Dipati Ukur, Pemberontak Legendaris asal Priangan yang Ditumpas Raja Mataram

Selasa, 31 Mei 2022 - 05:02 WIB
loading...
Dipati Ukur, Pemberontak Legendaris asal Priangan yang Ditumpas Raja Mataram
Penyerangan Batavia. Foto Wikipedia
A A A
JAKARTA - Oleh sebagian masyarakat Sunda , khususnya Priangan, Dipati Ukur dipandang sebagai sosok legendaris yang gigih melawan VOC. Kekaguman terhadap Dipati Ukur muncul dalam cerita mitologis yang beredar di masyarakat dan diceritakan turun temurun.

Dipati Ukur yang menjabat bupati di Kewedanan Periangan, bahkan dianggap oleh kaumnya sebagai tokoh suci dan kharismatik. Diyakini pula bahwa nama dari sosok keramat itu akan membawa pengaruh baik jika diabadikan.



Itulah sebabnya, nama tokoh ini ditemukan di dua ruas jalan di daerah Baleendah, Kabupaten Bandung, dan di daerah sekitar kampus Universitas Padjadjaran. Masyarakat umum dan sivitas akademika Universitas Padjajaran kerap menyebutnya dengan sebutan Kampus Unpad DU.

Lain kisah mitologis yang berkembang, lain pula catatan sejarawan. Dihimpun dari berbagai sumber, ketika Kerajaan Mataram menguasai hampir seluruh wilayah pulau Jawa, Priangan merupakan daerah kewedanan yang berada dalam kekuasaan Mataram. Dipati Ukur yang menjabat Bupati Wedana Priangan ditugaskan oleh Sultan Agung untuk menggempur VOC di Batavia.

Namun saat menyerang Belanda di Batavia, pasukan Dipati Ukur gagal. Membayangkan hukuman mati yang diterimanya karena gagal, Dipati Ukur kemudian melepaskan diri dari Mataram alias memberontak.

Hermanus Johannes de Graaf, seorang sejarawan Belanda yang khusus menulis sejarah Jawa mencata, sebagai kawula yang posisinya paling dekat dengan Batavia, Priangan diikutsertakan dalam serangan ke Batavia.

“Setelah musibah di depan Batavia, terdapat cukup banyak alasan bagi raja untuk menjadi cemas. Pertama-tama rakyat Priangan melepaskan diri dari kekuasaan raja, karena sesal akan malapetaka di depan bentang Batavia yang banyak memakan korban," tulis De Graaf dalam buku 'Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspedisi Sultan Agung'.

Untuk menaklukkan Dipati Ukur dan pengikutnya, Sultan Agung membutuhkan waktu empat tahun lamanya, dari 1628-1632. Pasukan Mataram baru berhasil menaklukkan Dipati Ukur setelah mendapat bantuan dari pejabat Priangan.

Sebagai imbalan, para pejabat Priangan yang membantu pasukan Mataram itu kelak diangkat sebagai bupati dengan gelar Tumenggung. Salah satunya adalah Ki Astamanggala, Bupati Bandung pertama dengan gelar Tumenggung Wira Angun-angun.

Menariknya, sosok pemberontak legendaris ini dikisahkan dalam delapan versi, yakni versi Galuh, Sukapura, Sumedang, Bandung, Talaga, Banten, Mataram, dan Batavia. Dalam versi Galuh, Dipati Ukur ditonjolkan sebagai pemberontak Mataram yang layak ditumpas. Baca Juga: Mataram 'Hadiahkan Sukapura' Karena Padamkan Pemberontakan Dipati Ukur

Disebutkan bahwa setelah berhasil ditangkap, Dipati Ukur dan 10.000 orang pengikutnya dihukum mati di Mataram. Versi Sukapura menyebut bahwa Dipati Ukur adalah pemberontak yang tidak berani bertanggung jawab.

Versi Sukapura juga menyebutkan bahwa pejabat Priangan yang ikut menumpas gerakan Dipati Ukur diangkat menjadi tumenggung setelah mereka mengirimkan gadis untuk raja Mataram. Sementara itu, versi Sumedang menyinggung soal kegagalan Dipati Ukur dalam menaklukkan Sampang.

Lalu menurut versi Bandung, Dipati Ukur disebut sebagai keturunan Raja Pajajaran yang pada awalnya patuh kepada Mataram. Namun kesetiaan dan ketaatan berubah jadi berontak setelah mendapat informasi bahwa ada utusan Mataram yang melakukan perbuatan tidak terpuji terhadap istrinya. Karena membunuh utusan tersebut, dia dianggap sebagai pembangkang Mataram.

Versi Mataram menyebutnya bahwa Dipati Ukur seorang pemberontak sehingga Mataram mengirim pasukan ke Priangan untuk memadamkannya. Usaha tersebut berhasil dan Dipati Ukur dihukum mati.

Beragamnya versi cerita, membuat Dipati Ukur sangat legendaris. Sejumlah tempat di Priangan yang diyakini sebagai petilasan Dipati Ukur kerap diziarahi sebagai bentuk penghormatan kepada sosok suci ini.

.
(don)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2384 seconds (0.1#10.140)