Kapal yang Disita Pengadilan Negeri Surabaya Masih Bebas Berlayar
loading...
A
A
A
SURABAYA - Tiga unit kapal milik PT Asia Mandiri Lines masih bebas berlayar meski telah disita oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Permohonan sita eksekusi tersebut diajukan Marina Bay Shipping B.V melalui Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Kuasa hukum PT Asia Mandiri Lines, Johny Indriardi mengatakan jika putusan sita eksekusi tersebut belum berkekuatan hukum tetap. Dia mengaku sedang menempuh upaya hukum atas sita eksekusi ketiga kapal milik kliennya.
Yakni, Pacifik 88, Asia Pratama dan Asia Pesona. Diketahui sidang gugatan bantahan yang diajukan PT. Asia Mandiri Lines berlangsung pada 14 April lalu di PN Jakarta Pusat.
"Kita masih upaya hukum karena putusan arbitrase ini tidak sesuai dengan fakta yang ada. Objek aslinya bukan kapal kapal tersebut, melainkan barang lain yang sudah tidak lagi diketahui keberadaannya," katanya, Sabtu (25/4/2020).
Sementara itu, kuasa hukum Marina Bay Shipping B.V, M. Iqbal Hadromi dan Gita Petrimalia dari Kantor Hukum Hadromi and Partners mengkonfirmasi bahwa, upaya hukum perlawanan yang diajukan Asia Mandiri Lines bukanlah yang pertama kali dan sebelumnya telah ditolak dan sudah inkracht. Artinya eksekusi harus tetap dijalankan hingga tuntas.
"Kami menyesalkan kapal-kapal yang dalam status sita masih saja berlayar bebas. Kami telah beberapa kali melayangkan surat teguran ke PN Surabaya serta dan Kantor Syahbandar Utama Tanjung Perak dan ditembuskan ke Bawas Mahkamah Agung," ujarnya.
Surat teguran itu, lanjut dia, dimaksudkan agar Surat Persetujuan Berlayar kapal-kapal dimaksud tidak dikeluarkan. Sehingga objek sita eksekusi itu tidak berpindah tempat dari wilayah hukum PN Surabaya.
"Kami telah beberapa kali menegur instansi-instansi tersebut, namun kapal sitaan itu hingga saat ini masih saja berlayar dengan bebas dari pelabuhan ke pelabuhan," katanya.
Menurutnya, kejadian ini bisa menyebabkan ketidakpercayaan pihak asing terhadap institusi peradilan di Indonesia. Sehingga menurunkan peringkat Indonesia dalam reformasi hukum di mata dunia internasional.
Dengan masih berlayarnya kapal-kapal dalam status sita tersebut secara bebas, dapat menimbulkan resiko fatal yang mengakibatkan kapal-kapal dimaksud sulit atau bahkan tidak bisa di eksekusi.
Kuasa hukum PT Asia Mandiri Lines, Johny Indriardi mengatakan jika putusan sita eksekusi tersebut belum berkekuatan hukum tetap. Dia mengaku sedang menempuh upaya hukum atas sita eksekusi ketiga kapal milik kliennya.
Yakni, Pacifik 88, Asia Pratama dan Asia Pesona. Diketahui sidang gugatan bantahan yang diajukan PT. Asia Mandiri Lines berlangsung pada 14 April lalu di PN Jakarta Pusat.
"Kita masih upaya hukum karena putusan arbitrase ini tidak sesuai dengan fakta yang ada. Objek aslinya bukan kapal kapal tersebut, melainkan barang lain yang sudah tidak lagi diketahui keberadaannya," katanya, Sabtu (25/4/2020).
Sementara itu, kuasa hukum Marina Bay Shipping B.V, M. Iqbal Hadromi dan Gita Petrimalia dari Kantor Hukum Hadromi and Partners mengkonfirmasi bahwa, upaya hukum perlawanan yang diajukan Asia Mandiri Lines bukanlah yang pertama kali dan sebelumnya telah ditolak dan sudah inkracht. Artinya eksekusi harus tetap dijalankan hingga tuntas.
"Kami menyesalkan kapal-kapal yang dalam status sita masih saja berlayar bebas. Kami telah beberapa kali melayangkan surat teguran ke PN Surabaya serta dan Kantor Syahbandar Utama Tanjung Perak dan ditembuskan ke Bawas Mahkamah Agung," ujarnya.
Surat teguran itu, lanjut dia, dimaksudkan agar Surat Persetujuan Berlayar kapal-kapal dimaksud tidak dikeluarkan. Sehingga objek sita eksekusi itu tidak berpindah tempat dari wilayah hukum PN Surabaya.
"Kami telah beberapa kali menegur instansi-instansi tersebut, namun kapal sitaan itu hingga saat ini masih saja berlayar dengan bebas dari pelabuhan ke pelabuhan," katanya.
Menurutnya, kejadian ini bisa menyebabkan ketidakpercayaan pihak asing terhadap institusi peradilan di Indonesia. Sehingga menurunkan peringkat Indonesia dalam reformasi hukum di mata dunia internasional.
Dengan masih berlayarnya kapal-kapal dalam status sita tersebut secara bebas, dapat menimbulkan resiko fatal yang mengakibatkan kapal-kapal dimaksud sulit atau bahkan tidak bisa di eksekusi.