Mas Bechi Terjerat Dugaan Pencabulan Santriwati, Ini Curhat sang Istri
loading...
A
A
A
SURABAYA - Setelah sekian lama bungkam, Durrotun Mahsunnah, istri terdakwa dugaan pencabulan, Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi, akhirnya buka suara. Dia menuntut agar pelapor dalam perkara pencabulan ini, juga buka suara terkait motifnya melakukan pelaporan.
Ibu empat anak ini menyatakan, selama ini dirinya hanya diam karena sedang mengandung anak ke empatnya. Dia mengaku sedang menjaga psikologis dan anak-anaknya, menghadapi berbagai persoalan dugaan pencabulan yang tengah membelit suaminya.
"Saya sedih, karena suami saya dihabisi duluan sama opini publik melalui berita-berita itu, tanpa diketahui terlebih dahulu kebenarannya. Saya cemas, karena sewaktu-waktu berita itu bisa saja dilihat anak saya," katanya, Jumat (12/8/2022).
Dia menceritakan, sejak kasus dugaan pencabulan ini mengemuka, dirinya telah mendampingi sang suami. Sehingga, dia mengetahui persis bagaimana duduk persoalan dari perkara tersebut.
Durrotun juga menyebut, jika kasus dugaan pencabulan yang tengah membelit suaminya penuh dengan rekayasa dan fitnah. "Fitnah ini sangat keji dan penuh rekayasa. Hal semacam ini bukan sekali saja. Kami sebagai keluarga yang paling tahu permasalahan ini," katanya.
Lebih jauh dia juga menuntut pada pelapor atau yang mengaku sebagai saksi korban, agar jujur bicara yang sebenarnya. Sebab, ia mengaku tahu betul bahwa pelapor dugaan pencabulan menyukai sang suami sudah sejak lama.
Bahkan, pelapor dugaan pencabulan ini dinilai oleh Durrotun berusaha mendekati sang suami melalui berbagai cara. Mulai merayu hingga berfoto selfie pernah dilakukan oleh pelapor. "Pada saksi korban yang mengaku menjadi korban, saya minta untuk jujur bicara yang sebenarnya," pintanya.
Ia menyimpulkan, banyak perempuan yang salah mengartikan kebaikan Mas Bechi. Sehingga, atas dasar berbagai fakta itulah dirinya yakin tidak pernah terjadi kekerasan seksual atau pencabulan seperti yang dituduhkan selama ini.
"Saya melihat sendiri chatting itu. Memang pada kenyataannya, banyak perempuan yang mendekati suami saya. Berusaha merebut. Maka saya yakin tidak pernah terjadi pencabulan yang dituduhkan dalam dakwaan," tandasnya.
Dalam hal ini, kata dia, justru keluarganya yang menjadi korban. Terutama terdakwa, karena nama baiknya sudah dicemarkan. Ia menuding, perkara ini muncul karena ada pihak-pihak tertentu yang sengaja memfitnah suaminya.
Fitnah itu menurut Durrotun dilakukan oleh kelompok, atau yang disebutnya sebagai gerombolan, tidak hanya sekali. Namun dihitungnya sudah berkali-kali. "Saya harap ada keadilan. Karena dia (terdakwa) tidak pernah menyakiti orang lain. Dia tidak pernah merugikan orang lain. Dia selalu menyebar kebaikan pada masyarakat," ujarnya.
Sebelumnya, MSAT menyerahkan diri ke pihak kepolisian setelah 15 jam dikepung di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Kamis (7/7/2022) malam.
MSAT dibawa keluar dari pintu utama pesantren sekitar pukul 23.40 WIB. Untuk mempermudah proses pelimpahan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, MSAT dititipkan ke Rumah Tahanan (Rutan) Kelas 1 Surabaya di Medaeng, Sidoarjo.
Dalam sidang, putra KH Muhammad Mukhtar Mukthi itu didakwa Pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. Kedua Pasal 289 KUHP tentang pencabulan dengan ancaman maksimal sembilan tahun penjara. Ketiga Pasal 294 KUHP ayat 2 dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara, junto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Baca Juga
Ibu empat anak ini menyatakan, selama ini dirinya hanya diam karena sedang mengandung anak ke empatnya. Dia mengaku sedang menjaga psikologis dan anak-anaknya, menghadapi berbagai persoalan dugaan pencabulan yang tengah membelit suaminya.
"Saya sedih, karena suami saya dihabisi duluan sama opini publik melalui berita-berita itu, tanpa diketahui terlebih dahulu kebenarannya. Saya cemas, karena sewaktu-waktu berita itu bisa saja dilihat anak saya," katanya, Jumat (12/8/2022).
Dia menceritakan, sejak kasus dugaan pencabulan ini mengemuka, dirinya telah mendampingi sang suami. Sehingga, dia mengetahui persis bagaimana duduk persoalan dari perkara tersebut.
Durrotun juga menyebut, jika kasus dugaan pencabulan yang tengah membelit suaminya penuh dengan rekayasa dan fitnah. "Fitnah ini sangat keji dan penuh rekayasa. Hal semacam ini bukan sekali saja. Kami sebagai keluarga yang paling tahu permasalahan ini," katanya.
Lebih jauh dia juga menuntut pada pelapor atau yang mengaku sebagai saksi korban, agar jujur bicara yang sebenarnya. Sebab, ia mengaku tahu betul bahwa pelapor dugaan pencabulan menyukai sang suami sudah sejak lama.
Bahkan, pelapor dugaan pencabulan ini dinilai oleh Durrotun berusaha mendekati sang suami melalui berbagai cara. Mulai merayu hingga berfoto selfie pernah dilakukan oleh pelapor. "Pada saksi korban yang mengaku menjadi korban, saya minta untuk jujur bicara yang sebenarnya," pintanya.
Ia menyimpulkan, banyak perempuan yang salah mengartikan kebaikan Mas Bechi. Sehingga, atas dasar berbagai fakta itulah dirinya yakin tidak pernah terjadi kekerasan seksual atau pencabulan seperti yang dituduhkan selama ini.
"Saya melihat sendiri chatting itu. Memang pada kenyataannya, banyak perempuan yang mendekati suami saya. Berusaha merebut. Maka saya yakin tidak pernah terjadi pencabulan yang dituduhkan dalam dakwaan," tandasnya.
Dalam hal ini, kata dia, justru keluarganya yang menjadi korban. Terutama terdakwa, karena nama baiknya sudah dicemarkan. Ia menuding, perkara ini muncul karena ada pihak-pihak tertentu yang sengaja memfitnah suaminya.
Fitnah itu menurut Durrotun dilakukan oleh kelompok, atau yang disebutnya sebagai gerombolan, tidak hanya sekali. Namun dihitungnya sudah berkali-kali. "Saya harap ada keadilan. Karena dia (terdakwa) tidak pernah menyakiti orang lain. Dia tidak pernah merugikan orang lain. Dia selalu menyebar kebaikan pada masyarakat," ujarnya.
Sebelumnya, MSAT menyerahkan diri ke pihak kepolisian setelah 15 jam dikepung di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Kamis (7/7/2022) malam.
MSAT dibawa keluar dari pintu utama pesantren sekitar pukul 23.40 WIB. Untuk mempermudah proses pelimpahan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, MSAT dititipkan ke Rumah Tahanan (Rutan) Kelas 1 Surabaya di Medaeng, Sidoarjo.
Dalam sidang, putra KH Muhammad Mukhtar Mukthi itu didakwa Pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. Kedua Pasal 289 KUHP tentang pencabulan dengan ancaman maksimal sembilan tahun penjara. Ketiga Pasal 294 KUHP ayat 2 dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara, junto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
(eyt)