Perjuangan Santi Warastuti Minta Ganja Medis Dilegalkan untuk Pengobatan Anaknya yang Cerebral Palsy
loading...
A
A
A
SLEMAN - Sosok seorang ibu asal Sleman, DIY, Santi Warastuti viral lantaran menyuarakan suara hatinya agar ganja untuk keperluan medis dilegalkan. Hal itu karena anaknya divonis menderita cerebral palsy sehingga membutuhkan ganja untuk pengobatan.
Santi nekat datang ke Car Free Day (CFD) di Jakarta agar mendapat perhatian dari khalayak umum. Sebab isi surat yang dua tahun lalu ia tujukan kepada MK serasa tak bertepuk sebelah tangan. Sudah dua tahun, surat tersebut tak kunjung dapat kejelasan dan kepastian.
Dua tahun ia berjuang demi nasib buah hatinya agar mendapatkan perawatan medis yang dia butuhkan. Langkah perjuangannya semakin banyak disorot setelah kehadirannya di CFD ditangkap dan disebarluaskan oleh seniman Andien Aisyah Haryadi lewat media sosialnya.
Warga Kampung Karangwetan, Kalurahan Tegaltirto, Kapanewon Berbah, Sleman ini nekat menyuarakan tuntutannya secara terbuka bukan serta merta. Selama ini ia sudah mondar-mandir ke rumah sakit untuk memperjuangkan kesembuhan anaknya.
Pika, anaknya merupakan salah satu penderita celebral palsy dan awalnya harus rutin berobat ke RSUP Dr Sardjito. Namun karena jarak yang jauh dari rumah di Berbah Sleman, maka pengobatan Pika bergeser ke RSI PDHIY, Kalasan.
"Karena alasan biaya mobilitas maka kami cari tempat yang terdekat dari rumah untuk konsultasi bulanan, terapi, kontrol. Baru ketika kondisi anaknya ngedrop di Sardjito," terangnya.
Berkali-kali ia pindah rumah sakit untuk memperjuangkan kesembuhan anaknya. Namun ada rumah sakit yang tidak bisa menggunakan BPJS Kesehatan maka ia kemudian pindah lagi. Sesekali ia juga harus mendatangi rumah sakit tempat dokter praktek.
Ia mengungkap, langkah nekatnya datang ke Jakarta membawa poster tuntutan adalah langkah seorang ibu yang sedang mengusahakan yang terbaik untuk anaknya. Hal tersebut menjadi bentuk ikhtiarnya bagi buah hatinya, yang divonis cerebral palsy sejak 2015 itu.
Santi nekat datang ke Car Free Day (CFD) di Jakarta agar mendapat perhatian dari khalayak umum. Sebab isi surat yang dua tahun lalu ia tujukan kepada MK serasa tak bertepuk sebelah tangan. Sudah dua tahun, surat tersebut tak kunjung dapat kejelasan dan kepastian.
Dua tahun ia berjuang demi nasib buah hatinya agar mendapatkan perawatan medis yang dia butuhkan. Langkah perjuangannya semakin banyak disorot setelah kehadirannya di CFD ditangkap dan disebarluaskan oleh seniman Andien Aisyah Haryadi lewat media sosialnya.
Warga Kampung Karangwetan, Kalurahan Tegaltirto, Kapanewon Berbah, Sleman ini nekat menyuarakan tuntutannya secara terbuka bukan serta merta. Selama ini ia sudah mondar-mandir ke rumah sakit untuk memperjuangkan kesembuhan anaknya.
Pika, anaknya merupakan salah satu penderita celebral palsy dan awalnya harus rutin berobat ke RSUP Dr Sardjito. Namun karena jarak yang jauh dari rumah di Berbah Sleman, maka pengobatan Pika bergeser ke RSI PDHIY, Kalasan.
"Karena alasan biaya mobilitas maka kami cari tempat yang terdekat dari rumah untuk konsultasi bulanan, terapi, kontrol. Baru ketika kondisi anaknya ngedrop di Sardjito," terangnya.
Berkali-kali ia pindah rumah sakit untuk memperjuangkan kesembuhan anaknya. Namun ada rumah sakit yang tidak bisa menggunakan BPJS Kesehatan maka ia kemudian pindah lagi. Sesekali ia juga harus mendatangi rumah sakit tempat dokter praktek.
Ia mengungkap, langkah nekatnya datang ke Jakarta membawa poster tuntutan adalah langkah seorang ibu yang sedang mengusahakan yang terbaik untuk anaknya. Hal tersebut menjadi bentuk ikhtiarnya bagi buah hatinya, yang divonis cerebral palsy sejak 2015 itu.