Gula Rafinasi Harus Dibatasi

Jum'at, 13 Maret 2015 - 09:39 WIB
Gula Rafinasi Harus Dibatasi
Gula Rafinasi Harus Dibatasi
A A A
SURABAYA - Pemprov Jatim bersama petani tebu meminta pemerintah pusat membatasi impor gula rafinasi. Mereka juga berharap agar tata niaga gula impor diperbaiki.

Ini karena serbuan gula impor tidak terbendung sehingga harga gula lokal milik petani jatuh di pasaran. Kesepakatan ini ditandatangani bersama di depan perwakilan Kementerian Pertanian dan Perdagangan seusai seminar nasional di gedung DPRD Jatim.

Kepala Sub-Direktorat Tanaman Semusim Kementerian Pertanian, Gede Wirasuta, dan Deputi Import Kementerian Perdagangan, Thamrin Latuconsina, yang hadir ikut menandatangani kesepakatan itu. Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul) mengatakan, serbuan gula rafinasi benar-benar mencekik para petani tebu di Jatim ini karena harga tebu mereka jatuh.

“Nah, yang paling terkena dampak buruk akibat tata niaga gula adalah Jatim. Sebab Jatim adalah penyumbang terbesar produksi gula nasional,” katanya. Gus Ipul menjelaskan, sumbangsih Jatim terhadap produksi gula nasional mencapai 42% atau 1.260 juta ton per tahun. Melibatkan 537.000 kepala keluarga atau setara 2,5 juta penduduk dengan luas areal tanam 219.110 hektar dan 31 unit pabrik gula.

“Ada banyak problem terkait kondisi sulit para petani tebu di Jatim ini. Selain serbuan gula rafinasi, mayoritas kondisi pabrik gula di Jatim sendiri kurang bagus karena usianya di atas 100 tahun sehingga produksi gula juga tidak bagus,” katanya. Itu sebabnya, Gus Ipul berharap ada direvitalisasi pabrik gula secepatnya. Ini pentung agar efisien dan kualitas tebu petani meningkat begitu juga dengan rendemennya. Selain itu, pihaknya juga berharap pemerintah juga memberi jaminan bahwa HPP gula yang sudah ditetapkan dilaksanakan dengan baik.

“Ini penting agar petani mendapat kepastian dan tidak merugi,” kata mantan menteri percepatandaerah tertinggal ini. Persoalan lainnya, kata Gus Ipul, gula petani yang sudah digiling di pabrik, menumpuk di gudang karena tidak bisa terserap pasar. Ini lantaran banyak gula rafinasi impor yang merembet ke pasar. “Ini memang aneh. Kebutuhan gula rafinasi untuk memenuhi kebutuhan industri mamin sekitar 2,7 juta ton per tahun. Tetapi izin impor yang dikeluarkan pemerintah mencapai 3,7 juta ton per tahun,” katanya.

Anggota Komisi A DPRD Jatim Fredy Poernomo menuding buruknya tata niaga gula di Indonesia karena banyak mafia yang mendekat ke pemerintah. Mereka selalu bermain dengan gula rafinasi berlindung di bawah institusi pemerintahan. “Mafia gula ini ada di dekat Istana sehingga siapa pun presidennya, pasti sulit menghentikan gula rafinasi. Kecuali bila pemerintah mau serius membela petani,” ujarnya.

Deputi Impor Kementerian Perdagangan Thamrin Latuconsina mengakui, ada hal tidak beres dalam tata niaga gula di Indonesia. Namun, secara bertahap hal ini mulai diperbaiki oleh pemerintahan Jokowi, di antaranya mencabut surat Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu No 111 yang mewajibkan gula rafinasi didistribusikan lewat distributor dan subdistributor. “Sekarang sudah ada surat No 3300/2014 yang mencabut surat itu.

Dalam surat tersebut diatur bahwa penyaluran gula impor tidak lagi melalui distributor maupun subdistributor. Tetapi langsung dari importir ke pabrik,” katanya. Tidak hanya itu, pada 2015 ini, juga ada aturan baru tentang kuota impor gula rafinasi. Bahwa gula yang diimpor tidak boleh melebihi kebutuhan. Selain itu, Kemendag, lanjut Tamrin, juga menugaskan surveyorindependen untuk meneliti PG Rafinasi, apakah kapasitas terpasang sudah sesuai dengan kapasitas produksi serta kebutuhan riil industri mamin supaya tak terjadi kelebihan kapasitas.

“Alokasi untuk Indonesia Timur juga sudah dilarang diberikan. Kemudian kapasitas idle juga dicabut karena berbau rafinasi,” katanya. Kepala Subdirektorat Tanaman Semusim Kementerian Pertanian Ir Gede Wirasuta menyatakan, harga gula sejak tahun 2014 terpuruk akibat lahan tanam tebu gula nasional menurun 10% dan semakin banyak pendirian pabrik gula rafinasi.

“Perlu dilakukan hitung ulang, berapa kebutuhan industri mamin akan gula rafinasi dan kapasitas terpasang industri gula rafinasi agar gula rafinasi tak merembes ke pasar,” kata Gede. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI farid Al-Fauzi mengatakan, APBN telah memutuskan dana revitalisasi ke PTP sebesar Rp3,5 triliun dengan syarat tak ada rafinasi masuk ke pasar.

“Merembesnya gula rafinasi ke pasar jelas akan mempengaruhi suplai. Karena itu, kami juga akan minta pemendag memperbaiki lagi kebijakan terkait imporrafinasi supaya rembesan bisa dari pabrik rafinasi maupun pabrik mamin bisa dihentikan,” kata politikus asal Partai Hanura ini.

Ihya’ulumuddin
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4933 seconds (0.1#10.140)