Cerita Ngeri Perang Puputan Bali, Perjuangan Heroik hingga Bunuh Diri Massal

Kamis, 23 Juni 2022 - 05:05 WIB
loading...
A A A
Melihat itu semua, mereka yang semula hendak melawan terdiam seketika. Saat yang genting pada 18 April 1908 itu, raja Dewa Agung Gede dengan berpakaian putih tiba-tiba muncul. Di tangan kanannya menghunus sebilah keris.

Sebanyak 200-an orang yang sebagian terdiri dari wanita dan anak-anak berada di sekelilingnya. Mereka telah memutuskan melakukan Puputan, yakni melawan sampai titik darah penghabisan, sampai ajal menjemput.

Berjarak sekitar 200 meter dari meriam Belanda, Dewa Agung Gede lantas menancapkan keris sucinya ke tanah. Konon, tanah pun sontak menganga dan menelan sebagian besar pasukan kompeni Belanda.



Namun tiba-tiba sebuah peluru meriam Belanda menyambar lututnya. Dewa Agung Gede yang jatuh terjengkang kembali bangkit dan maju melawan sampai tewas.

Anak lelaki Dewa juga meninggal dunia terkena berondongan peluru Belanda. Begitu juga dengan Tjokorda, melawan sampai titik darah penghabisan. Tanpa rasa gentar sedikitpun, para selir raja menyusul kematian suaminya.

“Enam selirnya berlutut dan membiarkan diri mereka ditusuk jantungnya dengan sebilah keris," tambahnya.

Melihat junjungannya telah tewas, para pengikut yang tersisa bersama istri dan anak-anak mereka di belakangnya maju menyerang dengan memakai tombak. Dalam sekejap mereka menjadi santapan peluru senapan dan meriam Belanda yang berhamburan.

Beberapa yang tidak terluka berjalan maju, memungut keris dari tubuh yang bersimbah darah, dan lantas menghujamkan ke tubuh sendiri. “Mereka semua menginginkan kematian,” sambung Van Kol.

Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1528 seconds (0.1#10.140)