Mengembalikan Identitas Sejati Kota Medan sebagai Kota Perdagangan dan Saudagar

Minggu, 05 Juli 2020 - 05:01 WIB
loading...
Mengembalikan Identitas Sejati Kota Medan sebagai Kota Perdagangan dan Saudagar
Gedung Kantor Pos di Jalan Pos No. 1 Medan, Sumatera Utara menjadi salah satu bukti sejarah keberadaan Kota Medan. (Foto/Dok)
A A A
SEJATINYA Kota Medan memiliki identitas asli yang citranya sangat baik. Bahkan kota ini dikenal beridentitas sebagai kota perdagangan dan saudagar.

Bukti-bukti Kota Medan sebagai pusat perdagangan sejak abad ke-11 telah banyak terhimpun. Bukti-bukti tersebut disimpan di Museum Situs Cotta Cinna di Medan Marelan, di antaranya coin yang Cola (India Selatan), Coin Sinhala (Sri Langka), dan Coin China dari berbagai dinasti.

Tapi siapa menyangka kota perdagangan ini kondisinya justru sebaliknya. Saat ini Kota Medan malah akrab dikenal dengan sebutan "kota para ketua".

Julukan itu muncul karena banyak oknum-oknum di Kota Medan yang ingin diakui sebagai ketua, meski oknum tersebut tidak sedang memimpin organisasi/lembaga/instansi apapun. (BACA JUGA: Jejak Persinggahan Sang Proklamator di Tanah Bumi Sriwijaya)

Akhirnya julukan tersebut melekat erat dalam kehidupan sehari-hari hampir seluruh masyarakat di Kota Medan.

Tak jarang, identitas Kota Medan sebagai "kota para ketua" dikonotasikan sebagai citra yang tidak baik. Sering juga muncul ulasan-ulasan yang menyimpulkan bahwa identitas tersebut membuat program pembangunan di Kota Medan tidak berjalan dengan baik.

Masyhurnya Kota Medan pada masa lampau dapat dibuktikan dengan sejumlah bukti sejarah.
Sejarawan asal Kota Medan Ichwan Azhari mengatakan, ribuan coin yang sudah disebutkan diatas tadi berasal dari berbagai negara.

Nah coin yang ditemukan itulah sebagai bukti adanya transaksi perdagangan, terutama di utara Medan.

Di kawasan itu juga ditemukan ratusan ribu fragmen keramik, tembikar, manik- manik dari India Selatan, China, Siam, Jawa, juga kaca asal Timur Tengah. "Ini merupakan komoditi perdagangan dari luar yang didatangkan ke Medan Utara," kata sejarawan Ichwan Azhari saat menekankan bahwa Medan adalah kota perdagangan. (BACA JUGA: Penyerbuan Kapal Belanda oleh Raden Mattaher dan Pasukannya)

Bukti lainnya bahwa Medan adalah kota perdagangan yakni adanya komoditi lokal yang dibutuhkan pasar internasional dari Kota Medan, persisnya di Cotta Cinna saat itu, ungkap Ichwan, antara lain gading gajah, hasil hutan seperti damar, kemenyan, kapur barus, cendana, dan jenis rempah-rempah lainnya. Terdeteksi juga bahwa emas menjadi salah satu komiditi utama.

"Butiran atau pasir emas dibawa dari pedalaman Sumatera ke Cotta Cinna, untuk dilebur dan dijadikan perhiasan bermutu tinggi menggunakan teknologi pengrajin emas dari India Selatan. Ratusan cepuk tembikar sebagai wadah untuk melebur emas ditemukan dan juga disimpan di museum. Ini mengindikasikan ramainya Medan Utara sebagai pusat industri peleburan emas sejak zaman kuno. Ada 40 fragmen ceceran dari pengrajin emas yang dikoleksi museum sebagai bukti munculnya Medan Utara sebagai pusat peleburan dan perdagangan emas dunia," ungkapnya. (BACA JUGA: Kisah Perlawanan Raja Haji Fisabilillah terhadap Belanda)

Kejayaan bagian utara Kota Medan juga pernah tersohor sebagai pusat perdagangan internasional melalui jalur Sungai Deli hingga Pelabuhan Belawan, sekitar abad 17 hingga awal abad 20 lalu.

Para pedangang dari Arab dan Eropa membawa barang dagangan menelusuri Selat Malaka dan Sungai Deli yang membelah Kota Medan.

Saat itu, Medan Utara merupakan wilayah yang dekat ke pesisir menjadi jalur dan pusat perdagangan yang penuh kejayaan.

Ichwan Azhari juga menjelaskan bahwa Medan Utara menjadi pusat perdagangan hingga di era moderen (abad ke 17 sampai awal abad ke 20. (BACA JUGA: Jejak Operasi Pasukan Para Komando di Pedalaman Hutan Kalimantan)

Dimana saat itu berlangsung kontak dengan dunia perdagangan barat seperti Portugis, Spanyol, dan Belanda, serta dunia Islam. Beberapa bukti peninggalan bersejarah juga masih dapat ditemukan, seperti, Kompleks makam-makam keramat di sekitar petisah (jl. Karo), juga di jalan palang merah (keramat Datuk Darah Merah dan Darah Putih), keramat Jalan Putri Hijau (makam Syekh dari Timur Tengah), makam Datuk Kota Bangun, makam keramat Martubung.

"Semuanya terletak di tepi sungai Deli. Ini petunjuk kuat bahwa Sungai Deli merupakan jalur perdagangan kuno yang menghubungkan pedalaman kota Medan dengan dunia internasional lewat pelabuhannya di utara Medan. Mula mula Cotta Cinna abad 11-16, lalu bergeser ke Labuhan Deli," tandasnya.
(vit)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2725 seconds (0.1#10.140)