyono menduga, kawasan ini sudah menjadi wilayah kehidupan masa prasejarah. Hal itu dapat dilihat dari penemuan watu kenong, dan lumpang batu. Watu kenong ini, diduga menjadi landasan atau pondasi untuk mendirikan rumah panggung.
Wilayah Polowijen, diakuinya merupakan kawasan yang kaya akan peninggalan sejarah. Bahkan, di kawasan ini Mpu Purwa telah mampu mendirikan tempat pendidikan yang maju, serta menjadi tanah pertanian yang subur dan penghasil pangan.
Sementara, kisah pertemuan antara Ken Dedes dan Ken Arok, justru terjadi disebuah pemandian. Kisah itu juga muncul di Kitab Pararaton. Di mana disebutkan, Ken Arok pertama kali melihat Ken Dedes yang kemaluannya bersinar terang di Patirtan Watu Gede, hingga membuat Ken Arok jatuh hati pada Ken Dedes.
Sumber air yang sampai sekarang masih ada itu, dikenal oleh masyarakat sebagai Situs Patirtan Watu Gede, yang berada di wilayah Desa Watu Gede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, yang jaraknya sekitar 5 km ke arah utara dari Kelurahan Polowijen.
Patirtan Watu Gede di Desa Watu Gede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Foto/Dok.SINDOnews/Yuswantoro
Lihat Juga :
tulis komentar anda