Diperiksa 2 Jam Kasus Kredit Fiktif Rp60,2 Miliar, Pasutri di Surabaya Langsung Ditahan
loading...
A
A
A
SURABAYA - Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya menjebloskan pasangan suami-istri berinisial DC dan RK ke dalam tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan kredit fiktif PT Pembangunan Jawa Timur Tbk atau Bank Jatim senilai Rp60,2 miliar.
RK merupakan Direktur Utama PT Hazzel Karya Makmur (HKM), dan DC suaminya selaku pelaksana proyek. Sebelum dimasukkan ke tahanan, keduanya menjalani pemeriksaah selama dua jam di lantai II Kejari Tanjung Perak.
Usai pemeriksaan, sekitar pukul 12.00 WIB mereka digiring keluar menuju Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Surabaya Cabang Kejati Jatim dengan mengenakan rompi tahanan.
Kepala Kejari Tanjung Perak, I Ketut Kasna Dedi mengatakan, dari proses penyidikan yang dilakukan oleh jaksa penyidik dan sudah dilakukan penelitian oleh jaksa peneliti, berkas perkara sudah dinyatakan lengkap atau P21. "Sehingga pada hari ini dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti dari jaksa penyidik ke jaksa penuntut umum," katanya, Senin (13/6/2022).
Dia menjelaskan, kasus ini bermula saat PT HKM mengajukan kredit untuk pembangunan 31 gudang di kawasan bisnis di Surabaya senilai Rp77 milliar pada 2014. Dari Rp 77 milliar yang diajukan, Bank Jatim mencairkan Rp 50 milliar. Sayangnya, pada tahun 2016, kredit tersebut tidak terbayar dan dinyatakan kredit macet. Proyek pembangunan juga tidak terwujud hingga sekarang.
"Dalam pengajuan kredit, kedua tersangka telah menggunakan dokumen palsu. Baik saat permohonan maupun pencairan. Selain itu keduanya juga telah melakukan mark up anggaran proyek," terangnya.
Menurut Kasna, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan audit dan menyatakan terdapat kerugian negara sebesar Rp60,2 miliar. Dalam bisnis properti yang dikelola oleh pasangan suami-istri ini, pihaknya juga menemukan tiga orang korban yang telah membayar lunas sebesar total Rp9 miliar untuk membeli tiga unit gudang yang nyatanya tidak pernah dibangun itu.
"Berkas perkaranya ditangani secara terpisah. Yakni dalam kasus tindak pidana umum penipuan dan penggelapan," tandas Kasna.
Dalam perkara ini, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua tersangka juga dijerat Pasal 3 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
RK merupakan Direktur Utama PT Hazzel Karya Makmur (HKM), dan DC suaminya selaku pelaksana proyek. Sebelum dimasukkan ke tahanan, keduanya menjalani pemeriksaah selama dua jam di lantai II Kejari Tanjung Perak.
Usai pemeriksaan, sekitar pukul 12.00 WIB mereka digiring keluar menuju Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Surabaya Cabang Kejati Jatim dengan mengenakan rompi tahanan.
Kepala Kejari Tanjung Perak, I Ketut Kasna Dedi mengatakan, dari proses penyidikan yang dilakukan oleh jaksa penyidik dan sudah dilakukan penelitian oleh jaksa peneliti, berkas perkara sudah dinyatakan lengkap atau P21. "Sehingga pada hari ini dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti dari jaksa penyidik ke jaksa penuntut umum," katanya, Senin (13/6/2022).
Dia menjelaskan, kasus ini bermula saat PT HKM mengajukan kredit untuk pembangunan 31 gudang di kawasan bisnis di Surabaya senilai Rp77 milliar pada 2014. Dari Rp 77 milliar yang diajukan, Bank Jatim mencairkan Rp 50 milliar. Sayangnya, pada tahun 2016, kredit tersebut tidak terbayar dan dinyatakan kredit macet. Proyek pembangunan juga tidak terwujud hingga sekarang.
"Dalam pengajuan kredit, kedua tersangka telah menggunakan dokumen palsu. Baik saat permohonan maupun pencairan. Selain itu keduanya juga telah melakukan mark up anggaran proyek," terangnya.
Menurut Kasna, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan audit dan menyatakan terdapat kerugian negara sebesar Rp60,2 miliar. Dalam bisnis properti yang dikelola oleh pasangan suami-istri ini, pihaknya juga menemukan tiga orang korban yang telah membayar lunas sebesar total Rp9 miliar untuk membeli tiga unit gudang yang nyatanya tidak pernah dibangun itu.
"Berkas perkaranya ditangani secara terpisah. Yakni dalam kasus tindak pidana umum penipuan dan penggelapan," tandas Kasna.
Dalam perkara ini, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua tersangka juga dijerat Pasal 3 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(nic)