Kisah Lawatan Hayam Wuruk, Raja Majapahit yang Pandai Menari Topeng

Kamis, 24 November 2022 - 05:05 WIB
loading...
Kisah Lawatan Hayam Wuruk, Raja Majapahit yang Pandai Menari Topeng
Ilustrasi lawatan Hayam Wuruk. Foto: Istimewa
A A A
KERAJAAN Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa Dyah Hayam Wuruk yang bergelar Sri Rajasanegara. Hayam Wuruk merupakan cucu Raden Wijaya dengan Gayatri Rajapatni, putri Raja Kertanegara.

Hayam Wuruk memerintah Majapahit pada 1351-1389 Masehi. Di bawah pemerintahannya, Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Hampir semua kerajaan di Nusantara berada di bawah taklukkan Kerajaan Majapahit.

Di balik keberhasilannya memimpin Kerajaan Majapahit, ternyata Hayam Wuruk sangat memperhatikan rakyatnya. Berdasarkan catatan Kakawin Negarakertagama, Hayam Wuruk sering melakukan lawatan turun ke bawah (turba).



Melalui turba tersebut, Hayam Wuruk melihat langsung kondisi wilayah bawahan (vassal) Kerajaan Majapahit.

Dalam cacatan sejarah, Hayam Wuruk melakukan perjalanan ke Pajang pada 1351, ke daerah Lasem pada 1354, ke pantai selatan Ladoya pada 1357, Lamajang (Lumajang) pada 1359, Sempur pada 1360 dan Blitar pada 1361.

Hayam Wuruk juga tercatat melakukan perjalanan ke wilayah Simping pada 1362-1963? dan meresmikan candi.



Pada masanya, tidak ada raja yang melakukan perjalanan turba sebanyak Hayam Wuruk dan sangat peduli dengan pembangunan candi sebagai sebuah karya agung, arsitektur, kesusastraan, pemerintahan dan lainnya.

Hayam Wuruk juga sangat peduli dengan pendidikan rakyatnya. Saat melakukan banyak perjalanan itu, Hayam Wuruk banyak melakukan istirahat di asrama-asrama Brahmana dan melihat putra putri Majapahit belajar.

Kepedulian Hayam Wuruk terhadap pendidikan, terlihat dari banyaknya peninggalan perpustakaan Majapahit yang kaya akan karya intelektual pada masanya. Seperti yang tampak pada perpustakaan besar Sana Pustaka.



Dari perpustakaan tersebut, dapat diketahui minat kajian dan arah pembangunan Kerajaan Majapahit pada masa Hayam Wuruk, mulai dari pengembangan ilmu pengetahuan di bidang politik, filsafat, seni dan agama.

Pengembangan ilmu pengetahuan pada masa Hayum Wuruk, tidak lepas dari dukungan para guru, tenaga pengajar dan ahli dalam ilmu pengetahuan yang dimiliki Majapahit. Baik di bidang filsafat, agama, dialektika, dan sastra.

Melalui perjalanan turba itu, Hayam Wuruk juga berhasil menjalin hubungan baik dengan daerah-daerah bawahan Majapahit. Lebih jauh, dia jadi lebih mengetahui kehidupan masyarakat Majapahit yang mayoritas petani itu.



Hayam Wuruk juga dikenal sebagai Raja Majapahit yang sangat dekat dengan rakyatnya. Bila diminta pembesar menari dan melawak, dia tidak segan untuk bernyanyi. Suaranya sangat merdu dan menyayat hati.

Hayam Wuruk juga dikenal pandai menari topeng sambil melawak. Saat dia menari, permaisurinya tidak segan untuk mengiringi dan berduet dengan dirinya. Bahkan, Hayam Wuruk juga sangat pandai mendalang.

Di antara yang diperhatikan Hayam Wuruk dalam kegiatan turbanya itu adalah kesejahteraan masyarakatnya dengan melakukan sejumlah pembangunan wilayah yang dilalui, seperti jalan, jembatan, rumah ibadah dan yang lainnya.



Berbagai prasasti dan tanggul-tanggul sungai peninggalan Majapahit adalah untuk menunjang ekonomi petani.

Namun, sumber penghidupan masyarakat Majapahit saat itu bukan hanya dari tani, tetapi juga dari perdagangan antarpulau, maupun internasional. Hal ini tampak dari banyaknya tempat penyebrangan dan kota pelabuhan.

Peninggalan itu terlihat di tepi aliran Sungai Brantas dan Sungai Solo. Sedang tempat penyebrangan itu adalah Canggu, Trung, dan Surabaya. Perdagangan Majapahit saat itu adalah garam, beras, lada, intan, cengkeh, dan pala.



Kemudian juga kayu cendana dan gading. Kualitas barang-barang tersebut sangat baik dan diminati internasional.

Berdasarkan berita Cina, Majapahit masa itu telah menjalin hubungan dagang internasional dan persahabatan dengan sejumlah kerajaan-kerjaan besar lainnya, seperti Kerajaan Cina, Ayodya (Siam), Champa, dan Kamboja.

Di luar itu, Kerajaan Majapahit pada masa Hayam Wuruk juga juga telah menerapkan sistem pajak pada warganya, berupa pajak usaha, pajak tanah, pajak profesi, pajak orang asing, dan pajak eksploitasi sumber daya alam.



Pada masa Hayam Wuruk, aktivitas perdagangan dan pajak mata uang emas sudah mulai ditinggalkan. Menurut Poesponegoro dan Notosusanto, mata uang masa Hayam Wuruk memakai gobog, seperti uang kepeng Cina.

Uang gobog dibuat dari campuran perak, timah putih dan timah hitam. Uang gobog ini menggunakan motif lokal dan biasa digunakan masyarakat di pasar Majapahit sebagai pecahan kecil dalam berdagang.

Sumber tulisan:
1. Yebqi Farhan, Masa Lalu Jember, Pustaka Abadi, 2017.
2. Farid Setiawan, Kebijakan Pendidikan Muhammadiyah 1911-1942, UAD Press, 2022.
3. Muhlis Abdullah, Huru-hara Majapahit dan Berdirinya Kerajaan Islam di Jawab, Araska Publisher, 2020.
4. Wiranto Wignjosoebroto, Mencari Jejak Kahuripan Kerajaan Hindu Tertua dan Terlama di Tanah Jawa, Penerbit K-Media, Buku Elektronik.
(san)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1577 seconds (0.1#10.140)