Kemasyhuran Hayam Wuruk dan Kisah Mbah Ajek Sang Pengumpul Upeti Zaman Majapahit
loading...
A
A
A
GRESIK - Meski sudah 13 abad lamanya, kemasyhuran Majapahit dan Raja Hayam Wuruk masih bisa dirasakan hingga sekarang. Peninggalan dan sisa kebesaran kerajaan dengan patihnya Gajah Mada dilihat di mana-mana. Salah satunya situs kuno di Desa Lasem, Kecamatan Sidayu, Gresik, Jawa Timur.
Situs tersebut, disebut-sebut jaman dahulu sebagai kantor pengelolaan pajak di era Kerajaan Majapahit . Meliputi Kadipaten Sidayu dan pantai utara. Peninggalan kerajaan terbesar di jamannya itu semakin meyakinkan, karena di sana terdapat makam Mbak Ajek. Dia merupakan pejabat Majapahit yang ditugaskan langsung memungut pajak.
Juru kunci Situs Lasem, Muhammad Mukhid mengatakan, situs kuno era Majapahit dengan rajanya Hayam Wuruk hingga kini masih menjadi daya tarik pengunjung. Banyak nilai-nilai sejarah yang bisa dipetik. Misalnya, dalam situs tersebut terdapat relief pada dinding struktur berupa guratan gambar menyerupai tokoh pewayangan Jawa. Relief ini bercerita tentang kehidupan pada masa itu.
"Tokoh utama dalam situs ini memberikan pelajaran bahwa seseorang harus memiliki sikap Ajeg (kontinyu atau istiqomah) dalam menjalankan sesuatu," katanya.
Baca juga: Makam Gus Dur dan 9 Fakta Uniknya Jadi Destinasi Peziarah
Mbah Ajek sendiri, menurut Mukhid merupakan petugas yang memungut pajak di area Kadipaten Sedayu, termasuk Gresik dan Lamongan bagian utara. Semua wilayah tidak lepas dari kekuasaannya. Kendati demikian, Mbah Ajek oleh masyarakat Desa Lasem dianggap pejabat paling berjasa. Sebab di eranya, masyarakat yang tinggal di sekitarnya tidak terbebani membayar pajak.
"Beliau berjasa besar bagi masyarakat daerah sini. Bahkan Mbah Ajek malah membebaskan pajak kepada warga yang tinggal di Desa Lasem. Hal itu yang membuat beliau sangat disegani hingga sekarang," terangnya.
Sementara itu Kepala Desa Lasem Khoiri menambahkan, keberadaan situs ini sudah diakui Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan Mojokerto. Merupakan bagian situs yang harus dilestarikan keasliannya. Untuk itu pemerintahnya punya kewajiban melindungi situs kuno agar tidak ada pengrusakan ataupun lainnya.
"Sebenarnya pernah ditemukan prasasti bertuliskan aksara Jawa Kuno. Namun sayang, pada waktu penemuan sekitar tahun 70-an prasasti tersebut dibawa ke Jakarta, untuk keperluan penelitian, dan pembacaan oleh ahli Sejarah ," tukasnya.
Situs tersebut, disebut-sebut jaman dahulu sebagai kantor pengelolaan pajak di era Kerajaan Majapahit . Meliputi Kadipaten Sidayu dan pantai utara. Peninggalan kerajaan terbesar di jamannya itu semakin meyakinkan, karena di sana terdapat makam Mbak Ajek. Dia merupakan pejabat Majapahit yang ditugaskan langsung memungut pajak.
Juru kunci Situs Lasem, Muhammad Mukhid mengatakan, situs kuno era Majapahit dengan rajanya Hayam Wuruk hingga kini masih menjadi daya tarik pengunjung. Banyak nilai-nilai sejarah yang bisa dipetik. Misalnya, dalam situs tersebut terdapat relief pada dinding struktur berupa guratan gambar menyerupai tokoh pewayangan Jawa. Relief ini bercerita tentang kehidupan pada masa itu.
"Tokoh utama dalam situs ini memberikan pelajaran bahwa seseorang harus memiliki sikap Ajeg (kontinyu atau istiqomah) dalam menjalankan sesuatu," katanya.
Baca juga: Makam Gus Dur dan 9 Fakta Uniknya Jadi Destinasi Peziarah
Mbah Ajek sendiri, menurut Mukhid merupakan petugas yang memungut pajak di area Kadipaten Sedayu, termasuk Gresik dan Lamongan bagian utara. Semua wilayah tidak lepas dari kekuasaannya. Kendati demikian, Mbah Ajek oleh masyarakat Desa Lasem dianggap pejabat paling berjasa. Sebab di eranya, masyarakat yang tinggal di sekitarnya tidak terbebani membayar pajak.
"Beliau berjasa besar bagi masyarakat daerah sini. Bahkan Mbah Ajek malah membebaskan pajak kepada warga yang tinggal di Desa Lasem. Hal itu yang membuat beliau sangat disegani hingga sekarang," terangnya.
Sementara itu Kepala Desa Lasem Khoiri menambahkan, keberadaan situs ini sudah diakui Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan Mojokerto. Merupakan bagian situs yang harus dilestarikan keasliannya. Untuk itu pemerintahnya punya kewajiban melindungi situs kuno agar tidak ada pengrusakan ataupun lainnya.
"Sebenarnya pernah ditemukan prasasti bertuliskan aksara Jawa Kuno. Namun sayang, pada waktu penemuan sekitar tahun 70-an prasasti tersebut dibawa ke Jakarta, untuk keperluan penelitian, dan pembacaan oleh ahli Sejarah ," tukasnya.