Jalan Dago dan Jalur Tradisional Kerajaan Pajajaran
loading...
A
A
A
Karena hawanya yang sejuk, pemerintah kolonial membangun Dago Tea House atau Dago Tee Huizz, sebuah tempat untuk kongkow dan minum teh orang-orang Belanda.
Dago Thee Huise pada masa kolonial Belanda. Foto/senyum-itb.blogspot.com
Masih di Dago atas, Belanda juga membangun Sanatorium yang dikelola oleh Netherlands Rode Kruis di seberang rumah peristirahatan Andre van der Brun. Kini gedung tersebut dikelola oleh Palang Merah Indonesia (PMI).
Pada kurun 1920-1940, pemerintah kolonial Hindia Belanda semakin giat melakukan pembangunan di kawasan Dago. Belanda membangun sarana pendidikan, seperti Techniche Hoogeschool te Bandoeng atau Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dibuka sejak 3 Juli 1920 dan menjadi perguruan teknik pertama di Hindia Belanda dan pembangunan SMAK Dago.
SMAK Dago memiliki bangunan terkenal, yaitu Lyceum Dago. Saat ini, bangunan SMAK Dago digunakan sebagai SMAN 1 Bandung. Sedangkan gedung Lyceum Dago berfungsi sebagai aula.
Ketika membangun Bandung, kawasan Bandung tengah jadi pusat pemerintahan, perkantoran, dan perdagangan. Sementara, kawasan Bandung utara yang dikenal dengan sebutan Dagostraat atau Dagoweg dibangun dengan fungsi hunian, pendidikan, dan kesehatan.
Pada 1921, berdiri sebuah rumah sakit besar, RS Santo Boromeus. Rumah sakit ini merupakan pengembangan dari Poliklinik Insulinde di tepi Jalan Dago, tak jauh dari kampus ITB.
Kini, Jalan Dago semakin berkembang. Jika sebelumnya, lebar trotoar hanya 3 meter, kini menjadi lebih dari 5 meter. Tak hanya itu, trotoar di sepanjang Jalan Dago dilengkapi dengan tempat duduk taman.
Jalan Ir H Djuanda (Dago), Kota Bandung saat ini. Foto/Facebook
Lampu hias berdesain art deco terpasang di jalan ini dipadu dengan pot bunga maksuba berwarna merah. Pemandangan ini serasi dengan jejeran pohon-pohon besar yang tegak menjulang di sepanjang Jalan Dago.
Dago Thee Huise pada masa kolonial Belanda. Foto/senyum-itb.blogspot.com
Masih di Dago atas, Belanda juga membangun Sanatorium yang dikelola oleh Netherlands Rode Kruis di seberang rumah peristirahatan Andre van der Brun. Kini gedung tersebut dikelola oleh Palang Merah Indonesia (PMI).
Pada kurun 1920-1940, pemerintah kolonial Hindia Belanda semakin giat melakukan pembangunan di kawasan Dago. Belanda membangun sarana pendidikan, seperti Techniche Hoogeschool te Bandoeng atau Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dibuka sejak 3 Juli 1920 dan menjadi perguruan teknik pertama di Hindia Belanda dan pembangunan SMAK Dago.
SMAK Dago memiliki bangunan terkenal, yaitu Lyceum Dago. Saat ini, bangunan SMAK Dago digunakan sebagai SMAN 1 Bandung. Sedangkan gedung Lyceum Dago berfungsi sebagai aula.
Ketika membangun Bandung, kawasan Bandung tengah jadi pusat pemerintahan, perkantoran, dan perdagangan. Sementara, kawasan Bandung utara yang dikenal dengan sebutan Dagostraat atau Dagoweg dibangun dengan fungsi hunian, pendidikan, dan kesehatan.
Pada 1921, berdiri sebuah rumah sakit besar, RS Santo Boromeus. Rumah sakit ini merupakan pengembangan dari Poliklinik Insulinde di tepi Jalan Dago, tak jauh dari kampus ITB.
Kini, Jalan Dago semakin berkembang. Jika sebelumnya, lebar trotoar hanya 3 meter, kini menjadi lebih dari 5 meter. Tak hanya itu, trotoar di sepanjang Jalan Dago dilengkapi dengan tempat duduk taman.
Jalan Ir H Djuanda (Dago), Kota Bandung saat ini. Foto/Facebook
Lampu hias berdesain art deco terpasang di jalan ini dipadu dengan pot bunga maksuba berwarna merah. Pemandangan ini serasi dengan jejeran pohon-pohon besar yang tegak menjulang di sepanjang Jalan Dago.