Cerita Warga Surabaya yang Isolasi Mandiri Akibat Terpapar Virus Corona
loading...
A
A
A
SURABAYA - Menjalani isolasi akibat terpapar virus corona memang tidak mudah. Selain rasa jenuh, adanya stigma negatif dari lingkungan yang kurang memahami wabah itu juga menjadi beban tersendiri. Seperti yang dialami oleh pasien berinisial Y. Perempuan 37 tahun ini memilih melakukan isolasi mandiri dirumahnya, dikawasan Putat Jaya Surabaya.
Sudah dua pekan ini Y bersama ibu dan tiga anaknya hanya berdiam diri didalam rumah. Selama itu pula Y berpisah dari suaminya yang terpaksa tinggal terpisah setelah suaminya terbebas dari virus corona. (Baca: Menkes Terawan Tegaskan Kebijakan PSBB Diserahkan ke Daerah )
Y bercerita, saat awal dia dan keluarganya terpapar corona dan memilih isolasi mandiri sempat terjadi desas-desus yang tidak sedap dilingkungannya. Namun seiring bergulirnya waktu, warga sekitar akhirnya bisa menyadari dan menerima. Bahkan warga semakin kompak memberikan dukungan moral.
"Awalnya kondisi dilingkungan ada yang suka nyindir dan ngrumpi. Biar dia ngomongin apa itu terserah mereka, karena mereka belum merasakan. Kalau saya sudah merasakan," tuturnya.
Pasien Orang Tanpa Gejala (OTG) ini memang sengaja memilih isolasi mandiri supaya tetap bisa melakukan aktifitas meskipun dari rumah. Menurut mereka, jika isolasi di rumah sakit tentunya fasilitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kemungkinan sangat terbatas. Apalagi ketiga anaknya juga masih sekolah.
Saat ini, Y dan keluarganya masih menunggu hasil tes yang ketiga setelah sebelumnya
dua kali tes swab masih menunjukkan hasil positif corona. Untuk mengisi waktu supaya tidak jenuh, Y sendiri memanfaatkan hari-harinya dengan menyelesaikan skripsi.
Sedangkan ibunya mengisi waktu dengan membaca buku dan membimbing cucu-cucunya belajar. "Saya manfaatkan mengerjakan skripsi supaya gak jenuh, karena kami hanya keluar rumah seminggu sekali saat kontrol ke rumah sakit," ucapnya.
Saat ditanya dari mana keluarga ini tertular virus corona, Y menduga kemungkinan besar terinfeksi dari sang suami. Selama ini, suami Y bertugas menjaga perbatasan kota Surabaya saat diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). “Kemungkinan besar kami sekeluarga tertular dari suami saya yang menjaga pos PSBB,"kata dia.
Perempuan 37 tahun ini sendiri merupakan perawat yang selama ini bekerja disalah satu rumah sakit di kota Surabaya. Namun selama bekerja ia selalu mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap dan tidak pernah ditugaskan untuk menangani pasien Covid.
Sebagai pasien Covid-19, Y berpesan supaya masyarakat selalu waspada dan meningkatkan kesadaran diri jelang diterapkannya tatanan kehidupan baru atau new normal. Ia juga meminta pada masyarakat supaya tidak menggap corona sebagai aib. Sedangkan untuk sesama pasien ia berpesan supaya meningkatkan imunitas dan tidak boleh stres. "Covid itu tidak membahayakan kalau kita punya kesadaran diri. Covid bukan aib," tegasnya.
Sudah dua pekan ini Y bersama ibu dan tiga anaknya hanya berdiam diri didalam rumah. Selama itu pula Y berpisah dari suaminya yang terpaksa tinggal terpisah setelah suaminya terbebas dari virus corona. (Baca: Menkes Terawan Tegaskan Kebijakan PSBB Diserahkan ke Daerah )
Y bercerita, saat awal dia dan keluarganya terpapar corona dan memilih isolasi mandiri sempat terjadi desas-desus yang tidak sedap dilingkungannya. Namun seiring bergulirnya waktu, warga sekitar akhirnya bisa menyadari dan menerima. Bahkan warga semakin kompak memberikan dukungan moral.
"Awalnya kondisi dilingkungan ada yang suka nyindir dan ngrumpi. Biar dia ngomongin apa itu terserah mereka, karena mereka belum merasakan. Kalau saya sudah merasakan," tuturnya.
Pasien Orang Tanpa Gejala (OTG) ini memang sengaja memilih isolasi mandiri supaya tetap bisa melakukan aktifitas meskipun dari rumah. Menurut mereka, jika isolasi di rumah sakit tentunya fasilitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kemungkinan sangat terbatas. Apalagi ketiga anaknya juga masih sekolah.
Saat ini, Y dan keluarganya masih menunggu hasil tes yang ketiga setelah sebelumnya
dua kali tes swab masih menunjukkan hasil positif corona. Untuk mengisi waktu supaya tidak jenuh, Y sendiri memanfaatkan hari-harinya dengan menyelesaikan skripsi.
Sedangkan ibunya mengisi waktu dengan membaca buku dan membimbing cucu-cucunya belajar. "Saya manfaatkan mengerjakan skripsi supaya gak jenuh, karena kami hanya keluar rumah seminggu sekali saat kontrol ke rumah sakit," ucapnya.
Saat ditanya dari mana keluarga ini tertular virus corona, Y menduga kemungkinan besar terinfeksi dari sang suami. Selama ini, suami Y bertugas menjaga perbatasan kota Surabaya saat diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). “Kemungkinan besar kami sekeluarga tertular dari suami saya yang menjaga pos PSBB,"kata dia.
Perempuan 37 tahun ini sendiri merupakan perawat yang selama ini bekerja disalah satu rumah sakit di kota Surabaya. Namun selama bekerja ia selalu mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap dan tidak pernah ditugaskan untuk menangani pasien Covid.
Sebagai pasien Covid-19, Y berpesan supaya masyarakat selalu waspada dan meningkatkan kesadaran diri jelang diterapkannya tatanan kehidupan baru atau new normal. Ia juga meminta pada masyarakat supaya tidak menggap corona sebagai aib. Sedangkan untuk sesama pasien ia berpesan supaya meningkatkan imunitas dan tidak boleh stres. "Covid itu tidak membahayakan kalau kita punya kesadaran diri. Covid bukan aib," tegasnya.